18
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Hal ini disebabkan karena umumnya mereka adalah kelompok yang sering dan mudah terintimidasi sehingga sulit dalam mengemukakan pendapatnya.
9. Melakukan Kegiatan ”Orang Seperti Kita”
Beberapa kegiatan dalam modul pencegahan positif menggunakan perumpamaan “Orang Seperti Kita” maksudnya orang-orang lain yang sama terinfeksi HIV. Tujuannya adalah untuk
menimbulkan rasa empati di kalangan peserta dan lebih menggambarkan situasi yang nyata dalam kehidupan orang yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu penggunaan istilah “Orang
Seperti Kita” benar-benar harus menggambarkan orang yang sama terinfeksi HIV dan bukan iktif atau sepengetahuannya saja.
Kegiatan ‘Orang seperti kita” membuat orang yang terinfeksi HIV merasa dirinya sama dengan yang lain dan mendorong dia untuk berbicara tentang hal yang mempengaruhi kehidupannya
dalam suasana yang tidak terancam. Hal ini karena mereka tidak harus mengucapkan “Saya”, “Kamu” atau “Kita”.
Pada saat menggunakan kegiatan “Orang seperti kita”, sangatlah penting bagi peserta untuk bersikap realistis dan menghindar agar tidak terlalu berlebihan atau berpraduga. Misalnya
dengan kegiatan “Orang Seperti Kita” bagi perempuan lajang yang terinfeksi HIV masalah yang khas dihadapi perempuan lajang tersebut dalam komunitas seharusnya tercermin dan
bukannya suatu situasi yang direkayasa atau berlebihan.
Kendatipun demikian, ada manfaatnya juga memakai nama agar dalam aktivitas yang menggunakan “Orang Seperti Kita” terasa lebih realistis. Akan tetapi jangan memakai nama
yang sama seperti nama peserta atau nama seseorang yang mereka ketahui; jadi namanya boleh direkayasa selama masih realistis.
10. Menggunakan Gambar dan Kegiatan Bermain Peran
Sesi dalam modul-modul Pencegahan bagi Orang yang Terinfeksi HIV kadang-kadang menggunakan kegiatan yang mendorong peserta untuk menggambar atau melakukan
kegiatan bermain peran. Menggambar digunakan untuk menggambarkan situasi atau skenario, biasanya tentang “Orang Seperti Kita”, akan tetapi harus selalu INGAT bahwa:
• Kualitas gambar tidaklah penting, akan tetapi diskusi yang muncul dari gambar lebih
penting.
• Lebih ampuh bila semua anggota kelompok mendapat kesempatan menggambar
daripada satu orang yang dianggap sebagai ahli atau juru gambarnya. Hal ini mendorong adanya rasa memiliki atas gambar yang diciptakan serta informasi yang akan terkandung
di dalamnya.
Bermain peran mencakup orang untuk berlaga dalam suatu situasi atau skenario, biasanya tentang “Orang Seperti Kita” , dalam hal ini harus INGAT bahwa:
• Jangan memaksa seseorang untuk melakukan bermain peran akan tetapi mintalah
19
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
peserta yang mau secara sukarela.
• Kualitas berlaga tidaklah penting, akan tetapi diskusi yang dihasilkan dari bermain peran
lebih penting.
• Fasilitator sebaya harus memberi instruksi yang jelas tentang bagaimana berlaga dalam
bermain peran karena kalau tidak maka kegiatan bermain peran tidak akan menimbulkan persoalan yang diharapkan muncul untuk kemudian dapat didiskusikan.
• Bermain peran ampuh bila dilakukan dengan semangat dan kreativitas. Misalnya
fasilitator sebaya dapat mendorong peserta untuk menggunakan perlengkapan yang dibutuhkan seperti misalnya topi atau tas agar membuat bermain peran lebih terlihat
seperti sesungguhnya dan menarik.
• Bermain peran dapat mengingatkan seseorang akan pengalaman pahit yang pernah
dialaminya dalam kehidupan sesungguhnya. Oleh karena itu fasilitator sebaya harus sebelumnya bersiap-siaplah untuk memberi dukungan bila pemain peran secara emosi
sudah terlalu hanyut.
• Setelah melakukan bermain peran, ajaklah peserta untuk melihat kembali situasi diri
mereka sesungguhnya dan tekankan bahwa hal yang baru terjadi hanyalah suatu skenario di mana mereka memainkan suatu peran saja dalam kegiatan bermain peran.
Jelaskan kepada peserta bahwa sekarang mereka kembali ke situasi yang sesungguhnya. Bila peserta masih terlihat hanyut dengan masalah yang diperagakan, lakukanlah suatu
kegiatan yang membuat mereka tersentak kembali ke situasi nyata.
Dalam kenyataan ada beberapa orang yang tidak suka menggambar atau bermain peran. Bila hal ini muncul fasilitator sebaya dapat:
• Memberi semangat kepada mereka untuk mencobanya • Melakukan sebagian dari tugas tersebut. Fasilitator sebaya dapat memulainya dengan
memberi contoh menggambar kemudian meyakinkan bahwa hal tersebut tidak terlalu sulit untuk dilakukan, atau bersama fasilitator sebaya lainnya bermain peran kemudian
meminta peserta untuk memberi komentar.
• Bila perlu tanyakan apakah ada pilihan lain. Misalnya menceritakan suatu kisah tentang
suatu situasi atau mendiskusikan suatu kasus.
11. Menggunakan Ice-Breakers, Energizers dan Kegiatan Kerja Sama Tim