Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

52 Jawab dan lainnya. Mereka beranggapan bahwa semua nilai tersebut saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Ada satu guru mempunyai pendapat yang berbeda, guru tersebut berpendapat bahwa nilai religius adalah nilai yang harus dikembangkan pada peserta didik, karena nilai religus sudah mencakup nilai-nilai yang lain. Dalam praktik di lapangan, SD Negeri Gedongkiwo tidak mefokuskan atau mengutamakan nilai tertentu dalam pengembangan nilai karakter. Pengembangan nilai-nilai karakter SD Negeri Gedongkiwo mengedepankan nilai-nilai yang sesuai dengan visi misi sekolah yaitu iman dan taqwa, Imtaq, serta nilai-nilai yang membuat peserta didik dapat dipercaya oleh masyarakat. Dalam pengembangan nilai-nilai tersebut tidak dijabarkan secara khusus dalam kegiatan sekolah. Nilai-nilai tersebut dijabarkan di dalam kurikulum sekolah. a. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. c. Toleransi: Sikap atau tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pernyataan, sikap, tindakan, orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku taat dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 53 e. Kerja keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif: Berfikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki. g. Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelasaikan tugas-tugas. h. Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain. i. Rasa ingin tahu: Sikap atau tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. j. Semangat kebangsaan: Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompok. k. Cinta tanah air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan, fisik, sosial, budaya, dan politik bangsa. Nilai-nilai di atas tidak secara khusus masuk dalam satu kegiatan tertentu, namun dalam proses pengembangannya nilai-nilai tersebut diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran dengan mencantumkan nilai-nilai yang dikembangkan dalam RPP dan silabus oleh setiap guru kelas. Apabila mengacu pada silabus dan RPP yang digunakan guru, maka nilai-nilai karakter yang dikembangkan 54 antara lain adalah nilai disiplin, tanggung Jawab, mandiri, toleransi, percaya diri, jujur dan peduli. Nilai-nilai tersebut dicantumkan ke dalam silabus dan RPP. Sesuai dengan pengamatan peneliti dari kelas I sampai V, pelaksanaanya di lapangan, kepala sekolah dan guru kelas tidak mefokuskan pada nilai tertentu, berbeda dengan pendapat di atas. Beberapa guru kelas mengakui bahwa tidak ada nilai khusus yang dikembangkan di dalam kelas, semua guru dalam mengembangkan nilai karakter di sesuaikan dengan kondisi dan keadaan siswa, serta materi yang disampaikan. 3. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar. a. Komponen-komponen yang berperan dalam pendidikan karakter di sekolah. Dalam mewujudkan budaya sekolah yang berbasis karakter, maka perlu adanya peran dari masing-masing komponen sekolah. Komponen-komponen sekolah tersebut antara lain adalah kepala sekolah, guru, siswa, serta tim pengawal budaya sekolah dan karakter. Dari hasil pengamatan, wawancara, serta dokumentasi, peneliti mendapatkan data tentang peran kepala sekolah, guru kelas, guru bidang studi, karyawan, serta siswa dalam pembentukan karakter. Sekolah belum membentuk tim pengawal budaya sekolah dan karakter, bahkan komponen sekolah lainnya yaitu kepala sekolah dan guru tidak mengetahui tentang adanya tim tersebut dalam usaha pengembangan karakter sekolah. Kepala sekolah dan beberapa guru mengungkapkan bahwa yang sangat berperan dalam pengembangan karakter adalah semua komponen sekolah, yaitu kepala sekolah, guru kelas, guru bidang studi, karyawan, siswa, dan orang tua siswa. 55 Setiap komponen harus saling mendukung terlaksananya pendidikan karakter yang tepat, tidak dapat berdiri sendiri dan harus secara berkesinambungan. Salah satu guru mengungkapkan bahwa guru kelas merupakan komponen yang paling utama dalam pengembangan nilai karakter, karena guru sebagai komponen sekolah secara berkelanjutan menghadapi siswa secara terus menerus. Dari hasil pengamatan, peneliti memperoleh data bahwa kepala sekolah sudah menjalankan perannya dalam pengembangan nilai karakter. Kepala sekolah melakukan motivasi terhadap komponen sekolah yang lain dengan mengadakan kegiatan pengembangan keterampilan guru, evaluasi kegiatan belajar siswa dalam rapat rutin, serta menjadikan diri sebagai model karakter bagi seluruh komponen sekolah yang lain. Guru juga sudah menjalankan perannya dengan memasukkan nilai karakter dalam proses pembelajaran, serta pembiasaan karakter di kelas. Hanya saja pembiasaan karakter yang dilakukan masih kurang maksimal dan belum secara khusus. Guru cenderung secara spontanitas dalam pengembangan nilai karakter. Guru juga sudah memberikan motivasi kepada siswa, agar siswa selalu berbuat baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam proses pembelajaran, guru sudah memasukkan nilai-nilai karakter ke dalam silabus dan RPP yang digunakan. Dari hasil pengamatan, semua siswa SD Negeri Gedongkiwo sudah aktif mengikuti proses pembelajaran dan kegiatan pengembangan karakter yang diadakan sekolah, seperti pembiasaan karakter di dalam kelas, kegiatan luar pengajaran, ekstrakurikuler, kepramukaan, karate ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh luar sekolah. Pelaksanaan kegiatan luar pengajaran atau 56 ekstrakurikuler kurang maksimal. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut antara lain seni musik, tenis meja, sepak bola, serta karate. Ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang kurang diperhatikan oleh sekolah, baik fasilitas penunjang seperti, bola kaki, dan peralatan musik, maupun dalam proses pelaksanaannya. Sedangkan, budaya hidup bersih yang dikembangkan sekolah, sudah diikuti oleh para siswa. Dalam pelaksanaan budaya hidup bersih, terlihat siswa membuang sampah pada tempat sampah yang di sediakan sekolah, melakukan kegiatan bersih sekitar, sebelum pelajaran di mulai, dan melaksanakan piket kelas. Namun, masih ada juga beberapa siswa membuang sampah sembarangan Dari seluruh siswa kelas I-VI SD Negeri Gedongkiwo, ada satu kelas yang menjadi catatan peneliti yaitu kelas V B. Sesuai pengamatan , hampir semua siswa kelas V B kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas maupun dalam pembiasaan yang diadakanoleh guru kelas. Siswa-siswa tersebut sering bertingkah laku dan bicara tidak sopan, baik terhadap guru maupun dengan orang lain, seperti ketika siswa ditunjuk untuk piket kelas dan ketika ditunjuk menjawab pertanyaan guru, siswa menolak dan menjawab perintah guru dengan kata yang tidak sopan, siswa trsebut menjawab,”bukan saya yang piket bu,ibu suruh aja teman-teman yang lain atau ibu aja yang menyapu. Hal-hal tersebut diperkuat dari pernyataan para guru, bahwa kelas V B merupakan kelas khusus yang perlu diperhatikan oleh semua komponen sekolah. Oleh karena itu, peran komponen sekolah seperti kepala sekolah, guru kelas, serta guru lainnya sangat penting dalam mengatasi masalah tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan masih belum membentuk karakter yang baik 57 pada siswa tersebut. Bahkan, guru kelas V B merasa kesulitan dalam membudayakan karakter di kelas tersebut.

