BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB TERJADINYA
SENGKETA MEREK DAGANG TERKENAL DI INDONESIA
A. Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Dagang Terkenal
Perselisihan atau sengketa
82
secara negatif dalam bahasa Indonesia sinonim dengan
pertikaian, persengketaan,
pertengkaran, perdebatan,
percekcokan, permusuhan atau secara lebih tajam perkelahian, peperangan, pertempuran maupun
perseteruan. Banyaknya istilah yang sinonim dengan perselisihan walaupun ada perbedaan konteks dalam penggunaan istilah tersebut menggambarkan bahwa
perselisihan memang bagian dari kehidupan manusia sehingga begitu banyak istilah yang dapat digunakan untuk menggunakannya.
Lebih lanjut mengenai sengketa terdapat 3 tiga fase atau tahap dalam proses bersengketa, yakni:
1. Tahap pra konflik atau tahap keluhan, yang mengacu kepada keadaan
atau kondisi yang oleh seseorang atau suatu kelompok di persepsikan sebagai hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari
adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa ketidakadilan itu dapat bersifat nyata atau imajinatif, tergantung pada persepsi pihak yang
merasakannya. Dalam hal ini yang penting adalah pihak yang merasakan bahwa haknya dilanggar atau dia diperlakukan dengan
salah. Situasi keluhan perasaan diperlakukan tidak adil ini mengandung suatu potensi untuk meningkat menjadi konflik atau
justru menghindar. Perasaan diperlakukan tidak adil dapat memuncak disebabkan oleh adanya konfrontasi atau eskalasi dan justru terelakkan
karena secara sengaja kontak dengan lawan dihindari atau pihak kedua tidak memberi reaksi terhadap tantangan yang diajukan;
82
Istilah sengketa merupakan terjemahan dari kata dispute yang mengandung arti adanya perbedaaan kepentingan diantara kedua belah pihak atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
2. Tahap konflik yang ditandai dengan keadaan dimana pihak yang
merasa haknya dilanggar memilih jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan kepada pihak yang melanggar haknya, atau memberitahukan
kepada pihak lawannya tentang keluhannya. Kedua belah pihak sadar mengenai adanya suatu perselisihan pendapat antara mereka, dalam
tahap ini kedua belah pihak berhadapan;
3. Tahap sengketa dispute, terjadi karena konflik mengalami eskalasi,
berhubung karena adanya konflik itu dikemukakan secara umum. Suatu sengketa hanya terjadi apabila pihak yang mempunyai keluhan
semula atau seseorang atas namanya telah meningkatkan perselisihan pendapat yang semula dari pendekatan dua pihak menjadi hal yang
memasuki bidang publik, hal ini dilakukan dengan sengaja dan aktif dengan maksud supaya ada sesuatu tindakan mengenai tuntutan yang
diinginkan.
83
Lebih lanjut Bolton juga menegaskan bahwa setidaknya ada 10 sepuluh faktor yang dapat menjadi sumber konflik atau sengketa
84
, antara lain: 1.
Menghambat tujuan pribadi; 2.
Kehilangan status atau kedudukan; 3.
Kehilangan otonomi atau kekuasaan; 4.
Kehilangan sumber-sumber; 5.
Tidak mendapat bagian yang adil dari sumber-sumber langka; 6.
Mengancam suatu nilai; 7.
Mengancam suatu norma; 8.
Kebutuhan yang berbada dan berbenturan;
83
Nader, Todd, dikutip dalam T.O. Ihromi, Beberapa Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 209-210.
84
Menurut A. Mukti Arto yang mengemukakan bahwa sumber konfliksengketa akan mempengaruhi karakteristik dari konfliksengketa tersebut, dimana sumber yang paling dominan
menimbulkan konfliksengketa akan menunjukkan karakteristik yang paling menonjol, sedangkan karakteristik dapat diklasifikasikan dalam 3 tiga macam, yaitu: 1. Karakter Formal, yaitu sifat
konfliksengketa yang melekat pada hukum yang mengaturnya, yang timbul karena materi hukum itu sendiri, misalnya kurang jelas mengundang berbagai penafsiran, terjadinya kerancuan atau terdapatnya
berbagai sistem hukum yang sama-sama berlaku dan sebagainya; 2. Karakter Material kebendaan, yaitu sifat konfliksengketa yang melekat pada wujud dari barang sengketa itu sendiri, seperti
ketidaksepahaman, benturan kepentingan, perebutan sumber-sumber, menghambat tujuan pribadi, kehilangan status atau kedudukan, kehilangan otonomi atau kekuasaan, tidak mendapat bagian yang
adil dan sebagainya yang bersifat material; 3. Karakter Emosional, yaitu sifat konfliksengketa yang melekat pada emosi manusianya, seperti karena perasaan-perasaan negatif antar pihak-pihak,
kemarahan, kesalahpahaman serta perbedaan gaya hidup dan sebagainya., A. Mukti Arto, Mencari Keadilan, Kritik, dan Solusi Terhadap Praktek Peradilan Perdata di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2001, hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
