Sistem Perkawinan Suku Minangkabau

Harta pusaka tinggi berupa material akan jatuh pada anak perempuan. Anak perempuan mempunyai hak memiliki sampai diwariskan pula kepada anak- anaknya. Anak laki-laki tidak mempunyai hak memiliki, tetapi mempunyai hak untuk mengelola. Hak kepemilikan harta pusaka tinggi ini berada di tangan perempuan tertua pada setiap tingkatan pengelompokan mereka. Hasil-hasil usaha pertanian atau komersialisasi dari pusaka tinggi disimpan dan dikeluarkan oleh perempuan tertua tersebut. Sedangkan pengaturan pengelolaan pusaka tinggi terdapat di tangan laki-laki yang diberikan kepercayaan dalam komunitas mereka Sjarifoedin, 2011. Selain itu, menurut sistem matrilineal perempuan memiliki hak penuh di rumah gadang, dan kaum laki-laki hanya menumpang. Rumah gadang merupakan sebuah rumah adat suku Minangkabau yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan adat dan tempat tinggal. Keluarga yang mendiami rumah gadang adalah orang- orang seketurunan yang disebut saparuik dari satu perut atau setali darah menurut garis keturunan ibu. Sedangkan seorang laki-laki tidak termasuk keluarga di rumah gadang istrinya, tetapi menjadi anggota keluarga dari paruik rumah gadang ibunya Sjarifoedin, 2011. Harta pusaka rendah merupakan warisan dari hasil usaha ibu dan bapak selama mereka terikat perkawinan. Harta pusaka jenis ini juga cenderung diwariskan oleh seorang bapak kepada anak perempuannya Sjarifoedin, 2011.

4. Sistem Perkawinan Suku Minangkabau

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan. Perkawinan merupakan masa peralihan Universitas Sumatera Utara yang sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi laki-laki Minangkabau, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk ke lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sedangkan bagi keluarga pihak istri, perkawinan menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang mereka Sjarifoedin, 2011. Sistem perkawinan masyarakat Minangkabau bersifat matrilokal yang berarti seorang suami bertempat tinggal di rumah istrinya Chairiyah, 2008. Perkawinan di Minangkabau tidak menciptakan keluarga inti yang baru. Suami atau istri tetap menjadi anggota dari garis keturunannya masing-masing Navis, 1984, dalam Sjarifoedin, 2011. Dalam kehidupan sehari-hari orang Minangkabau sangat terikat pada keluarga luas, terutama keluarga pihak ibu. Keluarga pihak bapak disbut bako, yang peranannya sangat kecil dalam kehidupan sehari-hari. Seorang suami di dalam kerabat istrinya disebut sumando. Di dalam keluarga Minangkabau tidak tampak keluarga inti yang menunjukkan seorang bapak lebih berperan, melainkan mamak saudara laki-laki dari istri yang lebih berperan. Seorang bapak berperan pula sebagai mamak terhadap kemenakannya di rumah keluarga ibunya dan saudara perempuannya Sjarifoedin, 2011. Seorang mamak juga bertempat tinggal di rumah istrinya. Oleh karena itu, akhirnya memang perempuanlah yang memelihara dan mengendalikan harta pusaka keluarga. Perempuan pula yang melaksanakan segala kegiatan upacara-upacara adat di kalangan kerabatnya Chairiyah, 2008. Berdasarkan uraian di atas, yang disebut masyarakat Minangkabau adalah orang yang berasal dari wilayah Minangkabau, baik yang menetap maupun berada Universitas Sumatera Utara di wilayah Minangkabau, yang menerima dan menerapkan adat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau ini mendiami daerah Minangkabau yang secara umum dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu Darat, Rantau, dan Pesisir. Daerah Rantau dan Pesisir inilah yang banyak mendapat singgungan budaya luar sehingga memiliki keanekaragaman suku di dalamnya. Suku Minangkabau ini unik karena sistem kekerabatannya yang berupa matrilineal. Sistem kekerabatan matrilineal ini memiliki pengaruh penting dalam pewarisan. Harta warisan yang berupa harta pusaka tinggi dan rendah akan diwariskan pada anak perempuan. Selain sistem matrilinealnya, Minangkabau juga dikenal dengan sistem perkawinannya yang berupa matrilokal. Sistem matrilokal ini membatasi kekuasaan suami di perkawinannya sendiri. Suami lebih berkuasa di perkawinan kemenakannya dimana ia berperan sebagai mamak. Sementara perkawinannya sendiri lebih diwarnai oleh peran istri dan mamaknya.

D. Gambaran Tipe Marital Power Pada Perkawinan Antara Suku