Bab II. Tinjauan Pustaka
29
29
pemerataan dan keadilan serta akan memperluas basis pembangunan yaitu keluarga dan masyarakat.
Melihat kenyataan pembangunan yang ada di daerah perdesaan, masih banyak kekurangan atas kesiapan sumberdaya-sumberdaya termasuk pranata
misalnya; rendahnya mutu sum berdaya manusia, lemahnya lembaga pemerintahan desa dan lembaga masyarakat desa dalam menampung dan
menyampaikan aspirasi masyarakat, utamanya masih terbatasnya jangkauan pelayanan lembaga perekonomian dalam mendukung usaha ekonomi desa,
serta belum meratanya prasarana dan sarana sosial ekonomi dalam melayani kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikin, tantangan yang dihadapi dalam
pembangunan desa menurut Sumodiningrat adalah meningkatkan fungsi lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan desa untuk menciptakan
kesejahteraan kemakmuran masyarakat desa, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat berpartisipatif aktif dalam pembangunan, mengurangi
kesenjangan antardesa dan antara desa dengan kota. Lebih lanjut, perlu adanya keberpihakan dan komitmen pemberdayaan
masyarakat melalui pembangunan ekonomian rakyat. Keberpihakan terhadap perekonomian rakyat berarti memberikan perhatian khusus kepada upaya
peningkatan ekonomi rakyat, termasuk upaya mencari penghasilan melalui migrasi sirkuler dalam mengisi waktu luang disela waktu tanam dan waktu panen.
Seharusnya perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat pada sumberdaya
pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga
mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya.
2.9. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu
Banyak penelitian tentang migrasi telah dilakukan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Naim 1979 tentang pola migrasi suku Minangkabau
Merantau menunjukkan bahwa pola migrasi suku Minangkabau adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari orang Minangkabau, pola ini
semula didorong oleh kebutuhan perluasan wilayah karena potensi sumberdaya
Bab II. Tinjauan Pustaka
30
30
yang ada tidak lagi memadai dalam menunjang kehidupan mereka. Sehingga, penduduk Minangkabau membutuhkan tanahlahan garapan baru untuk
pertanian persawahan. Menurut Naim, merantau adalah suatu kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan sosial, merantau bagi orang Minang tidak bisa
disamakan dengan migrasi, sekurangnya dalam konteks sosial budaya. Kendati demikian pada masa tersebut menurutnya, sukubangsa yang mempunyai
intensitas migrasi relatif tinggi adalah Minangkabau, Batak, Bugis, Banjar, Manado dan Ambon. Sedangkan enam sukubangsa yang memiliki intensitas
migrasi yang relatif rendah terdiri dari sukubangsa Sunda, Madura, Aceh, Jawa, Melayu dan Bali. Adapun salah satu faktor yang akhinya ikut mendominasi dalam
menentukan pola migrasi adalah faktor ekonomi. Sjahrir 1984 dalam penelitiannya di desa Jebed, Jawa Tengah
menunjukkan adanya migrasi sirkulasi para tukang bangunan. Hal tersebut berlangsung akibat tekanan ekonomi yang terbentuk akibat penerapan program
TRI Tebu Rakyat Intensifikasi pada tahun 1975 yaitu sejak dikeluarkannya Inpres no 91975. Menurut Sjahrir kondisi tersebut diperburuk karena adanya
pemusatan kekuasaan pada tangan lurah dan aparatnya yang sangat menentukan dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, ditentukan secara
sepihak dari sana. Migrasi sirkulasi ke kota bagi penduduk desa Jebed merupakan jawaban terhadap kesulitan dan tekanan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Rahmawati 1991 meneliti tentang faktor-faktor sosial ekonomi terhadap
migrasi sirkuler desa – kota menyimpulkan bahwa setatus sosial ekonomi yang diukur melalui kepemilikan lahan pertanian mempunyai nilai bervariasi, tetapi
lebih besar prosentasenya pada golongan ekonomi rendah. Terdapat tiga jenis lapangan usaha dalam sektor informal yang dimasuki oleh migran yaitu
perdagangan, buruh dan jasa angkutan. Lebih lanjut, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kelancaran sistim transportasi dan informasi sebagai hasil
dari pembangunan pedesaan juga ikut mempercepat terjadinya migrasi sirkuler desa – kota.
