45
Dari uraian tersebut diatas maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
3.2. Manajemen Agribisnis Agri-silvikultur
Agribisnis berasal dari kata agriculture pertanian dan business usaha. Jadi, agribisnis adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang berhubungan dengan pertanian dalam arti luas, yaitu usaha yang ditunjang oleh
kegiatan petani Soekartawi, 1994. PERHUTANI
KERUSAKAN HUTAN DAN LINGKUNGAN
PESANGGEM DAN KELUARGANYA
KEGIATAN AGRI-SILVIKULTUR DALAM UPAYA PENGEMBALIAN FUNGSI HUTAN DAN LAHAN
DAMPAK KEGIATAN AGRI-SILVIKULTUR
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRI-SILVIKULTUR
SINERGI
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
46
Konsep agribisnis melepaskan diri dari paradigma lama tentang pengertian pertanian “tradisional” dan konvensional yang selama ini dianut. Pengertian
pertanian tidak hanya dipandang sebagai suatu kegiatan on farm semata, akan tetapi mencakup berbagai subsistem dalam keseluruhan sistem, yang disebut
agribisnis. Agribisnis bukanlah sekedar bertujuan untuk membuat kegiatan pertanian menjadi berdaya saing saja akan tetapi lebih penting dari itu, yaitu
dapat menciptakan petani untuk lebih produktif dan sejahtera. Sistem agribisnis adalah salah satu subsistem yang bersama-sama
subsistem lain membentuk sistem agribisnis. Sistem agribisnis terdiri dari subsistem input agroindustri hulu, usahatani pertanian, out put agroindustri
hilir, pemasaran dan penunjang Masyhuri, 1994. Agribisnis merupakan semua kegiatan yang terlibat aliran sistem komoditas dari masukan usahatani, usahatani
dan pemrosesan, penyebaran, penyimpanan, penjualan komoditas tersebut kepada konsumen akhir. Secara garis besar agribisnis dapat dibagi menjadi sektor
masukan pertanian, sektor produksi pertanian dan sektor keluaran pertanian Masyhuri,1992.
Pengembangan agribisnis telah banyak diulas oleh para pakar ekonomi dan pakar agribisnis pertanian, serta telah banyak kebijaksanaan pemerintah yang
ditujukan untuk mempercepat laju perkembangan agribisnis. Namun pada realisasinya usaha-usaha tersebut belum mampu memenuhi sasaran yang
diharapkan oleh masyarakat agribisnis Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
47
Agribisnis sebagai mega sektor Saragih dan Murthi, 1989 terdiri atas 4 empat sub-sektor, yaitu 1 sub sektor agribisnis hulu up-stream agribisness,
merupakan kegiatan yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer, termasuk didalamnya agroindustri hulu seperti : industri pembenihanpembibitan,
industri obat-obatan pertanian, industri pupuk, industri alat-alat mesin pertanian; 2 sub-sektor on farm agribusness atau usahatani, yang merupakan kegiatan
dengan menggunakan sarana produksi untuk menghasilkan komoditas pertanian primer; 3 sub-sektor agribisnis hilir down stream agribusness, merupakan
kegiatan yang mengolah komoditas pertanian primer produk akhir finish product, dan 4 sub-sektor jasa penunjang agrbisnis, merupakan kegiatan yang
menyediakan jasa-jasa penunjang dan dibutuhkan agribisnis, seperti : asuransi, transportasi,
infrastruktur, penelitian
pengembangan, perguruan
tinggi, komunikasi dan kebijakan pemerintah, baik ditingkat makro, regional maupun
mikro. Agribisnis menurut Soedirman 1994, merupakan kesatuan sistem usaha
di bidang pertanian yang tersusun atas beberapa komponen yang merupakan jaringan terpadu. Sistem agribisnis terdiri dari empat subsistem yang langsung
terkait dengan penanganan proses tehnik, fisik dan jasa yaitu : Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumber
daya pertanian, mencakup didalamnya aspek-aspek perencanaan, mekanisme, tataniaga dan kebijakan harga sejak dari memproduksi masukan input sampai
pada petani, aspek dari rangkaian tersebut bermuara pada tempat kualitas dan tempat kuantitas.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
48
Subsistem produksi pertanian atau usahatani merupakan suatu kegiatan pemanfaatan beberapa sumber daya untuk memperoleh keuntungan yang
berkenaan dengan perencanaan lokasi, pola usaha komoditas, teknologi, budidaya dan keluaran terkait dalam permintaan.
Subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian merupakan salah satu cabang dari industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian yang
mencakup aspek-aspek perencanaan dalam proses peningkatan kualitas dalam pengertian lebih luas.
Subsistem pemasaran hasil-hasil pertanian merupakan subsistem tentang perencanaan pengembangan pasar, baik produksi pertanian maupun agroindustri
dalam lingkup domestik maupun luar negeri. Dengan demikian masuk di dalamnya pemantauan terhadap persoalan perubahan perilaku dan segala pasar
yang semakin cepat sehingga sangat sulit diantisipasi, pengembangannya. Strategi perdagangan dengan peningkatan peranan market intellgence dalam aspek-aspek
pemasaran atau perdagangan internasional, terutama berkaitan dengan sigmentasi pasar, perubahan selera konsumen maupun kondisi produksi negara-negara lain.
