12
merupakan salah satu bagian dari sistem pengelolaan kawasan konservasi, khususnya Taman Nasional yang tidak bisa ditinggalkan karena perkembangan
permasalahan yang terjadi di dalam pengelolaan kawasan menuntut adanya kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan masyarakat lokal dan 2
Kemitraan harus dibangun bersama melalui proses tukar informasi, pengalaman, dan belajar bersama di antara para pihak yang terlibat stakeholders di dalam
lembaga kemitraan. Wibowo Agung 2006. Penelitian berjudul Pengelolaan Taman
Nasional Lore Lindu Secara Partisipatif. Hasil penelitian antara lain 1 Kelestarian keutuhan dan fungsi hutan sangat dibutuhkan untuk mendukung
sistem kehidupan yang ada disekitarnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu adanya partisipasi semua pihak untuk melakukan upaya-upaya pelestarian.
2 Partisipasi antara para pihak terkait perlu dirumuskan dalam suatu langkah- langkah strategis untuk saling mendukung dan meningkatkan kemampuan para
pihak dalam melaksanakan upaya konservasi dan 3 dikembangkan pola insentif kepada para pihak yang telah mau melakukan upaya perlindungan dan pelestarian
hutan.
2.2. Kajian Teori
2.2.1. Hutan dan Fungsinya
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui selama pemanfaatannya tidak melampaui daya dukungnya. Keberadaan hutan sebagai
penyangga sistem kehidupan yang terdiri dari berbagai macam sumber daya yang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
13
saling berpengaruh. Pengertian hutan menurut UU Kehutanan No: 5 tahun 1967 pasal 1 ayat 1 adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohonan yang secara
keseluruhannya merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Dengan
penjelasan resmi dari undang-undang tersebut adalah sebagai lapangan yang cukup luas, pertumbuhan kayu, bambu dan atau palem yang bersama-sama
dengan tanah beserta segala isinya baik berupa alam nabati maupun alam hewani secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan
memberi manfaat-manfaat produksi, perlindungan dan atau manfaat-manfaat lainnya secara lestari Marpaung, 1995.
Pengertian hutan secara umum adalah suatu areal tertentu yang ditumbuhi berbagai jenis pepohonan yang tumbuh tidak beraturan dan didiami berbagai jenis
binatang Marpaung, 1995. Hutan keberadaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari sangat fundamental sekali, walaupun tidak secara langsung dapat
dirasakan manfaatnya, seperti: tersedianya oksigen yang bersih untuk pernafasan, perlindungan dan penyangga bagi kehidupan, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, memelihara kesuburan tanah, untiik mengatur tata air, dan berbagai manfaat lain sebagainya. Peranan hutan khususnya dalam pengawetan tanah dan air adalah
sebagai berikut: 1.
Berperan dalam mengintersepsi air hujan, yakni memperlemah atau memperkecil penghancuran agregat bongkah-bongkah tanah.
2. Dengan adanya vegetasi tetap dibawah tegakanpohon utama, baik berupa
rerumputan atau semak-semak, akan memperkecil pula pecahnya agregat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
14
tanah, memperkecil aliran permukaan tanah, dan memperbanyak air yang terinfiltrasi, sehingga berfungsi untuk pengawetan air dalam wilayah
tersebut. 3.
Humus dengan daya serap yang tinggi akan berperan memperkecil kecepatan aliran yang melambat tersebut. Keadaan ini dapat pula
menimbulkan sumber-sumber air. 4.
Akar-akar tanaman disekitar tanah permukaan akan berperan terhadap susunan butir-butir tanah dan porositas tanah :
a. akar-akar tanaman tersebut dengan bahan-bahan koloid tanah akan
mengikat sedemikian rupa butir-butir tanah, sehingga terbentuk struktur tanah yang stabil dan sukar dihancurkan
b. Meningkatkan porositas dan resapan pada air, sehingga akan
mengurangi erosi. Uraian diatas memberi gambaran bahwa pada luasan ekosistem hutan
yang tidak terganggu dapat dipengaruhi jumlah pengaliran air yang jatuh kekawasannya, sehingga dapat diperkirakan daya peresapan dari tanah dan jumlah
air yang terawetkan di dalam tanah Zain, 1997. Di dalam meninjau lebih jauh tentang perlunya menjaga dan meningkatkan sumber daya tersebut, didapatkan
beberapa faktor atau peristiwa yang dapat menurunkan tingkat sumberdaya seperti:
1. Akibat pemanenan di suatu kawasan , yang setiap musim atau setiap tahun,
maka sejumlah besar dari unsur-unsur hara diangkut tanpa dikembalikan lagi kedalam tanah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
15
2. Peristiwa erosi yang berjalan terus menerus dapat mengikis lapisan atas
tanah yang lebih subur, sehingga tinggal lapisan tanah bawah yang mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologis lebih jelek atau produktivitasnya
lebih rendah. 3.
Bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor yang banyak terjadi di beberapa tempat, secara langsung akan menurunkan derajat atau tingkat
kelestarian sumberdaya tanah dan air. 4.
Tingkat pencemaran, baik yang berasal dari limbah industri maupun dari lingkungan
masyarakat itu
sendiri, akan
banyak menimbulkan
permasalahan-permasalahan pada lingkungan hidup, termasuk merusak kelestarian sumber daya tanah dan air.
5. Pengelolaan suatu kawasan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip
pengawetan atau konservasi tanah akan menimbulkan suatu system perladangan dan beberapa masalah kekeringan.
Secara umum hutan mempunyai 3 Tiga fungsi pokok Anymous, 2003, yaitu:
1. Fungsi konservasi : yaitu untuk pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya. 2.
Fungsi lindung : yaitu sebagai penyangga kehidupan. 3.
Fungsi produksi: yaitu untuk memproduksi berbagai hasil hutan. Keadaan tersebut menuntut kesadaran untuk mengelola sumberdaya hutan
tidak hanya dari segi finansial saja, namun diperluas menjadi pengelolaan sumber hutan secara utuh. Konsep pengelolaan hutan yang sehat diarahkan tercapainya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
16
keseimbangan antara pengunaanpemanfaatan dan kelestarian hutan. Tercapainya keseimbangan tersebut sangat tergantung 3tiga hal Anonymous, 2000 antara
lain : 1.
Kebijaksanaan ekonomi dan ekologi. 2.
Penggunaan teknologi. 3.
Lingkungan social-ekonomi serta perilaku masyarakat yang positif. Jenis hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 berdasarkan atas
kepemilikannya dibedakan menjadi Hutan Negara dan Hutan Hak milik. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah atau lahan yang tidak dibebani hak
atas tanah. Hutan Hak milik adalah hutan yang berada pada tanah atau lahan yang biasa disebut hutan rakyat Wibowo, 2000.
Menurut Zain 1997 Hutan milik adalah hutan yang tumbuh atau ditanam diatas tanah milik yang lazimnya disebut hutan rakyat dan dapat dimiliki orang
baik sendiri maupun bersama-sama orang lain atau badan hukum. Sedangkan menurut peraturan pemerintah No. 34 tahun 2002 hutan rakyat adalah hutan yang
berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas title atau hak atas tanah sertifikat tanah dan pengerjaannya dilakukan oleh pemegang
hak atas tanah Anymous, 2003. Keputusan Dirjen Rencana Rehabilitasi Lahan RRL No.2KptsV1997 menyatakan hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh
diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha dan penutupan didominasi tanaman perkayuan dan atau tanaman
tahunan yang pada tahun pertama minimal 300 batang per hektar. Balai informasi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
17
pertanian menyebutkan bahwa hutan rakyat mempunyai ciri klias Anonymous, 1999 yaitu:
1. Tidak merupakan suatu kawasan yang kompak, tetapi terpencar diantara
lahan-lahan untuk penggunaan lainnya. 2.
Bentuk pertanamannya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan, tetapi terpadu atau dikombinasi dengan berbagai jenis tanaman lainnya,
misalnya tanaman pertanian, perkebunan, tanaman pakan ternak, dan sebagainya.
3. Terdiri atas jenis tanaman yang cepat tumbuh dan cepat memberikan hasil
bagi pemiliknya. Hutan rakyat, terutama bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, juga diharapkan dapat digunakan untuk mengatasi ketimpangan antara penyediaan dan permintaan kayu bulat nasional. Tujuan yang
hendak dicapai adalah melalui peningkatan pendapatan penduduk dengan tidak mengurangi produksi bahan pangan, seiring dengan upaya penyelamatan dan
pencegahan kerusakan sumberdaya dara, hutan, tanah dan air. Penggunaan sistem hutan rakyat diharapkan dapat memanfaatkan
sumberdaya alam yang tersedia secara rasional, optimal dan lestari. Rasionalitas dalam artian pengamanan dan pengelolaan lahan, penerapan kondisi sosial
ekonomi masyarakat luas terutama dengan menggali potensi-potensi yang terdapat di pedesaan, untuk mempertahankan jumlah produksi bahan pangan dan
untuk memenuhi kebutuhan petani sehari-hari dapat dilakukan penanaman dengan pola agroforestry yaitu suatu sistem tata lahan yang artinya pada lahan yang sama
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
18
ditanam secara bersama-sama tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Dengan konsepsi tersebut diharapkan sistem hutan rakyat dapat memecahkan sebagian
permasalahan kerusakan sumberdaya lahan dan masalah berkurangnya lahan hutan.
