Masa peneysuaian ini sering memunculkan ketegangan emosional di antara pasangan. Orang yang menikah pada usia tiga puluhan atau dewasa madya
membutuhkan lebih banyak waktu penyesuaian dan biasanya tidak sama berhasilnya dibandingkan dengan orang yang menikah lebih awal. Namun, orang
yang menikah pada usia lebih muda, yaitu belasan tahun sampai awal duapuluh tahun, juga cenderung lebih buruk masa penyesuaiannya Hurlock, 1990. Masa
dewasa dini tidak hanya sampai periode menikah dan memiliki anak, bahkan bisa mencakup perceraian hingga menikah kembali Papalia, 2007.
B. Marital Power
1. Definisi Marital Power
DeGenova 2008 mmendefinisikan kekuasaan power sebagai kemampuan seseorang dalam sebuah hubungan sosial untuk mewujudkan keinginannya
mmeskipun bertentangan dengan orang lain. Beckman, Harvey, Satre, dan Walker dalam DeGenova, 2008 mendefinisikan kekuasaan dalam hubungan intim
sebagai kemampuan salah satu pasangan untuk mendapatkan hal yang diinginkannya. Kekuasaan dapat terlihat di dalam kelompok sosial maupun
organisasi serta di dalam semua bentuk hubungan interpersonal DeGenova, 2008.
Pembagian kekuasaan terjadi pada hampir semua hubungan intim dan biasanya tidak direncanakan. Kekuasaan yang dimiliki oleh setiap anggota
keluarga sebagian besar dipengaruhi oleh kekuasaan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Salah satu hubungan kekuasaan yang terjadi di dalam
Universitas Sumatera Utara
sebuah keluarga adalah kekuasaan perkawinan marital power, yaitu hubungan kekuasaan yang terjadi antara dua pihak suami dan istri dalam sebuah
perkawinan. Jadi, marital power adalah kemampuan salah satu pihak suami atau istri untuk mewujudkan keinginannya meskipun bertentangan dengan
pasangannya DeGenova, 2008.
2. Komponen Marital Power
Perkawinan yang ideal di dalam masyarakat Amerika Serikat sekarang ini menekankan pada pembagian kekuasaan yang seimbang antara suami dan istri,
meliputi keputusan yang dibuat, pengaruh yang diberikan oleh masing-masing pihak, dan pengaturan keluarga yang dilakukan bersama. Namun, pasangan yang
dikatakan seimbang biasanya juga tidak berbagi dalam setiap pembuatan keputusan DeGenova, 2008. Hal ini juga sejalan dengan kritikan Rothschild
yang menyatakan bahwa penelitian yang selama ini dilakukan mengenai marital power hanya menilai marital power berdasarkan pembuatan keputusan yang
dilakukan suami atau istri saja sehingga gagal melihat apa yang terjadi di balik keputusan-keputusan tersebut. Hal ini dinilai Rothschild sebagai salah satu
kelemahan di dalam penelitian-penelitian tersebut karena penliti-peneliti tersebut tidak menemukan kesepakatan mengenai area-area keputusan apa saja yang
dianggap penting untuk dapat menggambarkan marital power dalam sebuah perkawinan dalam Scanzoni dan Letha, 1988.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, Rothschild menyatakan bahwa untuk memahami marital power, peneliti juga harus memperhatikan komponen lain di dalamnya dalam
Scanzoni dan Letha, 1988. Kompenen tersebut adalah: a.
Authority Authority berarti siapa yang memiliki hak untuk mengambil keputusan
dalam perkawinan berdasarkan norma budaya atau sosial. b.
Decision-making Decision-making berarti siapa yang mengambil keputusan dan bagaimana
frekuensinya dalam mengambil keputusan. c. Influence
Influence berarti siapa yang memiliki derajat kemampuan yang paling tinggi untuk mempengaruhi sudut pandang pasangan dalam menanggapi peristiwa atau
membuat keputusan.
3. Sumber-Sumber Marital Power