dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya kondisi optimal perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban
tinggi. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban yang
tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan Suma’mur, 1996.
5.6.4 Konsentrasi Debu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga industri meubel yang diperiksa konsentrasi debu menunjukkan hasil yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu di
atas nilai ambang batas 10 mgm
3
industri meubel 2 konsentrasi rata-rata 10,99 debu dan industri meubel 3 konsentrasi rata-rata debu 10,88.
. Industri meubel 1 konsentrasi rata-rata debu 11,31,
Hasil uji Chi-square diperoleh nilai probabilitas p = 0,000 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi debu dengan terjadinya gejala
gangguan saluran pernafasan pada pekerja industri meubel. Hasil uji regresi logistik diperoleh nilai eksp B untuk konsentrasi debu
sebesar 27,476 dengan p value 0.002. Hal ini berarti risiko gejala gangguan saluran pernafasan karena konsentrasi debu pada pekerja berpeluang 27 kali dan variabel
konsentrasi debu adalah variabel yang paling berpengaruh terhadap gejala gangguan saluran pernafasan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Purnomo 2007 bahwa dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara konsentrasi debu kayu dengan gejala
Universitas Sumatera Utara
penyakit saluran pernafasan, tetapi hasil analisa multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa konsentrasi debu kayu tidak menjadi faktor dominan terjadinya
gejala penyakit saluran pernafasan pada pekerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khumaidah 2009 bahwa ada
hubungan antara pekerja dengan kadar debu perseorangan di atas NAB mempunyai risiko terjadi gangguan fungsi paru sebesar 14 kali lebih tinggi dari pekerja dengan
kadar debu di bawah NAB. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Triatmo 2006 bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara paparan debu kayu dengan gangguan fungsi paru dan men
unjukkan adanya pengaruh debu kayu terhadap fungsi paru p α = 0,005 dan odss ratio = 13,720 menunjukkan bahwa pada paparan debu kayu mempunyai
risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 14 kali dibandingkan responden dengan konsentrasi debu kayu berada di bawah nilai ambang batas.
Hal ini sesuai dengan penelitian Braun-Fahrlander et.al 1997, bahwa batuk dan bronchitis berhubungan secara signifikan dengan konsentrasi debu kayu.
Penelitian Holmess 1989, dari 50 pekerja furniture, ditemukan konsentrasi debu kayu 109 µgm
3
menyebabkan terjadinya faal paru pekerja sebanyak 31, dan penelitian Shamssain 1992, yang melakukan penelitian terhadap pekerja kayu,
menemukan konsentrasi debu 229 µgm
3
menyebabkan terjadinya penurunan faal paru sebanyak 31 tenaga kerja dengan umur antara 20 sampai 45 tahun Putranto,
2007.
Universitas Sumatera Utara
Studi di London dan New York juga menunjukkan rata-rata konsentrasi partikulat setiap hari di atas 250 µgm
3
Dampak negatif dari industri pengolahan kayu adalah timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil industri meubel
tersebut. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri meubel dapat terpapar debu karena bahan baku, bahan antara ataupun produk
akhir. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya gangguan fungsi paru. Debu yang masuk saluran nafas menyebabkan
timbulnya reaksi mekanisme pertahanan non spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos disekitar jalan nafas
dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini biasanya terjadi bila kadar debu melebihi nilai ambang batas Khumaidah, 2009.
mengakibatkan peningkatan penyakit saluran pernafasan akut Purwana, 1992.
5.7 Pengaruh Riwayat Pekerjaan Lama Kerja dan Jam Kerja terhadap Gejala
Gangguan Saluran Pernafasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 orang yang mempunyai riwayat
pekerjaan yang tidak terpapar, paling banyak tanpa gejala gangguan saluran pernafasan yaitu 25 orang 83,3. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,004
0,05, artinya terdapat hubungan antara riwayat pekerjaan dengan gejala gangguan saluran pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji regresi logistik diperoleh nilai eksp B untuk riwayat pekerjaan sebesar 1,149 dengan p value 0.897 bahwa riwayat pekerjaan bukan variabel yang
berpengaruh terhadap terjadinya gejala gangguan saluran pernafasan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Purnomo 2007 bahwa bahwa hasil
uji statistik menunjukkan masa kerja berhubungan dengan gejala penyakit saluran pernafasan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Huda 2004, bahwa kerentanan terhadap efek yang berhubungan dengan pemajanan akan meningkat pada kelompok
pekerja yang mempunyai masa kerja lebih tinggi dan berhubungan dengan debu kayu dibandingkan kelompok pekerja yang mempunyai masa kerja lebih tinggi tetapi tidak
berhubungan dengan debu kayu. Lama kerja diperlukan untuk menilai lamanya pekerja terpajan debu. Semakin
lama seseorang terpajan debu, akan semakin besar risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Pada pekerja yang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu
lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri
yang berdebu lebih dari 5 tahun Khumaidah, 2009. Lamanya kerja seseorang dapat juga dikaitkan dengan pengalaman yang
didapatkan di suatu tempat kerja. Semakin lama kerja sesorang, maka pengalaman yang diperolehnya akan bertambah. Umumnya pekerja yang baru belum terbiasa
dengan lingkungan kerjanya dan belum kenal dan memahami risiko pekerjaan, bahkan kurang berhati-hati dan mengabaikan langkah pengamanan dan pencegahan.
Universitas Sumatera Utara
Jam kerja yang lebih dari 8 jam sehari berhubungan dengan terjadinya kelelahan pada pekerja, sehingga dapat menurunkan daya tahan tubuh yang dapat
menyebabkan rentan terhadap berbagai penyakit. Untuk itu pekerja disarankan untuk bekerja tidak lebih dari 8 jam sehari.
5.8 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Gejala Gangguan Saluran Pernafasan