Berbeda dengan penelitaan yang dilakukan Naim, Hugo 1982 dalam studinya tentang migrasi sirkuler di Indonesia menulis bahwa terdapat beberapa
suku terbesar di Indonesia yang memiliki tingkat curahan untuk migrasi nonpermanen jenis sirkulasi yang tinggi antara lain suku Jawa, pola tersebut
Bab II. Tinjauan Pustaka
31
31
sudah lama terjadi di Indonesia. Analisa ekonomi yang ditemukan, alasan utama mereka melakukan migrasi nonpermanen adalah karena di desa tempat tinggal
asalnya tidak bisa mendapat pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga pola migrasi nonpermanen sirkulasi dilakukan untuk
memaksimalkan pendapatan rumahtangganya, dan kebanyakan mereka bekerja pada sektor jasa.
Selanjutnya terkait dengan migran sektor informal penelitian yang dilakukan oleh Ponto 1987 melihat karakteristik migran sektor informal di Kodya
Manado. Studi ini berkesimpulan semakin besar arus migrasi dari desa ke kota, semakin banyak pekerjaan disektor informal. Menurut Ponto bahwa tingkat
ekonomi pekerja atau rumahtangga di sektor informal tidaklah lebih jelek dari rumahtangga sektor formal, dan pada umumnya pekerja migran sektor informal
sudah merasa puas dengan tingkat kehidupan yang dijalani karena kegiatan mereka sudah dianggap sesuai dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang
mereka miliki. Penelitian Leuwol 1988 tentang migran sirkuler dan latar belakangnya
menunjukkan kesimpulan bahwa para migran terdorong melakukan mobilitas dalam bentuk sirkuler dari Jawa Tengah ke Jakarta karena potensi sumberdaya
alam yang ada tidak seimbang dengan potensi sumberdaya manusianya. Lahan pertanian yang merupakan tumpuhan terakhir bagi penduduk pedesaan semakin
sempit. Menurut Leuwol, kondisi tersebut nampak dari semakin menyempitnya areal persawahan yang dimiliki petani dan semakin bertambahnya jumlah petani
penggarap. Daerah tujuan Jakarta yang menjanjikan lapangan pekerjaan disektor informal merupakan daya tarik yang cukup kuat bagi para migran
pedesaan. Besarnya jumlah tanggungan di desa dan latarbelakang kultural- historis pada masyarakat disepanjang pantai utara Jawa Tengah turut
mempengaruhi intensitas penduduk untuk bermobilitas ke kota. Menurutnya, bagi mereka keputusan untuk bermigrasi sirkuler adalah keputusan yang sangat
bijaksana. Selanjutnya penelitian Sutarno 1989 tentang dampak gerak penduduk
desa-kota berkesimpulan bahwa, gerak penduduk ke luar desa ke kota menimbulkan dampak positif terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan
rumahtangga, kemakmuran desa, minat terhadap pendidikan, dan minat melakukan gerak penduduk. Salah satu dampak negatif menurut penelitian
Bab II. Tinjauan Pustaka
32
32
Sutarno adalah kurangnya peranserta “movers” dalam kegiatan-kegiatan umum di desanya dibanding mereka yang tetap tinggal di desa “stayers”. Akan tetapi,
kekurangan tersebut dapat mereka tutup ketika mereka tidak lagi bekerja keluar desa. Para mantan movers menujukkan bahwa dengan pengetahuan dan
pengalaman yang mereka peroleh dari luar desa mereka mempunyai peran yang cukup penting dalam menggerakkan kegiatan-kegiatan pembangunan di desa.
Mantra 1994, meneliti tentang mobilitas sirkuler perdesaan ke perkotaan yang semakin meningkat. Dorongan ekonomi merupakan alasan untuk
bersirkulasi kekota. Dalam studi ini Mantra berpendapat adanya hubungan yang erat antara kesempatan kerja dengan mobilitas desa-kota, semakin tinggi
perbedaan kesempatan kerja yang ada diperkotaan dengan yang ada diperdesaan maka akan semakin deras arus mobilitas penduduk perdesaan ke
perkotaan. Lebih lanjut, fenomena tersebut yang kemudian akan mempengaruhi kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya daerah asal migran. Sayangnya Mantra
dalam studi ini belum melihat bagaimana dampak pertumbuhan tenaga kerja perkotaan akibat arus urbanisasi. Sehingga saran yang diajukan dalam studi ini
adalah mobilitas jenis sirkuler perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah tenaga kerja diperdesaan.