9. Kesalahpahaman atau salah mengerti; dan
10. Pembelaan harga diri.
85
Dilihat secara umum cara yang dilakukan dalam kegiatan memalsukan atau
meniru merek orangperusahaan lain biasanya dilakukan dengan 3 tiga cara, yakni: 1.
Pemalsuan Secara Klasik; 2.
Pemalsuan Secara Gelap; dan 3.
Pemalsuan Dengan Cara Wrapping Off. Pemalsuan
Secara Klasik
berupa tindakan
penyalahgunaan atau
penyelewengan misappropriation nama suatu perusahaan yang menggunakan merek suatu perusahaan lain. Dengan demikian perusahaan yang meniru tersebut seolah-
olah mempunyai hak dan kedudukan yang sah, karena mirip dengan merek perusahaan yang ditiru. Perbuatan tersebut diikuti dengan strategi pemasaran yang
dapat menyingkirkan barang dan menghambat kelancaran pemasaran merek semula, karena peniru menjalankan usaha-usaha perusahaan yang disalahgunakan.
Pemalsuan secara gelap adalah pemalsuan yang dilakukan dan disebarkan dengan cara diam-diam. Pemalsuan ini sulit diidentifikasi karena dengan cepat dapat
menghilangkan jejak dan bukti pemalsuan. Barang-barang hasil pemalsuan juga di sebarkan secara gelap dengan cara menyelundupkan keberbagai kawasan.
Pemalsuan dengan cara “wrapping off”. Cara ini dilakukan dengan melepaskan label hasil merek asli produk tersebut kemudian dipergunakan atau
ditempelkan kepada produk yang berkualitas rendah sehingga konsumen mempercayai produk tersebut berasal dari produsen semula. Cara ini dipergunakan
85
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
terhadap jenis merek yang terkenal yang mempunyai harga tinggi dan biasanya terjadi pada barang impor.
86
Adapun beberapa variasi dari perbuatan persaingan curang yang menyangkut penggunaan merek, akan tetapi tidak semuanya bisa dikategorikan sebagai pemalsu
merek antara lain: 1.
Pararel Import; 2.
Trade Dress: dan 3.
Over Run. Pararel Import, yaitu masuknya barang-barang asli yang diimport oleh pihak
ketiga yang bukan importir atau agen resmi. Dalam hal telah ditunjuk agen tunggal maka dengan adanya import pararel akan merugikan agen tunggal tersebut. Biasanya
agency agrreement dibuat klausula tentang pinalti terhadap principal apabila agen bisa membuktikan tentang adanya import pararel ini. Seperti dalam kasus televisi
SONY built up yang dimasukan ke Indonesia dalam jumlah besar sehingga membuat perusahan perakit yang resmi dirugikan. Dalam hal ini perbuatan tersebut tidak bisa
dikatakan sebagai counterfeiting karena barang maupun mereknya asli. Trade Dress, yaitu peniruan terhadap opmaak, warna dan bentuk kemasan
yang tidak termasuk merek terdaftar. Contoh kasus TIIP-EX versus RE-TYPE, pihak merek terdaftar TIIP-EX merasa bahwa pendaftaraan merek RE-TYPE merupakan
peniruan terhadap opmaak dan desain kemasan barangnya sebagaimana pemakaian sebenarnya. Dalam hal ini permohonan pendaftaraan merek RE-TYPE dikabulkan
oleh kantor merek oleh karena pendaftaraan merek TIIP-EX tidak mencakup trade
86
M.Yahya Harahap. Op.cit, hlm. 69.
Universitas Sumatera Utara
dress-nya, sehingga tidak ada alasan formal bagi kantor merek untuk menolak pendaftaraan merek RE-TYPE.