Pola agroforestry akan diperoleh tanaman yang majemuk heterogen dan tidak seumur, dengan pola tanam demikian tajuk tanaman akan menutupi tanah,
sehingga produktifitas lahan dapat dipertahankan dan energi mataharipun dapat dimanfaatkan secara maksimal Anonymous, 2000, sedangkan manfaat lainnya
untuk tanah atau lahan adalah pada lahan tersebut akan terjadi peningkatan tingkat kesuburan tanah sehingga akan terhindar dari keadaan lahan menjadi kritis.
Dengan pola agroforestry dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat petani hutan rakyat, hal ini dikarenakan petani disamping memperoleh nilai ekonomi
dari hasil pangan bahan makanan juga mendapatkan hasil dari produksi hutan miliknya yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Disamping itu dengan
system hutan rakyat dengan pola agroforestry juga akan diperoleh bentuk hutan serbaguna, dengan hasil yang majemuk atau beraneka ragam, seperti kayu, bahan
pangan, makanan ternak, lingkungan hidup yang sehat, lestari, dan berbagai manfaat lainnya bagi masyarakat pada umumnya dan petani hutan rakyat pada
khususnya Anonymous, 2000 Agroforestry sebagai suatu istilah mencakup beberapa bentuk Notohadi,
1981: 1.
Agri-Silvikultur, yaitu gabungan pertanaman pertanian- kehutanan atau pertanian-kehutanan-peternakan yang ternaknya tidak digembalakan,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
19
melainkan digembalakan dengan hijauan potong. 2.
Silvopastoral, yaitu gabungan pertanaman kehutanan-peternakan yang ternaknya digembalakan.
3. Agro-silvo-pastoral, yaitu gabungan pertanaman pertanian-kehutanan-
peternakan yang ternaknya digembalakan. 4.
Sistem perhutanan serbaguna, yaitu budidaya pohon hutan untuk menghasilkan kayu, pangan, ternak dan atau makanan ternak.
Memperhatikan kondisi areal yang dipilih dan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta mengacu kepada bentukmodel Agroforestry pola tanam yang
diterapkan secara garis besar adalah sebagai berikut : a.
Tanaman Pokok ; berupa tanaman kehutanan yang merupakan prioritas utama tanaman yang ditujukan sebagai produksi kayu dengan penentuan
daur tebang selama 5 tahun. Jenis tanaman yang dipilih yaitu jenis sengon Faraserianthes falcataria.
b. Tanaman Semusim Tahap I; merupakan tanaman pertanian yang berotasi
pendek, ditanam diantara tanaman pokok dengan jarak minimal 30 cm dari batang tanaman pokok. Waktu penanaman dilaksanakan pada tahun
pertama sebelum tanaman pokok berusia satu tahun, jenis tanaman yang dipilih kacang tanah.
c. Tanaman semusim Tahap II ; dipilih tanaman pertanian berotasi pendek
yang dapat tumbuh dengantanpa naungan, ditanam setelah panen tanaman semusim tahap pertama kacang tanah sampai batas waktu tanaman pokok
berumur dua tahun. Jenis tanaman yang dipilih adalah jahe Gajah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
20
d. Tanaman Keras ; merupakan tanaman pertanian yang berotasi panjang
tanaman perkebunan yang dapat hidup dibawah naungan dan bukan sebagai pesaing bagi tanaman pokok dalam memperoleh cahaya. Ditanaman setelah
tanaman pokok berurmur 2 tahun, menempati lahan diantara tanaman pokok, tujuan penanaman untuk untuk memperoleh hasil buah non kayu. Jenis
yang terpilih adalah tanaman kopi .
Tujuan pengembangan Agroforestry antara lain :
a. Pemanfaatan lahan secara optimal yang ditujukan kepada produksi hasil
tanaman berupa kayu dan non kayu secara berurutan danatau bersamaan. b.
Pembangunan hutan secara multi funfsi dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif.
c. Meningkatkan pendapatan petanipenduduk miskin dengan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dan meningkatnya kepedulian warga masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya
guna mendukung proses pemantapan ketahan pangan masyarakat. d.