b. Bentuk pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah:

Dari hasil wawancara, kepala sekolah dan guru kelas mengungkapkan bahwa pelaksanaan yang dilakukan sekolah, mengacu pada kurikulum sekolah yaitu dengan model penyampaian terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dengan mengadakan kegiatan-kagiatan penunjang karakter, baik mengadakan pembiasaan karakter ataupun secara spontanitas di dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan hasil pengamatan dokumen, dan wawancara, sudah banyak kegiatan penunjang karakter yang diadakan oleh sekolah. Seperti mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan diluar sekolah. Kegiatan tersebut antara lain adalah upacara penurunan bendera peringatan HUT RI, upacara hari jadi kota Yogyakarta dengan berbusana Nasional. Semua kegiatan-kegiatan di atas melibatkan seluruh komponen sekolah, baik semua siswa, guru kelas, maupun kepala sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut diadakan sebagai penunjang pembentukan pelaksanaan pendidikan karakter dengan mengembangkan kedisiplinan siswa, religius, kreativitas, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dll. Dari semua kegiatan yang diadakan oleh sekolah di atas, ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang sudah tidak aktif yaitu, membuat mainan tradisional, serta tenis meja. Dikarenakan sarana prasarana penunjang kegiatan tersebut sudah tidak ada. 58