Penelitian Desiar 2003 tentang dampak migrasi terhadap pengangguran di DKI. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dampak dari masuknya migran ke
DKI antara lain adalah besarnya aktivitas sektor informal, tingginya tingkat pengangguran dan berkembangnya permukiman kumuh. Dengan menggunakan
model log-log penelitian ini menunjukkan bahwa apabila angkatan kerja migran meningkat 10 persen, jumlah pengangguran total akan meningkat 3,06 persen.
Sedangkan dampak positif yang menarik dari kesimpulan penelitian ini adalah fenomena migrasi masuk di DKI memberikan kontribusi terhadap berkembang
ekonomi informal yang cukup banyak menyerap tenaga kerja, termasuk juga menyediakan tenaga pembantu rumahtangga yang sangat dibutuhkan di DKI
Jakarta tetapi tidak bisa disediakan oleh penduduk non migran. Penelitian mengenai analisis dampak migrasi sirkuler terhadap
pembangunan ekonomi perdesaan pada rumahtangga sektor informal dilakukan untuk mengetahui karakteristik rumahtangga perdesaan yang memutuskan untuk
migari sirkuler ke daerah tujuan yang relatif masih berdekatan dengan daerah asal, dengan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi
Bab II. Tinjauan Pustaka
33
33
sirkuler. Penelitian ini juga bertujuan menganalisa dampak yang ditimbulkan akibat fenomena migrasi sirkuler melalui analiisa diskriptif untuk mengetahui
dampak yang ditimbulkan, analisa Good service ratio untuk mengetahui tingkat kesejahteraan para migran dan Gini ratio untuk mengetahui distribusi
pendapatan antar migran sirkuler. Fokus dalam kerangka teori penelitian ini menekankan pada adanya perbedaan upah sektor pertanian di perdesaan
dengan sektor industri di perkotaan yang mendorong para penduduk perdesaan untuk melakukan migrasi. Sektor ekonomi informal yang terkenal dengan upah
yang rendah masih saja tetap menarik bagi para migran yang berasal dari pedesaan sebagai alternatif kurang optimalnya bekerja di sektor perdesaan
pertanian. Kondisi yang demikian akan terus berlanjut manakala upah disektor pedesaan pertanian belum juga menunjukkan keseimbangan dengan sektor
industri di perkotaan. Terlebih lagi tingkat kesejahteraan pada saat mereka melakukan migrasi jauh lebih baik dari pada sebelumnya, begitu juga semakin
bertambahnya faktor produksi yang mereka miliki di desa asal. Fenomena ini yang akan membuktikan alasan para migran untuk memilih bentuk sirkulasi dari
pada migrasi menetap.
Bab II. Tinjauan Pustaka
34
34
Gambar 2 Skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro 2003
Sistem-sistem sosial misal, unit
keputusanjumlah orang yg akan
membuat keputusan
bermigrasi Kebijakan-
kebijakan dari Pemerintahmisal:d
ibidang perpajakan
Faktor-faktor Komplementer
misal:ketersedi aan lahan di
desa
Besar-kecilnya pendapatan di desa
Pengiriman uang dari kota ke desa
Tingkat Penddkan
Peluang Untuk mendapatkan
pekerjaan Pendapatanbila
berwiraswasta
Tingkat upah di kota
Besar-kecilnya pendapatan di kota
Biaya hidup Sehari-hari
Biaya oportunitas
Biaya transportasi Biaya-biaya psikis
resiko,adaptasi sosial
Biaya-biaya migrasi
Nilai sekarang dari manfaat-manfaat migrasi
yang akan muncul nanti
Manfaat- manfaat
migrasi
Pengaruh Psikis gebyar hidup di
kota
Hubungan desa- kota
Jarak
Pendidikan , media,
dan sebagainya
Arus-arus Informasi
Perkiraan nilai total
migrasi
Keputusan migrasi
III. KERANGKA PEMIKIRAN