di wilayah Minangkabau, yang menerima dan menerapkan adat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau ini mendiami daerah Minangkabau yang secara umum
dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu Darat, Rantau, dan Pesisir. Daerah Rantau dan Pesisir inilah yang banyak mendapat singgungan budaya luar sehingga memiliki
keanekaragaman suku di dalamnya. Suku Minangkabau ini unik karena sistem kekerabatannya yang berupa matrilineal. Sistem kekerabatan matrilineal ini
memiliki pengaruh penting dalam pewarisan. Harta warisan yang berupa harta pusaka tinggi dan rendah akan diwariskan pada anak perempuan. Selain sistem
matrilinealnya, Minangkabau juga dikenal dengan sistem perkawinannya yang berupa matrilokal. Sistem matrilokal ini membatasi kekuasaan suami di
perkawinannya sendiri. Suami lebih berkuasa di perkawinan kemenakannya dimana ia berperan sebagai mamak. Sementara perkawinannya sendiri lebih
diwarnai oleh peran istri dan mamaknya.
D. Gambaran Tipe Marital Power Pada Perkawinan Antara Suku
Minangkabau dengan Suku Lain
Perkawinan bukan hanya sebagai penyatuan dua individu, melainkan penyatuan dua keluarga. Setiap keluarga memiliki latar belakang budaya sendiri
yang menentukan pikiran, perasaan, dan perilaku yang berbeda. Indonesia terdiri dari beragam latar belakang budaya, yang biasa dikenal dengan suku. Menurut
data statistik terakhir, suku di Indonesia mencapai 1.128 suku. Berbagai suku di Indonesia ini tidak hanya mendiami daerah asalnya saja. Misalnya saja suku
Universitas Sumatera Utara
Minangkabau yang hampir sebagian dari keseluruhan anggota masyarakatnya hidup di perantauan Sjarifoedin, 2011.
Bertemunya suku yang berlainan di satu daerah akan memunculkan isu baru dalam perkawinan, yaitu perkawinan antarkelompok etnis, seperti yang terjadi di
Amerika Serikat antara suku Irish dengan suku Latin Egelman, 2004. Setiap suku memiliki karakteristik berbeda. Latar belakang suku yang berbeda akan
melahirkan pola pikir, perasaan, dan perilaku yang berbeda. Misalnya saja suku yang memiliki sistem kekerabatan bilateral akan lebih menonjolkan keluarga inti
mereka. Namun, pada suku yang memiliki sistem kekerabatan matrilineal, seperti suku Minangkabau, peran keluarga inti tidak terlalu penting, karena suami
hanyalah seorang tamu dalam keluarga besar istri mereka. Kekuasaan seorang suami pada suku Minangkabau dibatasi oleh kekuasaan saudara laki-laki dari istri
mamak Chairiyah, 2008. Perkawinan akan membentuk sebuah keluarga. Proses-proses sosial yang
terjadi di kehidupan masyarakat dapat juga tergambar dari sebuah keluarga, salah satunya adalah kekuasaan. Kekuasaan didefinisikan sebagai situasi dimana
seseorang memiliki pengaruh terhadap perilaku dan emosi orang lain Winter, 1973, dalam Scanzoni dan Letha, 1976. Kekuasaanterdapat di dalam kelompok
dan organisasi sosial serta di berbagai hubungan intim. Kekuasaan di dalam hubungan perkawinan disebut marital power. Marital power memiliki 4 tipe
berbeda, yaitu male-dominant, female-dominant, egalitarian, dan anarchic DeGenova, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan dalam perkawinan tidak dapat dilihat hanya melalui pengambilan keputusan akhir saja. Terdapat tiga komponen yang dapat
menggambarkan kekuasaan dalam perkawinan secara menyeluruh, yaitu authority yang menunjukkan siapa yang memiliki hak untuk mengambil keputusan menurut
norma budaya dan sosial; decision making yang menunjukkan siapa yang paling sering melakukan pengambilan keputusan dalam perkawinan; dan influence yang
menunjukkan kemampuan pasangan dalam memaksakan sudut pandangnya kepada pasangannya.
Seseorang dalam hubungan perkawinannya dapat memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari pasangannya tergantung dari sumber-sumber kekuasaan yang
dimilikinya. DeGenova 2008 mengidentifikasi sepuluh sumber marital power, yaitu norma budaya, norma gender, sumber daya ekonomi, pendidikan dan
pengetahuan, perbedaan personal, kemampuan komunikasi, faktor emosional, postur dan kekuatan tubuh, kondisi hidup, serta anak.
Salah satu sumber kekuasaan dalam sebuah perkawinan adalah norma budaya DeGenova, 2008. Beberapa budaya menganggap laki-laki sebagai
pemegang otoritas dan figur kekuasaan dalam keluarga dan meyakini bahwa perempuan harus tunduk kepada laki-laki patriarchal. Sementara pada budaya
lainnya, keluarga menempatkan perempuan sebagai kepala keluarganya matriarchal dimana perempuan membantu dalam hal pengasuhan anak dan
pemenuhan kebutuhan ekonomisehingga mereka memiliki kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar daripada laki-laki Burton, 1995, dalam Mabry
et.al., 2007. Latar belakang budaya seseorang akan mempengaruhi pikiran,
Universitas Sumatera Utara
perasaan, dan perilaku seseorang. Secara tidak langsung, norma budaya ini akan mempengaruhi sumber-sumber marital power lainnya.