Over Run, yaitu pembuatan barang-barang dengan merek asli oleh penerima lisensi melebihi jumlah yang diperkenankan dalam perjanjian lisensi selama
berlakunya perjanjian lisensi. Perbuatan ini tidak bisa dikategorikan sebagai pemalsuan merek. Tindakan yang dapat diambil oleh pemberi lisensi adalah
berdasarkan ketentuan-ketentuan pinalti yang terdapat didalam perjanjian lisensi, yang hampir sama dengan penjualan barang sisa ekspor untuk pasar lokal dengan
memakai merek asli seperti yang dipesan oleh buyer pembeli luar negeri, dimana biasanya produsen membuat lebih dari jumlah yang dipesan dan setelah diekspor
sisanya dijual di pasar domestik. Hal ini walau tidak dikehendaki oleh pemilik merek yang memesan barang-barang tersebut namun demikian perbuatan ini tidak dapat
dikategorikan sebagai counterfeiting. Pada dasarnya latar belakang terjadinya sengketa atas merek dagang terkenal
pada Pengadilan Niaga dikarenakan oleh 3 tiga hal, yakni: a.
Terdapatnya suatu merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu
untuk barang yang sejenis maupun tidak sejenis, sehingga dengan demikian pihak yang merasa hak atas merek yang dimilikinya atau hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepadanya yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu telah dilanggar dengan suatu itikad yang
tidak baik dengan bentuk peniruan atau penjiplakan, yang tentunya akan merugikan, membingungkan, mengacaukan, memperdaya atau menyesatkan
masyarakat atau khalayak ramai yang dalam hal ini adalah konsumen, tentang asal usul dan kualitas barang dan akhirnya tentu akan berimbas pada suatu
kerugian;
Universitas Sumatera Utara
b. Terdapatnya suatu merek terkenal yang tidak terdaftar di Kantor Merek Ditjen
HKI di Indonesia sehingga berpeluang didaftarkan oleh orangpihak lain atau badan hukum lain yang didasarkan atas itikad yang tidak baik; dan
c. Terjadinya ketidaktelitian dari badan pemeriksa merek dalam hal ini Ditjen
HKI atas suatu merek yang telah terdaftar, sehingga permohonan pendaftaran merek dagang terkenal oleh orangpihak lain atau badan hukum lain atas dasar
itikad yang tidak baik menjadi terkabulkan.
Selanjutnya bila berbicara mengenai sengketa merek dagang terkenal maka sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa suatu sengketa merek dagang
terkenal itu timbul karena adanya perbuatan-perbuatan melawan hukum dan persaingan usaha yang tidak sehat atau tidak jujur unfair competition. Timbulnya
hal tersebut dikarenakan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang pada umumnya semakin kompleks, termasuk bidang produksi barang atau jasa, yang
didalam pelaksanaannya produksi tersebut adakalanya terdapat hubungan hukum yang menimbulkan benturan kepentingan antara beberapa pihak terkait, sehingga
menimbulkan suatu sengketa. Perbuatan-perbuatan melawan hukum dan persaingan usaha yang tidak sehat atau tidak jujur tersebut dapat berupa peniruan, pemalsuan,
atau pemakaian merek tanpa hak terhadap merek-merek tertentu, serta tindakan- tindakan atau indikasi-indikasi lainnya yang dapat mengacaukan publik berkenaan
dengan sifat dan asal usul dari suatu merek. Peniruan merek dagang dapat digolongkan pada bentuk persaingan curang. Dalam praktek pemalsuan merek ini
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan motif dan alasan memperoleh keuntungan secara cepat dengan meniru merek-merek dagang terkenal
yang laris dipasaran, tidak mau menanggung resiko rugi dalam hal baru membuat suatu merek dagang baru menjadi terkenal karena selain biaya iklan dan promosi
Universitas Sumatera Utara
yang sangat besar, membutuhkan proses waktu yang lama untuk menjadi terkenal juga tidak perlu membayar biaya riset dan pengembangan. Selain itu tujuan dari
pemalsuan merek dagang adalah untuk menjual barang-barang atau jasa hasil suatu produksi dengan memanfaatkan ketenaran, nama baik jaminan mutu tentang sifat,
proses pembuatan keistimewaan, kegunaan atau jumlah dari barang-barang produksi lain.
B. Beberapa Masalah Yang Berhubungan Dengan Merek Dagang Terkenal 1.