41
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Pemikiran
Upaya dan strategi yang dilakukan Departemen Kehutanan dengan program sosial forestry dapat dikatakan bahwa pengelolaan hutan yang
bekerjasama dengan masyarakat dalam mengatasi permasalahan sektor kehutanan yang diharapkan akan menciptakan keseragaman pemahaman semua pihak untuk
mendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari yang selanjutnya dapat mengembalikan citra positif dalam penyelenggaraan pembangunan kehutanan dan
pada gilirannya dapat memacu persaingan produk hutan di pasar global serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat
khususnya masyarakat
sekitar hutanpesanggem.
Prinsip kelestarian dan pengamanan hutan sangat terkait dan tergantung pada sistem pengelolaan hutan. Sistem pengelolaan hutan haruslah merupakan
sistem yang menyeluruh dimana untuk menjaga kondisi dan fungsi hutan harus melibatkan masyarakat yang ada di sekitar hutan, pihak swasta Perhutani dan
pemerintah Dinas Kehutanan. Akhir-akhir ini, kerusakan hutan yang terjadi menjadi salah satu isu nasional karena sangat pentingnya peranan kelestarian
hutan terhadap kelangsungan kehidupan manusia. Ancaman kerusakan hutan dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan ekternal. Faktor internal
yaitu kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor alam seperti kebakaran hutan yang rutin terjadi pada saat musim kemarau berdampak relatif besar terhadap
rusaknya hutan, erosi dan tumbang akibat angin.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
42
Faktor eksternal yaitu kerusakan hutan yang diawali oleh faktor pertambahan penduduk yang berdampak pada beberapa faktor-faktor lain yang mengakibatkan
terjadinya degradasi hutan yang tinggi. Dalam rangka itu, untuk menangani permasalahan-permasalahan tersebut
diatas yang perlu ditangani adalah : 1.
Pemberantasan penebangan liar. 2.
Penanggulangan kebakaran hutan. 3.
Restrukturisasi sektor kehutanan. 4.
Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan Berdasarkan evaluasi pembangunan kehutanan, titik lemah kebijakan
pembangunan kehutanan adalah pada tataran orientasi operasional. Selama ini orientasi pembangunan cenderung memberikan peluang yang besar bagi pelaku
ekonomi skala besar. Masyarakat hanya diikutsertakan bukan sebagai pelaku usaha, sementara itu hutan diberlakukan sebagai objek bukan sebagai suatu bagian
sistem pembangunan. Hutan berisikan lebih dari sekedar kayu bulat untuk kayu lapis atau
perabot rumah yang diekspor. Hutan juga memuat hasil luar kayu seperti buah- buahan, bahan serat, tumbuhan obat dan plasma nutfah untuk berbagai kebutuhan
hidup. Hutan adalah pula rumah tempat pemukiman dan sumber kehidupan spiritual masyarakat lokal, bahkan hutan juga sebagai sumber inspirasi bagi para
seniman. Hutan adalah penadah hujan pencegah banjir di musim hujan dan penyimpan air di musim kemarau. Hutan adalah pula penyerap asap pencemar
karbon dan pelepas udara bersih.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
43
Sifat khas hutan yang lain: serbaguna, secara ekonomis hutan bermanfaat dalam memberi bahan industri kayu, menjadi sumber devisa, membuka lapangan
kerja, dan menaikkan pendapatan nasional. Hutan juga bermanfaat secara ekologis dengan ekosistemnya yang beragam sebagai tempat hunian hewan dan tumbuhan,
serta manfaat sosial budaya yang telah dimanfaatkan manusia sejak keberadaannya.
Oleh karena bermacam manfaat inilah maka kelompok yang berkepentingan dengan hutanpun beraneka ragam. Ada kelompok yang
berkepentingan dengan hutan sebagai sumber ekonomi, antara lain para pemegang HPH dan industriawan kayu, pejabat pemerintah yang mengelola instansi
perindustrian, perdagangan, pertambangan, transmigrasi, pemukiman penduduk dan mereka yang ingin mengeksploitasi hutan demi kayu, tanah atau bahan
mineral di bawahnya. Lain lagi dengan kelompok yang berkepentingan dengan kelestarian hutan seperti para pemeduli keanekaragaman hayati, pengelola jamu
dan obat-obatan, pengelola banjir, air tanah dan pencegah erosi, pemeduli ekoturisme, pejabat instansi lingkungan hidup, departemen kesehatan, para
peneliti atau umumnya mereka yang memetik manfaat dari hutan yang utuh. Pada waktu lampau, pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani
menekankan pada pendekatan teknik dan ekonomi. Namun sekarang pengelolaan hutan dituntut untuk menfokuskan masalah sosial sebagai bagian dari proses
pengelolaan hutan yang lestari. Memecahkan masalah sosial memerlukan sebuah pemahaman terhadap nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat dan partisipasi
dari kelompok masyarakat kunci dalam membuat keputusan antara hutan sebagai
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
44
barang atau sebagai jasa. Social Forestry yang salah satu implementasinya dilapangan adalah kegiatan Agri-Silvikultur dilaksanakan dengan prinsip: 1
Penciptaan suasana yang memungkinkan berkembangnya potensidaya yang dimiliki masyarakat, 2 memperkuat potensidaya yang dimiliki masyarakat, dan
3 melindungi masyarakat dari dampak persaingan yang tidak sehat, antara lain dengan pemihakan kepada masyarakat. Sebagai dasar konsepsi kegiatan Agri-
Silvikultur salah satunya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat dalam pemanfaatan hutan, dengan tujuan
membangkitkan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan dan mempercepat rehabilitasi hutan dengan mempersatukan masyarakat, investasi,
dan institusi usaha pengelolaan hutan. Konsepsi berikutnya adalah bahwa kegiatan Agri-Silvikultur merupakan : bentuk usaha pemanfaatan hutan dengan
struktur usaha yang kokoh yang berkeadilan sosial bagi masyarakat sekitra hutan, tahapan yang dibangun melalui proses kemitraan dengan pelaku usaha, dan
bentuk pemanfaatkan hutan sesuai fungsinya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
45
Dari uraian tersebut diatas maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
3.2. Manajemen Agribisnis Agri-silvikultur