30
b. Kesederhanaan yang tenteram berubah menjadi ketidakcukupan yang mengedepankan hukum rimba;
c. Pola kecenderungan menjadikan masyarakat bodoh, miskin, dan sengsara dalam jangka panjang;
d. Terwujudnya kesenjangan sosial dalam masyarakat humanis; e. Terbentuknya masyarakat yang tidakkurang memiliki sikap taat hukum,
tidak mau berusaha, dan tidak bekerja secara wajar. 5.
Degradasi budaya kemasyarakatan, antara lain berupa : a. Rasa cinta alam dan lingkungan tidak berkembang ke generasi
berikutnya; b. Terbangunnya masyarakat munafik, tidak bertanggung jawab, dan
apriori; serta c. Terbangunnya masyarakat malas, tidak beretos kerja, dan pesimistis.
2.2.4 Konsep Hutan Tanaman Tumpangsari Tanaman Pangan
Penanaman tanaman pangan sebagai tumpangsari telah menjadi pedoman dalam kegiatan pembangunan hutan tanaman. Menurut Pratiwi dan Agus S.
Tjokrowardojo 2001, mengemukakan bahwa ada tiga komposisi jenis tanaman di areal hutan tanaman, yaitu :
1. Jenis tanaman berumur panjang tahunan yang menghasilkan kayu seperti :
sengon Paraserianthes falcataria, jati Tectona grandis, mahoni
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
31
Swietenia macrophylla, sungkai Peromena canescens, gmelina Gmelina arborea, pinus Pinus merkusii, dan akasia Acacia auriculiformis:
2. Jenis tanaman berumur sedang seperti : pisang, keladi dan melon 3.
Jenis tanaman berumur pendek semusim seperti : padi, jagung, kacang tanah, kedelai, ubi kayu, cabai.
Pada umumnya tanaman berumur sedang dan semusim ditumpangsarikan secara serasi di gawangan tanaman tahunan.
Konsep hutan tanaman sistem Agri-Silvikultur dikembangkan atas dasar pemikiran antara lain : adanya permasalahan produktivitas hutan tanaman
monokultur belum optimal akibat pemeliharaan yang tidak tepat waktu sehingga gulma mendominasi areal, pemanfaatan lahan tidak optimal, teknologi anjuran
belum diadopsi dengan baik, dan keanekaragaman hayati relatif rendah sehingga rentan terhadap serangan hama maupun penyakit. Oleh karena itu hutan tanaman
pola Agri-Silvikultur diharapkan mampu mengatasi masalah ini, sekaligus memberikan nilai tambah dalam bentuk peningkatan pendapatan petani sekitar
hutan Pesanggem dan terpeliharanya tanaman pokok secara lebih baik. Dalam pembangunan hutan tanaman dengan sistem Agri-Silvikultur ada
beberapa pola kemitraan dengan pesanggem yang dapat diterapkan seperti : 1. Swadaya pesanggem : Perusahaan kehutanan hanya menyiapkan lahan siap
tanam di gawangan tanaman hutan bajak-garu, membina dan menbantu pemasaran hasil Agri-Silvikultur Sedangkan sarana produksi benih, pupuk,
obat dari petani dan hasil panen menjadi milik petani pesanggem. Dalam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
32
posisi ini petani berkewajiban ikut memelihara tanaman pokok hutan tanaman
2. Subsidi dengan bagi hasil : Perusahaan kehutanan menyediakan sarana produksi benih, pupuk, obat, disamping menyiapkan lahan siap tanam
bajak-garu, membina dan membantu pemasaran hasil. Sedangkan petani pesanggem menyediakan tenaga kerja. Hasil panen dibagi dengan proporsi
digulirkan kembali dalam bentuk sarana produksi untuk penanaman tahap berikutnya. Petani pesanggem tetap berkewajiban ikut memelihara tanaman
pokok.
2.2.5 Kegiatan Usahatani Pesanggem