7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Ichwandi 2004 dalam penelitian yang berjudul kegagalan sistem tenurial dan konflik sumberdaya hutan: tantangan kebijakan kehutanan masa depan.
Tujuan penelitian ini : mengidentifikasi kegagalan sistem tenurial sumberdaya hutan Indonesia mulai dari “pro-kontra” atas hak property rights sumberdaya
hutan sampai kegagalan sistem Hak Pemangku Hutan HPH, menyusun pengelolaan yang baik terhadap sumberdaya hutan maupun masyarakat
khususnya masyarakat sekitar hutan. Hasil penelitian antara lain : 1 Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh HPH Hak Pemangku Hutan telah
mengalami kegagalan akibat berbagai faktor baik internal maupun eksternal, seperti kegagalan dalam sistem kontrak, biaya transaksi tinggi, dan perilaku
oportunis dan free rider para pengusaha dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan sumberdaya hutan. 2 Masalah degradasi hutan, konflik
sumberdaya hutan, dan kegagalan sistem Hak Pemangku Hutan HPH bersumber pada masalah yang mendasar yaitu masalah tidak jalannya sistem
tenurial sumberdaya hutan Indonesia. Dalam hal ini, negara pemerintah mempunyai dua kegagalan sekaligus, yaitu a gagal dalam memberikan
kepastian hak rights, mana yang menjadi property rights masyarakat dan mana yang menjadi state property, sebagai akibat dari tidak pernah sumberdaya hutan
diidentifikasi, didata, dan dibuat batas-batasnya secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama, b gagal dalam menetapkan dan menegakkan kepastian
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
8
hak rights dalam pengelolaan state rights oleh pihak ketiga Hak Pemangku Hutan akibat adanya kongkalikong unsur birokrasi dan pengusaha, masalah
politik, dan KKN di kehutanan, 3 Menghadapi seluruh persoalan yang berat di atas dibutuhkan komitmen dan kerja keras secara bersama-sama dari seluruh
komponen bangsa. Pemerintah harus memberikan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan pada masa mendatang yang meliputi antara lain; a
restrukturisasi sistem Hak Pemangku Hutan HPH, b penyelesaian konflik sumberdaya hutan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
hutan, c redistribusi sumberdaya hutan kepada masyarakat, utamanya melalui penegasan pengakuan hak atas sumberdaya hutan yang secara historis dan
defacto telah dalam penguasaan masyarakat, dan d penguatan arah desentralisasi dan debirokratisasi sektor kehutanan.
Soleh dan Arifin 2004, mengemukakan bahwa tindakan konservasi lahan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya degradasi tanah lebih lanjut,
diantaranya dengan metode vegetatif yang mempunyai fungsi antara lain : melindungi tanah dari daya perusak butir-butir air hujan, melindungi tanah dari
daya angkut aliran air permukaan, memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan absorbsi air. Tahnologi konservasi vegetatif dengan memanfaatkan tanaman
kentang ternyata lebih efektif lagi bila ditanam pada guludan miring 45° disertai penggunaan tanaman rerumputan pakan ternak sebagai strip cropping atau strip
tanaman dari pada penanaman dengan menggunakan guludan arah lurus lereng, arah kontur, apalagi bila tanpa disertai strip cropping,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
9
Abidin et.al., 2004, mengemukakan bahwa tingkat kerusakan hutan dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Tarikan permintaan hasil-
hasil hutan dan dorongan memperoleh pendapatan secara mudah karena tekanan perekonomian, atau perubahan perilaku manusia di tengah krisis multidimensi,
dapat dikatakan merupakan faktor terkuat terjadinya kerusakan hutan. Maraknya penjarahan menyebabkan terjadi kerusakan yang tak dapat diduga, bahkan
menimbulkan kerusakan yang jauh lebih besar dibandingkan kerusakan yang disebabkan oleh penduduk setempat. Sebagian masyarakat mempersepsi bahwa
penyebab kerusakan hutan terbesar adalah karena penjarahan dan kebakaran hutan, serta faktor lain seperti adanya penambangan batu dan pasir, penambangan
minyak tanah, pembuatan genteng dan batu merah. Seluruh penyebab kerusakan hutan ini memerlukan penanganan yang serius, sebab perbedaannya adalah
terletak pada kecepatan pengrusakan per satuan waktu dan bentuk kerusakan yang ditimbulkannya. Sebagian besar masyarakat sekitar hutan merasa bahwa hutan
sangat penting dalam menunjang perekonomian, kesenjangan dalam penguasaan faktor produksi lahan, modal, sarana dan prasarana produksi, keterampilan, dan
akses dengan pasar kerja ternyata sangat menentukan tingkat ketergantungan masyarakat dengan hutan dan alam sekitarnya. Alternatif kegiatan produktif di
luar hutan ataupun di luar bidang pertanian ternyata sangat membantu dalam mengurangi beban terhadap hutan. Hal ini sebenarnya dapat dijadikan alternatif