Suku Minangkabau merupakan satu-satunya suku di Indonesia yang memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Dalam budaya Minangkabau, seorang
suami dalam sebuah perkawinan hanyalah dianggap sebagai tamu. Seorang suami memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk kemenakannya sehingga dalam
rumah tangga akhirnya memang perempuanlah istri yang memelihara dan mengendalikan harta pusaka keluarga. Perempuan pula yang melaksanakan segala
kegiatan upacara-upacara adat di kalangan kerabatnya Chairiyah, 2008. Sistem budaya ini tidak hanya menjadi sebuah aturan saja, melainkan
kecenderungan yang paling dalam dari diri setiap orang Minangkabau Sjarifoedin, 2011. Perkawinan antara suku Minangkabau dengan suku lain
dapat mengaburkan sistem budaya ini karena adanya warna budaya lain dalam perkawinan tersebut. Sistem budaya matrilineal tidak akan ditemukan pada suku
selain suku Minangkabau karena suku selain Minangkabau memiliki sistem kekerabatan patrilineal atau bilateral. Dalam patrilineal, suami dipandang sebagai
kepala keluarga, sementara dalam bilateral, suami dan istri cenderung memiliki peran yang sama Hadikususma, 1987; Oemarsalim, 2000.
Sistem budaya matrilineal ini mempengaruhi sistem pewarisan dalam keluarga Minangkabau Chairiyah, 2008. Harta pusaka tinggi, seperti sawah,
ladang dan gelar pusaka kaum, akan diwariskan kepada perempuan. Harta pusaka rendah yang merupakan hasil usaha dalam perkawinan nantinya juga cenderung
diwariskan kepada anak perempuan. Hal ini menunjukkan salah satu implikasi
Universitas Sumatera Utara
norma budaya terhadap sumber marital power lainnya, yaitu sumber daya ekonomi. Pihak yang memiliki kontrol terhadap sumber daya bernilai yang
dibutuhkan oleh anggota keluarga, khususnya uang dan properti, merupakan pihak yang memiliki kontrol terhadap anggota keluarga itu deTurck Miller,
dalam DeGenova, 2008. Sistem pewarisan seperti yang diuraikan di atas membuat perempuan Minangkabau memiliki akses dan kontrol yang lebih besar
terhadap sumber daya ekonomi dalam keluarga. Secara teoritis, pihak yang memiliki akses dan kontrol yang lebih besar terhadap sumber daya ekonomi akan
memiliki kekuasaan yang lebih besar pula dalam perkawinannya. Namun jika salah satu pasangan berasal dari suku selain Minangkabau maka akses dan kontrol
sumber daya ekonomi bisa saja berubah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Blood dan Wolfe 1960
ditemukan bahwa distribusi marital power bergantung pada sumber daya bernilai yang diberikan oleh istri atau suami dalam perkawinan tersebut Blood Wolfe,
dalam Yount, 2005. Pada masyarakat Minangkabau, distribusi sumber daya yang bernilai dipengaruhi oleh norma budayanya, dimana perempuan memiliki akses
dan kontrol yang lebih besar terhadap sumber daya seperti gelar pusaka kaum, sawah, ladang, dan rumah gadang. Pada perkawinan antara suku Minangkabau
dengan suku lain, terdapat budaya lain yang mewarnai perkawinan sehingga akses dan kontrol terhadap sumber daya belum tentu berada pada pihak
perempuan istri. Hasil penelitian lainnya lebih menyoroti konteks budaya dimana
perkawinan itu terjadi Rodman, dalam Kulik, 1999. Perempuan memiliki
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan yang lebih tinggi female-dominant di dalam budaya yang memiliki karakteristik matrilokal dan sistem kekerabatan matrilineal Warner, Lee Lee,
dalam Ponzetti, 2003. Sistem matrilineal dan matrilokal tampaknya belum akan meluntur sama sekali, walau kondisi-kondisi sosial lainnya sudah banyak yang
berubah. Untuk dapat menjalankan sistem matrilineal dan matrilokal ini dengan baik maka mereka yang akan menjalankannya haruslah orang Minangkabau itu
sendiri Sjarifoedin, 2011. Pada perkawinan antara suku Minangkabau dengan suku lain, terdapat satu pihak yang bukan orang Minangkabau. Oleh karena itu,
sistem matrilineal dan matrilokal ini belum tentu dapat dipertahankan dan dijalankan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, budaya perkawinan pada perkawinan antara suku Minangkabau dengan suku lain belum tentu dapat mempertahankan sistem
matrilineal dan matrilokal tersebut sehingga sumber kekuasaan tidak lagi berpihak pada istri. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat tipe marital
power yang cenderung terbentuk pada perkawinan antara suku Minangkabau dengan
suku lain
berdasarkan sumber-sumber
marital power
yang mempengaruhinya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data
numerikal angka yang diolah dengan metode statistika. Jenis penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bersifat menggambarkan suatu keadaan populasi.
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tipe marital power.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Marital power adalah kemampuan suami atau istri untuk mewujudkan keinginannya meskipun bertentangan dengan pasangannya dalam sebuah
hubungan perkawinan. Marital power memiliki tiga komponen, yaitu: a.
Authority, berarti siapa yang memiliki hak untuk mengambil keputusan dalam perkawinan berdasarkan norma budaya atau sosial.
b. Decision-making berarti siapa yang mengambil keputusan dan bagaimana
frekuensinya dalam mengambil keputusan. c.
Influence berarti siapa yang memiliki derajat kemampuan yang paling tinggi untuk mempengaruhi sudut pandang pasangan dalam menanggapi peristiwa
atau membuat keputusan.
Universitas Sumatera Utara