c. Strategi dan metodologi pendidikan karakter

Dari hasil observasi dan dokumentasi terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah terlaksana yang dijabarkan di atas, di peroleh data bahwa sekolah menggunakan strategi pelaksanaan pendidikan karakter pemanduan cheerleading, penegakkan disiplin forced-formality, serta perangai bulan ini truth of the month. Sekolah menggunakan strategi pemanduan dengan memasang text lines nilai karakter yaitu wajib berbusana nasional pada hari tertentu, dan jagalah kebersihan. Adapun poster yang dipasang di bebrapa dinding sekolah yaitu kebersihan pangkal kesehatan, banyak baca banyak ilmu, rajin pangkal pandai, dan ada beberapa point budaya malu untuk guru yaitu, 1. Aku malu datang terlambat 2. Aku malu pulang lebih awal 3. Aku malu datng tidak masuk kerja 4. Aku malu terlalu sering minta izin 5. Aku malu berpakaian tidak sesuai aturan 6. Aku malu tidak mempunyai program 7. Aku malu pekerjaan terbengkelai 8. Aku malu bekerja tanpa pertanggung jawaban 9. Aku malu bila tempat kerja kotor 10. Aku malu tidak bertatakrama dan sopan santun Sedangkan poster untuk siswa adalah 1. Saya malu bila datang terlambat 2. Saya malu bila tidak berpakaian rapi 59 3. Saya malu bila buang sampah sembarangan 4. Saya malu bila sering tidak masuk tanpa alasan 5. Saya malu bila tidak disiplin 6. Saya malu bila tidak mengerjakan tugas 7. Saya malu bila tidak naik kelas 8. Saya malu bila pulang lebih cepat 9. Saya malu bila sekolah kotor 10. Saya malu bila selalu meminta bantuan orang lain Strategi belum maksimal diterapkan oleh sekolah, karena masih sedikit poster yang di pasang dan belum adanya poster atau slogan nilai karakter yang dipasang. Sekolah juga menggunakan strategi penegakan disiplin dengan mengadakan tata tertib dan peraturan sekolah. Sekolah memberikan sanksi bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah. Sanksi tersebut disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan siswa. Dan ada pembiasaan rutin yang diadakan sekolah yaitu semutlis, sholat dhuhur berjemaah dan berbusana nasional ketika hari tertentu seperti hari ULTAH kota Yogyakarta. Apabila dilihat dari kurikulum, model penyampaian pendidikan karakter yang digunakan SD Negeri Gedongkiwo adalah model terintegrasi pada setiap mata pelajaran. Namun, apabila dilihat dari hasil pengamatan dan kegiatan- kegiatan yang terlaksana maka sekolah juga menggunakan model diluar pengajaran. Peneliti menyimpulkan bahwa SD Negeri Gedongkiwo, sebenarnya menggunakan model gabungan dalam penyampaian pendidikan karakter, yaitu menggunakan gabungan antara model terintegrasi pada setiap mata pelajaran 60 dengan model luar pengajaran. Dari hasil penelitian tentang pelaksanaan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo, diperoleh hasil bahwa dalam proses pembelajaran di dalam kelas, sekolah menggunakan kurikulum sebagai pedoman guru dalam mengembangkan nilai-nilai karakter di dalam kelas. Guru dalam mengembangkan nilai-nilai karakter tersebut, dengan menyesuaikan materi yang akan di sampaikan, serta nilai-nilai tersebut sudah tercantum ke dalam silabus dan RPP yang digunakan. Guru juga sudah menerapkan suatu kebiasaan karakter tertentu di dalam proses pembelajaran, kebiasaan tersebut disesuaikan nilai yang akan dikembangkan oleh guru. Sesuai hasil pengamatan dan wawancara tentang pelaksanaan pendidikan karakter di kelas, peneliti mendapatkan hasil data tentang pelaksanaan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, silabus dan RPP yang digunakan, serta metode yang digunakan. 1 Bentuk pelaksanaan pendidikan karakter di kelas : Dari hasil wawancara dan pengamatan, dikatakan bahwa dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru sudah mengembangkan nilai karakter, baik dengan kegiatan pembiasaan karakter ataupun dengan cara spontanitas. Hasil-hasil yang diperoleh peneliti dari proses pembelajaran kelas I-VI antara lain sebagai berikut: a Kelas I Setiap memulai pelajaran, semua siswa kelas I dibiasakan untuk selalu berdoa bersama terlebih dahulu, guru selalu membetulkan sikap berdoa siswa dengan benar. Guru juga selalu melakukan motivasi terhadap siswa untuk selalu bertingkah laku sopan, baik, serta rapi. Guru selalu 61 mengutamakan nilai kejujuran kepada siswa, seperti saat guru menanyakan siapa yang tidak mengerjakan PR, siswa yang tidak mengerjakan PR dengan jujur mengakuinya. Siswa juga terlihat sopan, seperti ketika siswa pergi ke kamar mandi, siswa selalu minta izin kepada guru kelas. Nilai yang dibentuk di kelas I lebih pada nilai sopan santun, untuk nilai-nilai lainnya terintegrasi pada setiap mata pelajaran. Pengembangan nilai karakter yang dilakukan guru cenderung secara spontanitas. Hasil pengamatan dalam mata pelajaran Hj “apakah ada PR”Selasa, 18 Oktober 2016 Hj “jangan lihat kiri kanan,kalau gak bisa langsung tanyakan sama ibu aja, belum tentu punya teman itu benar”Selasa, 18 Oktober 2016 b Kelas II Dalam proses pembelajaran di kelas II, guru melakukannya sama dengan guru lainnya yaitu disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Pelaksanaanya terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Kebiasaan karakter di kelas II yaitu dengan kebiasaan berdoa bersama sebelum pelajaran di mulai. Guru secara interaktif, membiasakan siswa untuk berani melakukan hal positif, antara lain keberanian memimpin berdoa, mengerjakan soal di depan kelas, dll. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan, tidak ada nilai khusus yang dikembangkan. c Kelas III Dalam proses pembelajaran yang dilakukan kelas III, secara umum sama dengan kelas lainnya yaitu terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Secara khusus, kelas III mengembangkan kebiasaan selalu mengucapkan salam, dan 62 minta izin ketika mau keluar kelas. Siswa kelas III terlihat tidak ada kesenjangan gender di dalam kelas, karena guru selalu merotasi tempat duduk siswa secara heterogen. d Kelas IV Dalam proses pembelajaran, guru kelas IV sering mengajar menggunakan metode ceramah, guru jarang menggunakan metode-metode tertentu. Di perkuat dari hasil wawancara terhadap siswa kelas IV, siswa mengaku bahwa guru sering mengajar dengan menggunakan metode ceramah. Namun dari hasil pengamatan, siswa terlihat aktif dan patuh mendengarkan materi apa yang disampaikan guru, walaupun guru hanya menggunakan metode ceramah. e Kelas V Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data bahwa dalam proses pembelajaran, semua siswa kelas V sangat sulit dikondisikan oleh guru. Siswa terlihat tidak aktif dalam mengikuti pelajaran, dan cenderung gaduh sendiri serta asik bermain dengan temannya, bahkan ketika guru bertanya siapa yang tidak mengerjakan tugasnya, beberapa siswa menjawab dengan menyebut nama temannya dikelas lain. Peneliti pun mengamati ada dua orang siswa yang hampir bertengkar karena teman yang satunya yaitu Ag tidak mau diajak bermain bola dan Ar meminta agar Ag tidak berteman dengan Ar. Guru kelas sulit untuk menangani siswanya tersebut, karena ketika ditegur seakan-akan siswanya mengabaikannya bahkan cenderung melawan. 63 Ketika peneliti menanyakan kepada beberapa siswa, terkait kelakuan siswa tersebut tentang perkatan kasar terhadap guru kelas, siswa tersebut mengaku bahwa” aku enggak suka sama gurunya, gurunya tidak baik. coba mas, kalau tidak ada mas disini, pasti siswa yang laki- laki didiamkan”. Dari hasil pengamatan pada guru yang berbeda, siswa terlihat tetap gaduh, namun tidak segaduh dengan guru kelas sebelumnya. Ketika peneliti menanyakan pada guru lainnya, tentang keadaan siswa kelas V, kebanyakan guru mengungkapkan bahwa memang kelas V siswanya nakal-nakal dan sulit untuk dikondisikan kelakuan siswa kelas V itu masih terbiasa dikelas IV, soalnya mereka waktu dikelas IV gurunya kurang tegas dan sering tidak masuk. Oleh karena itu, dengan kondisi seperti itu, terlihat guru kelas kesulitan menanamkan nilai-nilai karakter. f Kelas VI Untuk kelas VI, peneliti hanya sedikit memperoleh data, dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mengamati dalam proses pembelajarannya. Sekolah tidak mengizinkan peneliti untuk mengamati proses pembelajarannya, karena siswa kelas VI difokuskan pada materi-materi yang berkaitan dengan ujian. Namun, dari pengakuan guru kelas VI, bahwa dalam pelaksanaanya terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, sesuai dengan kurikulum sekolah. 2 Penggunaan sarana dan prasarana penunjang pendidikan karakter: Dari hasil dokumentasi dan observasi, semua guru sudah menggunaan RPP dan silabus yang di dalamnya memuat nilai-nilai karakter sebagai nilai 64 yang diharapkan. Namun, nilai-nilai karakter yang dicantumkan tersebut, belum mampu diimplementasikan secara terperinci oleh masing-masing guru. Seolah, guru hanya mencantumkan nilai-nilai karakter tersebut sebagai formalitas dalam melaksanakan pendidikan karakter sesuai peraturan dari dinas pendidikan. Nilai-nilai yang dicantumkan di dalam RPP dan silabus cenderung sama RPP dan silabus dengan sebelumnya. Nilai-nilai yang tercantum tersebut antara lain adalah nilai kedisiplinan, tanggung Jawab, ketelitian, kerjasama, toleransi, percaya diri, keberanian. Nilai-nilai tersebut selalu dicantumkan dalam silabus dan RPP yang digunakan guru kelas pada setiap mata pelajaran yang berbeda, seakan-akan dalam pencantuman nilai-nilai karakter, guru hanya copy paste dari silabus dan RPP sebelumnya. Dari hasil wawancara, guru tidak dapat menjabarkan nilai-nilai tersebut secara terperinci dalam proses pembelajaran, bahkan terlihat dalam pelaksanaannya cenderung spontanitas sesuai dengan kondisi dan situasi yang ditemukan guru pada saat itu. 3 Metode yang digunakan : Dari hasil wawancara dan pengamatan, kepala sekolah dan guru sudah menggunakan metode-metode pengembangan nilai karakter dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, dan karakteristik siswa. Metode yang sering digunakan kepala sekolah dan guru kelas berbeda-beda, antara lain metode interaktif, diskusi, kontekstual, serta metode bermain peran. Kepala sekolah juga sebagai guru mata pelajaran PKn kelas tinggi sering menggunakan metode kerja kelompok, diskusi, bermain peran, dan kontekstual 65 dalam penyampaian materinya. Kepala sekolah mempunyai alasan bahwa dengan model bervariasi tersebut, proses pembelajaran akan menjadi tidak monoton, dan akan membuat siswa lebih banyak mengembangkan berbagai nilai-nilai karakter secara nyata. Guru kelas sudah mengembangkan nilai-nilai karakter dengan menggunakan metode-metode tertentu dan berbeda-beda, metode yang digunakan disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Beberapa guru sering menggunakan metode diskusi kelompok, bermain peran, kontekstual, serta interaktif, alasan guru adalah agar siswa lebih aktif dan mampu memahami materi ataupun nilai karakter yang disampaikan. Namun, ada juga guru yang hanya selalu menggunakan metode ceramah dalam praktiknya.

