kepadatan penduduk sebesar 238 per kilometer persegi. Pada pertengahan abad ke-19, Kota Sawahlunto merupakan sebuah kota tambang yang dibangun oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini yang membuat orang-orang dari berbagai etnis dari penjuru dunia berdatangan, seperti Belanda, Cina, Jawa, Bugis, dan
Batak. Sawahlunto menjadi kota multietnis di Sumatera Barat yang dihuni oleh berbagai etnis dari berbagai penjuru nusantara bahkan luar negeri. Selain
Minangkabau, sekarang ini Sawahlunto didiami oleh suku Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Bugis, Tionghoa, bahkan masih ada pula etnis Belanda. Bagi masyarakat
Sawahlunto, keragaman suku ini sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat. Sudah terjadi komunikasi budaya yang kompleks antarsuku dalam hal organisasi,
olahraga, maupun perkawinan di kota ini.
2. Masyarakat Minangkabau
Menurut Mansoer
istilah Minangkabau
mengandung pengertian
kebudayaan, selain makna geografis. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Minangkabau banyak dipahami dan dikenal sebagai suku bangsa dan kebudayaan.
Masyarakat Minangkabau biasa menyebut dirinya sebagai suku Minangkabau. Adapun mereka yang dikatakan sebagai suku Minangkabau adalah orang yang
berasal dari wilayah Minangkabau, baik yang menetap maupun berada di luar wilayah Minangkabau itu, bukan hanya orang yang menetap atau berasal dari
daerah administratif Provinsi Sumatera Barat saja, serta menerima dan menerapkan adat Minangkabau dalam Sjarifoedin, 2011.
Kelompok etnis Minangkabau secara historis dan geografis dianggap sebagai komunitas yang menyerupai budaya pesisir. Padahal kenyataannya
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Minangkabau termasuk ke dalam kelompok komunitas pedalaman karena kelompok ini secara geografis banyak menempati daerah seputar
pegunungan Bukit Barisan pedalaman Sumatera. Salah satu ciri masyarakat pedalaman yakni memiliki kecenderungan menjadikan pertanian sebagai sumber
penghidupan mereka. Namun ciri tersebut memang tidak sepenuhnya melekat pada masyarakat Minangkabau. Dalam perspektif sejarah perdagangan, suku
Minangkabau justru telah berperan penting dalam perdagangan merica yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat pesisir Sjarifoedin, 2011.
Selain itu, keunikan lain yang dimiliki Masyarakat Minangkabau adalah cepatnya komunitas ini mengenal ajaran Islam. Masyarakat Minangkabau telah
disentuh peradaban Islam lebih kurang tiga abad yang silam. Menurut Navis, Minangkabau merupakan kultur etnis dari suatu rumpun Melayu. Kultur ini
tumbuh dan berkembang pesat karena sistem monarki serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekerabatan matrilineal. Namun
demikian, budaya yang berkembang dalam etnis Minangkabau tetap kuat diwarnai oleh ajaran agama Islam. Prinsip adat Minangkabau tertaung singkat dalam “Adat
basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah”, yang berarti adat bersendikan hukum agama Islam, hukum bersendikan Al-Qur’an dalam Sjarifoedin, 2011.
Orang Minangkabau atau orang Minang, selain sebagai kaum profesional dan intelektual, juga sangat menonjol dalam bidang perniagaan. Orang Minang
juga terkenal dengan budaya merantaunya. Hampir separuh dari jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan
pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung,
Universitas Sumatera Utara
Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, orang Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia, dan Singapura
Sjarifoedin, 2011.
3. Sistem Kekerabatan Suku Minangkabau