Terbinanya kualitas daya dukung lingkungan bagi kepentingan masyarakat luas.
Berdasarkan pada ciri-ciri tersebut, diperlukan suatu sistem pengaturan hasil hutan yang sesuai, dengan menitikberatkan pada pengelolaan pohon, bukan
pada pengelolaan kawasan hutan. Selain itu tidak inenuntut persyaratan yang tinggi terhadap tercapainya umur masak tebang umur daur, bersifat sederhana
dan mudah dilaksanakan, serta menjamin pendapatan petani pemilik terlaksananya kelestarian sumberdaya hutan itu sendiri Anonymous, 1999.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
21
Sumberdaya hutan sebagai salah satu sistem penyangga kehidupan perlu dikelola dan dipertahankan keberadaannya untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diamanatkan bahwa pengelolaan hutan diarahkan pada terwujudnya pengelolaan
hutan lestari. Adapun arah pembangunan kehutanan berdasarkan UU No. 411999
tentang Kehutanan yaitu: 1.
Sebagai amanah hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia, sehingga benar-benar bermanfaat bagi hidup dan kehidupan bangsa dan
negara Indonesia; 2.
Penguasan hutan oleh negara tersebut memberi wewenang kepada negara untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
kawasan hutan , hasil hutan serta mengatur perbuatan hukum mengenai hutan;
3. Diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat baik untuk masa kini
dan masa yang akan datang secara menyeluruh, berkeadilan dan berkelanjutan
dengan menjamin
keberadaan dan
fungsi hutan,
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya
masyarakat lokal serta penataan ruang; 4.
Penyelenggaraan pembangunan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan yang
diselenggarakan melalui
perencanaan, pengelolaan,
penelitian,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
22
pengembangan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan kehutanan serta pengawasan.
Salah satu kebijakan Departemen Kehutanan dalam rangka pengelolaan hutan lestari adalah Social Forestry, dan telah dicanangkan oleh Presiden RI
sebagai program nasional pada tanggal 2 Juli 2003 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Social Forestry dimaksudkan untuk mewujudkan kelestarian
sumberdaya hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat setempat, baik yang berada di dalam maupun di sekitar
hutan. Sebagai tindak lanjut kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam Social
Forestry, Departemen Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.01Menhut-II2004, tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di
Dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam Rangka Social Forestry, yang ditetapkan pada tanggal 12 Juli 2004. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan
pemberdayaan masyarakat setempat adalah upaya-upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Sedangkan
masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial didasarkan pada mata
pencaharian yang tergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan.
Dengan adanya peraturan ini peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan semakin jelas. Hal ini seperti tercantum dalam pasal 1 ayat 4 yang
menyebutkan bahwa social forestry adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
23
pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam Social Forestry berdasarkan pada pengelolaan
hutan dengan memperhatikan prinsip-prinsip manfaat dan lestari , swadaya, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan antar sektor, bertahap, berkelanjutan,
spesifik lokal dan adaptif. Namun demikian penyelenggaraan social forestry dibatasi oleh rambu-rambu, yaitu tidak mengubah status dan fungsi kawasan
hutan; tidak memberikan hak kepemilikan atas kawasan hutan, kecuali hak pemanfaatan sumberdaya alam; dan tidak parsial, artinya pengelolaan hutan
dilaksanakan secara utuh. Mengingat social forestry merupakan program nasional, maka dalam
peraturan ini disebutkan beberapa pihak terkait yang berperan dalam social forestry, yaitu Pemerintah, Pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenkota,
organisasi non pemerintah, badan usaha, perguruan tinggi, kelembagaan masyarakat, dan lembaga internasional. Peran para pihak dalam pengembangan
social forestry dimaksudkan untuk mensinergikan peran berbagai pihak terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam rangka pemberdayaan
masyarakat setempat Arah pembangunan kehutanan tahun 2006 merupakan kelanjutan dari
pembangunan kehutanan tahun 2005. Selain berdasarkan pada kebijakan prioritas Departemen Kehutanan yang ditetapkan dalam SK Menteri Kehutanan Nomor
456Menhut-II2004 tanggal 29 Nopember 2004, yang meliputi :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
24
1. Pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal,
2. Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan,
3. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam,
4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan,
serta 5.
Pemantapan kawasan hutan, pembangunan kehutanan juga harus didasarkan pada Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu.
2.2.2. Kebijakan Pemerintah Dalam Kehutanan