Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SD Negeri Gedongkiwo

70 pernyataan Peterson dan Deal Darmiyati Zuchdi, 2011:148, bahwa kepala sekolah, tim pengawal budaya sekolah dan karakter, guru, karyawan, siswa, dan orang tuawali siswa mempunyai peran tersendiri dalam pengembangan nilai-nilai karakter. Usaha yang dilakukan sekolah dalam mengembangkan nilai-nilai karakter, yaitu dengan menggunakan strategi-strategi pengembangan nilai karakter. Strategi yang digunakan sekolah adalah strategi pemanduan, penegakan disiplin, serta traith of the month. Strategi pemanduan berupa pemasangan slogan text lines, poster, maupun lainnya oleh sekolah. Peneliti menilai strategi pemanduan tersebut kurang maksimal dilaksanakan, karena hanya ada beberapa postersaja yang dipasang sekolah, yaitu budaya berbusana nasional pada hari tertertentu seperti hari ulang tahun kota Yogyakarta, kemudian posteryaitu kebersihan pangkal kesehatan, banyak baca ilmu, rajin pangkal pandai, aku pasti bisa, budaya malu baik untuk guru maupun untuk siswa dan jagalah kebersihan. Kemudian strategi penegakan kedisiplinan, bagaimana sekolah menerapkan kedisplinan dan pembiasaan rutin, yaitu dengan penanganan kasus bagi siswa yang bermasalah, dengan memberikan sanksi yang sepantasnya. Pembiasaan yang diterapkan sekolah, yaitu, semutlis sebelum pelajaran, dan sholat berjamaah. Strategi selanjutnya yang digunakan sekolah adalah strategi traith of the month yaitu sekolah menggunakan kepelatihan guru, penyampaian guru di dalam kelas, dan mengadakan extrakurikuler baik ekstra seni, keterampilan, maupun olah raga. Dari temuan diatas dapat diungkapkan bahwa SD Negeri 71 Gedongkiwo sudah menggunakan beberapa strategi pengembangan nilai karakter sesuai dengan strategi Muchlas Samani 2011:144, yakni pemanduan, pujian dan hadiah, definisikan dan latihkan, penegakan disiplin, serta traith of the month. Namun, sekolah tidak menggunakan strategi hadiah dalam pengembangan nilai karakter. SD Negeri Gedongkiwo sudah melakukan beberapa upaya dalam pengembangan nilai-nilai karakter, baik melaui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, pengondisian, dan ekstrakurikuler. Kegiatan rutin yang dilaksanakan sekolah meliputi upacara bendera pada hari senin, shalat berjamaah, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, piket kelas, doa dan motivator setiap sebelum Ujian Nasional bagi siswa kelas VI, dan sebagainya. Kegiatan spontan meliputi kegiatan di luar program sekolah. Kegiatan tersebut yaitu mengunjungi teman yang sedang terkena musibah sakit ataupun keluarganya yang meninggal. Mengikuti acara-acara nasional baik, memperingati hari tertentu, lomba sains, lomba olahraga, maupun acara kepramukaan seperti yang telah dijabarkan di atas. Selanjutnya kegiatan keteladanan dimana peneliti mengamati semua komponen sudah berusaha memodelkan diri sebagai komponen pendidik karakter, bagaimana bersikap di dalam kelas maupun luar kelas, kerapian berpakaian, kedisplinan guru, menaati tata tertib dan sebagainya. Kegiatan pengondisian yang sudah dilakukan sekolah meliputi kegiatan kebersihan yang membuat kondisi kelas maupun luar kelas menjadi rapi dan bersih, menyediakan tempat sampah yang cukup, serta kondisi toilet yang 72 bersih. Namun peneliti menemukan satu kelas yang selalu dalam keadaan kurang rapi dan kotor, yaitu kelas V. Dari pengakuan guru bahwa siswa kelas V merupakan kelas yang khusus, karena semua siswanya sulit untuk dikondisikan dalam menjaga kerapian dan kebersihan. Kondisi halaman luas, namun letaknya yang terlalu dekat dengan kuburan. Sehingga mengganggu konsentrasi belajar siswa ketika ada aroma yang tidak sedap. Sekolah juga sudah menawarkan kegiatan ekstrakurikuler kepada siswa. Ekstrakurikuler yang diadakan dalam usaha pengembangan siswa cukup banyak, antara lain seni musik dan drama, seni rupa, bulu tangkis, sepak bola, tenis meja, mading, dan membuat mainan tradisional. Dari hasil observasi, ada beberapa ekstra yang masih efektif dilaksanakan, yaitu seni musik, dan sepak bola. Sedangkan membuat mainan tradisional sudah tidak aktif lagi, dikarenakan guru pembimbing ekstra membuat mainan tradisional tidak ada. Dari temuan diatas dapat dikatakan bahwa sekolah sudah melakukan upaya- upaya pengembangan nilai karakter, sesuai dengan upaya-upaya yang disarankan Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan nasional Muchlas Samani, 2011:145-146, yaitu kegiatan rutin, spontan, keteladanan, pengondisian, dan ekstrakurikuler. Upaya-upaya sekolah tersebut masih ada beberapa kegiatan yang dalam pelaksanaannya kurang optimal, seperti kegiatan pengondisian dan ekstrakurikuler yang diadakan sekolah. Dimana kondisi halaman sekolah yang tidak jauh dengn kuburan, serta beberapa ekstrakurikuler yang tidak aktif lagi karena perlatan dan guru pembimbing yang tidak ada.