Agribisnis menurut Downey dan Ericson 1989, dapat dibagi menjadi tiga subsektor yang saling tergantung secara ekonomi, yaitu sektor masukan input,
produksi farm dan sektor keluaran out put. Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para petani untuk dapat memproduksi hasil tanaman termasuk
di dalamnya adalah bibit, pupuk, mesin atau teknologi pertanian, bahan pakan ternak, bahan kimia dan banyak pembekalan yang lainnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
49
Pembangunan agribisnis perlu ditempatkan bukan hanya sebagai pendekatan baru pembangunan pertanian, tetapi lebih dari itu pembangunan
agribisnis perlu dijadikan sebagai penggerak utama grand strategy pembangunan
ekonomi Indonesia secara keseluruhan agribusiness-led
development. Dalam
rangka membangunan
perekonomian Indonesia
melalui pembangunan agribisnis ke depan dihadapkan pada dua tantangan besar yang
perlu terakomodasikan dalam pembangunan sistem agribisnis. Pertama, liberalisasi perdagangan internasional yang membuka persaingan yang makin
ketat, memerlukan peningkatan kemampuan bersaing. Kedua, pelaksanaan otonomi daerah yang di dalamnya menyangkut pengurangan peranan langsung
pemerintah pusat dan desentralisasi pembangunan, dan lain-lain menjadi hal yang sangat penting diakomodasikan dalam pembangunan sistem agribisnis.
Dalam pembangunan nasional mendatang, pengembangan agribisnis dirasakan dalam Soekartawi 2002, penting karena :
1. Prospek pasar dalam negeri cukup besar kenaikan pendapatan dan
perkembangan penduduk. 2.
Meningkatkan nilai tambah sektor pertanian agar produktivitas sektor pertanian meningkat sehingga sektor pertanian tidak tertinggal dengan sektor
lainnya. 3.
Sebagai “leading sector” memenuhi empat kriteria dalam memecahkan masalah pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan yaitu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
50
memanfaatkan bahan produksi setempat resourcebase, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan nilai tambah, dan penerimaan devisa.
4. Pengembangan agribisnis di Indonesia didukung oleh agroklimat dan
kondisi lahan yang cukup subur, prasarana, dan kemauan pemerintah dalam pengembangan sektor pertanian.
Berbagai alternatif kebijakan pemerintah untuk menempuh agar sektor agribisnis dapat dikembangkan dengan baik menurut PERHEPI 1989 dalam
Soekartawi 2003, yaitu antara lain : 1.
Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan petani untuk berusahatani secara efisien.
2. Menyebarluaskan informasi pasar dan peluang pasar.
3. Menetapkan standarisasi untuk produksi pertanian secara tegas dan
dimengerti oleh semua pihak. 4.
Mengembangkan kelembagaan berdasarkan keinginan petani dan bukan berdasarkan keinginan yang dirasakan oleh birokrasi, dan
5. Konsolidasi kelembagaan pemasaran dan pengembangan market-intellegent.
Sedangkan menurut Soekartawi 2002, di dalam kebijakan yang dapat ditempuh agar agribisnis dapat dikembangkan dengan baik, yaitu antara lain :
1. Perlunya pemahaman tentang hukum dan peraturan yang merupakan suatu
kesepakatan dalam mengatur perdagangan internasional. 2.
Perlunya pengembangan produksi yang efisien dengan bertumpu pada keunggulan komparatif yang dimiliki masing-masing daerah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
51
3. Perlunya menentukan kebijakan pengembangan sumber daya manusia yang
tepat dan sesuai dengan tuntutan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif yang diinginkan.
4. Pengembangan agribisnis juga tidak terlepas dari pengembangan di bidang
kelembagaan yang akan menentukan pola pembinaan dan pemanfaatan secara maksimal segala bentuk kelembagaan yang berhubungan secara
langsung atau tidak langsung. Dalam
kontek pengembangan
agribisnis Simatupang
1995 mengemukakan bahwa struktur agribisnis yang bersifat dualistik menyebabkan
munculnya masalah tranmisi pass trough problem, yang mencakup empat aspek strategis : 1 Terjadinya transmisi harga yang tidak simetris, penurunan harga
ditransmisikan dengan cepat dan sempurna ke petani, sedangkan kenaikan harga ditransmisikan dengan lambat dan tidak sempurna; 2 Informasi pasar, termasuk
preferensi konsumen, ditahan dan bahkan dijadikan alat untuk memperkuat posisi monopsonistik oligopsonistik atau monopolistik oligopolistik oleh agribisnis
hilir; 3 ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh agribisnis hilir tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu petani; dan 4 Modal investasi yang relatif
lebih banyak dimiliki oleh agribisnis hilir tidak disalurkan dengan baik dan bahkan cenderung digunakan untuk mengeksploitasi agribisnis hulu. Kondisi di
atas merupakan beberapa argumen sulitnya mengikutsertakan pelaku agribisnis yang telah mapan dalam kelembagaan petani.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
52
Gambar 2. Pendekatan Sistem Manajemen Agribisnis
3.3. Kelayakan Usaha Agribisnis Agri-Silvikultur