Pelayanan Kesehatan Klinik HIVAIDS

d. Program penapisan, dan pengobatan secepatnya untuk IMS yang tanpa gejala pada kelompok risiko tinggi yang menjadi sasaran. e. Program penatalaksanaan mitra seksual, f. Sistim monitoring dan surveilans yang efektif. Jika sebagai model klinik untuk klinik-klinik yang ada disekitarnya harus berusaha untuk melaksanakan pelayanan klinis IMS yang sama, dengan memberikan pelatihan yang sesuai pada klinik- klinik tersebut. Bentuk pelayanan IMS dan promosi yang diberikan harus berdasarkan pada pengetahuan dari kelompok sasaran dalam kebiasaannya mencari pengobatan Depkes RI, USAID dan FHI, 2007.

2. Pelayanan Kesehatan Klinik HIVAIDS

Orang dengan HIVAIDS ODHA memerlukan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, pemantauan yang seksama untuk mencegah infeksi, serta pengobatan segera agar infeksi sekunder tidak berlarut-larut dan menyebabkan cacat. Seringkali merawat ODHA lebih sulit dari penyakit kronik lain, karena: a. Terbatasnya tenaga yang terdidik dan terlatih b. ODHA memerlukan dukungan emosi khusus. c. Pemantauan medik untuk mencegah kekambuhan sehingga dapat dicegah perawatan di rumah sakit. d. Beberapa tenaga kesehatan sendiri masih cemas dan ketakutan untuk merawat karena belum mendapat penerangan dan pendidikan yang baik. Fasilitas kesehatan yang diperlukan oleh ODHA adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Fasilitas Perawatan Akut Fasilitas rawat inap intensif yang mempunyai staf lengkap dan sudah berpengalaman. Di ruang rawat ini pasien AIDS diawasi 24 jam penuh. Jenis pelayanan dasar yang diperlukan adalah penyakit dalam, bedah, anastesi, laboratorium, radiologi, gizi, dan farmasi. b. Fasilitas Perawatan Khusus Adalah fasilitas perawatan yang sudah terbiasa merawat pasien AIDS. Unit ini menyediakan perawatan untuk pasien AIDS yang tidak dalam fase akut tetapi memerlukan perawatan si rumah sakit untuk rehabilitasi. c. Fasilitas Perawatan Intermediat Fasilitas ini diperlukan untuk ODHA yang tidak terus menerus memerlukan dokter atau perawat yang berpengalaman. Ini berlaku baik untuk fasilitas rawat inap maupun rawat jalan. d. Fasilitas Perawatan Masyarakat Shelter ODHA yang sedang tidak dirawat di rumah sakit kadang-kadang memerlukan beberapa jenis fasilitas non medik, seperti perumahan, pengadaan makanan, dan bantuan aktifitas sehari-hari seperti makan, mandi atau ke toilet. e. Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas Puskesmas yang diperlukan adalah yang dilengkapi dengan pelayanan psikologis, rehabilitasi, sosial, gizi, dan pendidikan kesehatan. f. Perawatan Kesehatan di Rumah Universitas Sumatera Utara Fasilitas ini diperlukan oleh ODHA agar ia tetap tinggal dirumahnya sambil terus dipantau dan mendapat perawatan medik yang berkesinambungan. Untuk tujuan tersebut diperlukan pekerja sosial, perawat, dan relawan baik dari kalangan agama maupun dari lapisan masyarakat lain Djoerban, 2000. a Voluntary Counselling and Testing VCT Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIVAIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIVAIDS Depkes RI, 2005. VCT merupakan proses konseling pra testing, post testing dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti dan menerima status HIV + dan merujuk pada layanan dukungan KPA Sumut, 2009. Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIVAIDS berkelanjutan. Universitas Sumatera Utara 1 Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi opurtunistik, dan ART. 2 VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh interfensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko terinfeksi HIV, mendapatkan informasi HIVAIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. 3 Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari orang lain, setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi yang ada Depkes RI, 2005 Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pelayanan kesehatan klinik IMSHIV- AIDS pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi atau kesehatan jasmani, fisik dan mencegah supaya tidak menular kepada orang lain sehingga masyarakat berusaha untuk merubah perilaku risiko mendapat penyakit menular seksual dan penyebaran HIV. Upaya Kementerian Kesehatan RI dalam penanggulangan HIVAIDS terhadap epidemi sudah ada sejak tahun 1986, yaitu sejak sebelum kasus AIDS ditemukan di Indonesia pada tahun 1987, dan terus meningkat sejalan dengan Universitas Sumatera Utara masalah yang dihadapi. Salah satu kegiatan pengendalian HIVAIDS dan IMS Infeksi Menular Seksual di Indonesia, meliputi: 1. Memperkuat aspek legal pengendalian HIV-AIDS dan IMS. 2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi termasuk Komunikasi Informasi dan Edukasi KIE dan Intervensi Perubahan Perilaku IPP. 3. Pengembangan sumber daya manusia. 4. Memperkuat jejaring kerja dan meningkatkan partisipasi masyarakat. 5. Memperkuat logistik. 6. Meningkatkan konseling dan tes HIV. 7. Meningkatkan perawatan, dukungan dan pengobatan. 8. Meningkatkan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. 9. Meningkatkan pengendalian IMS. 10. Meningkatkan program pengurangan dampak buruk. 11. Meningkatkan pengamanan darah donor dan produk danah 12. Meningkatkan kewaspadaan universal. 13. Meningkatkan kolaborasi TB-HIV. 14. Meningkatkan surveilans epidemiologi dan pengembangan sistem informasi. 15. Monitoring dan evaluasi. 16. Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan Depkes RI, 2005. Salah satu upaya penting untuk pencegahan HIV adalah menghindari hubungan seks berisiko tinggi, maka upaya yang dilakukan antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Mendorong daerah untuk menyusun regulasi tentang pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS, khususnya pencegahan pada hubungan seks berisiko. 2. Bekerja sama dengan KPAN untuk peningkatan jumlah outlet, distribusi, dan promosi penggunaan kondom. 3. Peningkatan jumlah klinik Infeksi Menular Seksual IMS di Puskesmas wilayah berisiko tinggi Depkes RI, 2005.

2.3.4. Faktor–faktor yang Memengaruhi Pelayanan Kesehatan Klinik

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

5 67 131

Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014

4 92 107

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan Kader terhadap Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang

40 222 116

Pengaruh Peran Keluarga dan Kader Lansia terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

25 230 143

Pengaruh Pengetahuan, Persepsi dan Motivasi PSK terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik IMS/HIV-AIDS di Puskesmas Bandar Baru

0 46 145

Pengaruh Faktor Organisasi dan Faktor Pemberi terhadap Pemanfaatan Kembali Puskesmas Bandar Huluan Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun oleh Pasien Umum

1 62 92

Pengaruh Karakteristik Dan Motivasi Pasien Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik IMS Di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2009

0 39 138

Pengaruh Persepsi tentang Posyandu Usila terhadap Tingkat Pemanfaatan Posyandu Usila di Puskesmas Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2010

1 44 94

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi - Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014

0 1 25

Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014

0 0 13