pengalihan aktifitas masyarakat secara bertahap, dan dapat mendukung keberhasilan upaya pelestarian.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
10
Hasanu 2000 pada penelitian Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di DAS Brantas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengelolaan berbasis
masyarakat merupakan salah satu pendekatan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ekosistem hutan produksi. Namun demikian perlu diperhatikan
bahwa keterlibatan masyarakat ini harus ditunjang dengan kemampuan sumberdaya manusianya. Disamping itu dukungan sarana dan prasarana juga
sangat menentukan, terutama kaitannya dengan insentif bagi pengelola atau masyarakat yang terlibat. Tentunya keberhasilan yang akan dicapai dalam
pendekatan berbasis masyarakat dalam pengelolaan ekosistem hutan lindung ini, tidak terlepas dari dukungan oleh semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan
sumberdaya hutan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila semuanya berjalan dengan baik dalam pengelolaan tersebut, maka sumberdaya
tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hadijah 2006 yang berjudul Kelembagaan dan Kebijakan Pengelolaan
Hutan dalam Otonomi Daerah di Kabupaten Tana Toraja. Hasil penelitian mengemukakan bahwa : 1 kelembagaan yang berperan dalam pengelolaan
hutan rakyat tongkonan di Lembang Turunan adalah kelembagaan adat yang ada di daerah tersebut. Kelembagaan yang berperan dalam pengelolaan hutan di
Kecamatan Tondon Nanggala adalah Pemda Kabupatan Tana Toraja, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BP DAS Saddang, sebagai pembuat dan pelaksana
kebijakan Formal; Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, Kelompok masyarakat adattokoh adat, Kelompok tani kelembagaan yang paling berperan,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
11
2 Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah setelah berlakunya otonomi daerah mengenai hutan rakyat berupa Peraturan Daerah Perda yaitu Peraturan Daerah
Kabupaten Tana Toraja No. 19 Tahun 2001 tentang Retribusi Pengelolaan Hutan Rakyat dalam wilayah Kabupaten Tana Toraja. Keputusan Bupati Tana Toraja
No. 1572XI2001 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja No. 19 tahun 2001 tentang Retribusi Pengelolaan Hutan Rakyat dalam Wilayah
Kabupaten Tana Toraja dan Keputusan Bupati Tana Toraja No : 205II2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Kab. Tana Toraja No. 19 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Hutan Rakyat Kab.Tana Toraja, Perda ini melahirkan Kebijakan Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik IPKTM, Kebijakan Hutan
Kemasyarakatan, Kebijakan Social Forestry, Rencana Strategis Renstra Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tana Toraja, 3 dampak yang
ditimbulkan dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah setelah berlakunya otonomi daerah ada dua yaitu dampak positif dan negatif. Dampak
positif : terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat, peningkatan kesejahteraan sebagian masyarakat, peningkatan Pendapatan Asli Daerah, adanya tambahan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang hutan dan lingkungan, sedangkan dampak negatif : terjadinya pembalakan liar illegal logging, terjadinya
kerusakan hutan dan lingkungan, bertambahnya lahan kritis, terjadinya konflik penggunaan lahan dan sumberdaya air dalam masyarakat.
Zuhud, Aliadi, dan Kaswinto 2006. Penelitian berjudul Pelestarian Pemanfaatan Sumber Daya Tumbuhan Obat Melalui Pendekatan Kemitraan di
Taman Nasional Meru Betiri. Hasil penelitian antara lain : 1 Kemitraan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
12
merupakan salah satu bagian dari sistem pengelolaan kawasan konservasi, khususnya Taman Nasional yang tidak bisa ditinggalkan karena perkembangan
permasalahan yang terjadi di dalam pengelolaan kawasan menuntut adanya kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan masyarakat lokal dan 2
Kemitraan harus dibangun bersama melalui proses tukar informasi, pengalaman, dan belajar bersama di antara para pihak yang terlibat stakeholders di dalam
lembaga kemitraan. Wibowo Agung 2006. Penelitian berjudul Pengelolaan Taman
Nasional Lore Lindu Secara Partisipatif. Hasil penelitian antara lain 1 Kelestarian keutuhan dan fungsi hutan sangat dibutuhkan untuk mendukung
sistem kehidupan yang ada disekitarnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu adanya partisipasi semua pihak untuk melakukan upaya-upaya pelestarian.
2 Partisipasi antara para pihak terkait perlu dirumuskan dalam suatu langkah- langkah strategis untuk saling mendukung dan meningkatkan kemampuan para
pihak dalam melaksanakan upaya konservasi dan 3 dikembangkan pola insentif kepada para pihak yang telah mau melakukan upaya perlindungan dan pelestarian
hutan.
2.2. Kajian Teori