lebih dari 15 dari luas ruangan. Dengan demikian tidak dilakukan analisis bivariat karena data homogen.
5.6.2 Suhu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 orang di lingkungan kerja dengan suhu yang tidak memenuhi syarat, paling banyak dengan gejala gangguan saluran
pernafasan yaitu 15 orang 745,0 dan dari 30 orang di lingkungan dengan suhu memenuhi syarat, paling banyak dengan gejala gangguan saluran pernafasan yaitu 18
orang 60,0. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai probabilitas p = 0,428 0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dengan terjadinya gejala
gangguan saluran pernafasan pada pekerja industri meubel. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Penelitian Purnomo 2007
bahwa pada variabel suhu ruang kerja, didapatkan suhu ruang kerja tidak berhubungan dengan gejala penyakit saluran pernafasan.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Yenny 2003 bahwa suhu ruang yang panas akan mendorong pekerja untuk berada di luar ruang seperti di
bawah pohon untuk mendapatkan suasana yang lebih segar sehingga akan mempengaruhi tingkat pajanan debu kepada pekerja. Namun demikian secara teoritis,
suhu ruang yang tinggi akan meningkatkan gerak partikel atau debu yang terdispersi di udara karena partikel tidak terikat oleh uap air yang ada di udara.
Menurut Suma’mur 1996 bahwa suhu udara di tempat kerja tidak dapat dilepaskan dari iklim kerja. Iklim kerja merupakan keadaan udara di tempat kerja
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan interaksi dari suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi.
5.6.3 Kelembaban
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang di lingkungan dengan kelembaban tidak memenuhi syarat, paling banyak dengan gejala gangguan saluran
pernafasan yaitu 26 orang 65 dan dari 10 orang di lingkungan dengan kelembaban yang memenuhi syarat, paling banyak dengan gejala gangguan saluran pernafasan
yaitu 7 orang 70,0. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai probabilitas p = 1,000 0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan
terjadinya gejala gangguan saluran pernafasan pada pekerja industri meubel. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Purnomo 2007 bahwa ada
hubungan antara kelembaban dengan gejala penyakit saluran pernafasan.
Sesuai dengan penelitian Yenny 2003 bahwa kelembaban mempengaruhi proses pajanan debu, di mana debu yang terdispersi pada ruang yang lebih lembab
akan bergerak secara terbatas karena terabsorbsi oleh uap air yang ada di udara sehingga berat molekulnya bertambah. Dengan pertambahan berat molekul debu,
menyebabkan debu jatuh mengikuti gaya gravitasi bumi. Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air dalam yang
terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara berada dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah.
Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh kepada kesehatan pekerja berkisar antara 65 - 95 . Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu
Universitas Sumatera Utara
dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya kondisi optimal perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban
tinggi. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban yang
tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan Suma’mur, 1996.
5.6.4 Konsentrasi Debu