d. Dampak atau hasil dari pendidikan karakter untuk peserta didik

Dari hasil wawancara dan pengamatan, kepala sekolah dan guru mengungkapkan bahwa dampak yang diharapkan dari adanya pelaksanaan pendidikan karakter adalah agar terciptanya peserta didik yang memiliki kepribadian yang baik, jujur, taat kepada aturan, bertaqwa kepada Tuhan serta terampil. Melalui proses pendidikan karakter, siswa mampu memiliki karakter yang kuat dalam membangun bangsa dan negara. Sesuai dari hasil pengamatan, dampaknya terlihat secara proses yang dilakukan, bagaimana siswa secara aktif mengikuti kegiatan-kagiatan yang diadakan sekolah baik dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Siswa juga sudah mulai membiasakan diri menggunakan bahasa yang sopan baik dengan teman maupun guru. Pengembangan nilai kejujuran juga sudah mulai terbentuk, 66 bagaimana siswa mengakui dengan jujur apabila tidak mengerjakan PR, serta ketika melakukan perbuatan yang tidak baik.

C. Pembahasan

1. Pemahaman kepala sekolah dan guru tentang pendidikan karakter

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas di SD Negeri Gedongkiwo diperoleh data bahwa, kepala sekolah dan guru secara teoritis mempunyai pemahaman yang hampir sama mengenai pendidikan karakter. Kepala sekolah memahami pendidikan karakter sebagai pembentukan nilai kepribadian bangsa yang dapat direalisasikan di kehidupan sehari-hari. Sedangkan guru kelas memahami pendidikan karakter sebagai pembentukan watak, sikap, sifat, serta budi pekerti, menjdi pribadi yang lebih baik, moral, dan bertingkah laku untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan aturan yang berlaku baik disekolah dan masyarakat. Temuan di atas menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru sudah memahami pengertian pendidikan karakter, bahwa pendidikan karakter merupakan pembentukan sikap atau watak yang dapat direalisasikan di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan aturan berlaku baik disekolah dan di masyarakat. Pemahaman kepala sekolah dan guru di atas hampir sama dengan pemahaman Zubaedi 2011:17, yang menyatakan bahwa pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, 67 diwujudkan dengan interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan lingkungannya.

2. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SD Negeri Gedongkiwo

SD Negeri Gedongkiwo sendiri telah menjabarkan nilai-nilai karakter, dengan mencantumkannya ke dalam kurikulum sekolah. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah nilai religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Nilai-nilai yang dijabarkan tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dikemukakan Said Hamid Hasan Zubaedi, 2011:74 dan Soekamto Masnur Muslich, 2011:79,yakni nilai religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabatkomunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut dianggap penting dalam pembentukan sikap atau karakter siswa, karena semua kegiatan yang diadakan sekolah dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran mengandung nilai-nilai yang teridentifikasi dari empat sumber, yang kemudian nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kurikulum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Said Hamid Hasan Zubaedi, 2011:74, bahwa nilai-nilai dalam kurikulum sekolah harusnya teridentifikasi dari empat sumber, yakni agama, pancasila, budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional. Bentuk pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan SD Negeri Gedongkiwo, dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah peran masing-masing komponen sekolah, strategi yang digunakan, 68 upaya yang dilakukan, serta model dan metode yang digunakan. Aspek-aspek tersebut menunjukkan upaya yang dilakukan sekolah dalam pengembangan nilai karakter, karena hal tersebut akan mempengaruhi hasil yang ingin dicapai oleh sekolah dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi menunjukkan bahwa semua komponen SD Negeri Gedongkiwo, antara lain kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua mempunyai peran masing-masing dalam mengembangkan nilai-nilai karakter. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepala sekolah sudah menjalankan perannya dalam pengembangan nilai karakter. Kepala sekolah sudah melakukan motivasi terhadap komponen sekolah yang lain dengan mengadakan kegiatan pengembangan keterampilan guru, evaluasi kegiatan belajar siswa dalam rapat rutin, serta menjadikan diri sebagai model karakter bagi seluruh komponen sekolah yang lain. Guru juga sudah menjalankan perannya dengan memasukkan nilai karakter dalam proses pembelajaran, serta pembiasaan karakter di kelas. Hanya saja pembiasaan karakter yang dilakukan masih kurang maksimal dan belum secara khusus. Guru cenderung secara spontanitas dalam pengembangan nilai karakter. Guru juga sudah memberikan motivasi kepada siswa, agar siswa selalu berbuat baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam proses pembelajaran, guru sudah memasukkan nilai-nilai karakter ke dalam silabus dan RPP yang digunakan. 69

3. Pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta

Siswa SD Negeri Gedongkiwo juga sudah aktif mengikuti proses pembelajaran dan kegiatan pengembangan karakter yang diadakan sekolah. Kegiatan tersebut antara lain pembiasaan karakter di dalam kelas, kegiatan luar pengajaran, ekstrakurikuler, kepramukaan, ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh luar sekolah. Sekolah juga sudah mengupayakan agar orang tuawali siswa ikut serta dalam pengembangan nilai karakter. Upaya tersebut agar orang tuawali siswa mampu meneruskan pembentukkan karakter yang sudah dikembangkan di sekolah untuk dapat dilanjutkan di lingkungan rumah. Upaya yang dilakukan sekolah dengan cara memotivasi orang tuawali siswa dalam rapat yang diadakan sekolah, dan penanganan bersama permasalahan siswa. Apabila ada siswa yang bermasalah, pihak sekolah menghubungi pihak keluarga untuk mengatasi bersama-sama dengan sekolah. Sekolah dan orang tuawali siswa bersama-sama menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan mengembangkan nilai-nilai karakter secara berkelanjutan. Ada satu komponen sekolah yang dianjurkan Peterson dan Deal Darmiyati Zuchdi, 2011:148 yang tidak ada di SD Negeri Gedongkiwo, yaitu tim pengawal budaya sekolah dan karakter. SD Negeri Gedongkiwo belum membentuk tim pengawal budaya sekolah dan karakter, karena pihak sekolah kurang paham tentang adanya tim tersebut. Dari temuan di atas dapat dikatakan bahwa komponen-komponen sekolah sudah melakukan perannya masing- masing. Peran yang dilakukan komponen sekolah tersebut sesuai dengan