Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal

Bab II. Tinjauan Pustaka 17 17 tujuan, kerangka sistimatis dari pendapat ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2 yang menunjukkan skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro 2003. Keinginan mereka untuk pindah kekota adalah untuk mencari pekerjaan dengan harapan besar bahwa tingkat upah atau penghasilan yang akan didapat di perkotaan akan lebih besar. Walaupun potensi dan daya dukung perkotaan sudah tidak mampu menghasilkan upah atau penghasilan yang seimbang dengan kebutuhan migran, karena kapasitas dan daya dukung perkotaan yang cenderung melemah akibat overpopulation. Namun migran yang datang tetap saja tertarik, dengan segala daya dan upaya mereka menggunakan informasi dan jaringan sosial dari kaum kerabat yang sudah terlebih dahulu bermigrasi. Jaringan sosial yang digunakan migran dalam studi ilmu sosial sering disebut modal sosial social capital dalam hal ini dapat diartikan sebagai modal yang memperlancar keputusan untuk menjadi migran sirkuler. Modal sosial merupakan jaringan antar orang-orang yang saling berinteraksi dalam satu kepentingan yang didalamnya terdapat unsur kepercayaan yang mampu megurangi biaya transaksi. Dalam kenyataannya ikatan kekerabatan yang kuat akan mampu menciptakan ikatan sosial, ikatan batin antar sesama migran maupun ikatan yang kuat terhadap daerah asal. Begitu pula dengan keputusan bidang pekerjaan yang ditekuni oleh para migran tidak akan terlepas dari unsur kekerabatan yang ada. Seorang migran yang datang dari desa tidak akan begitu mudah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan ketika mereka tiba di daerah tujuan, sebagian besar tidak sendirian, kebanyakan dari mereka diajak oleh ”kerabat” mereka yang telah berhasil di daerah tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan menghasilkan pendapatan.

2.4. Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal

Konsep sektor informal berasal dari makalah Hart tentang lapangan kerja perkotaan di Ghana. Hart pertama kali memperkenalkan pembagian kegiatan ekonomi kedalam sektor “informal” dan sektor “formal”. Istilah sektor informal sendiri adalah merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep tradisional, sedangkan istilah sektor formal kurang lebih sama dengan istilah moderen Konsep sektor informal menurut Hart adalah merupakan unit usaha dengan ciri- Bab II. Tinjauan Pustaka 18 18 ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat pendidikan formal yang rendah, mudah dimasuki pendatang baru, sifatnya yang selalu berubah ubah dan tidak stabil Tjiptoherijanto, 1989. Dualisme informal dan formal ini semakin menarik peneliti studi pembangunan dalam kaitan proses industrialisasi dan urbanisasi di negara- negara berkembang, terutama seiring meluasnya kegiatan berusaha di pasar- pasar yang tidak terorganisasi di daerah perkotaan, selanjutnya lebih dikenal dengan sektor informal perkotaan. Namun, pada dasarnya sektor informal akan lebih jelas dpat dibedakan dari sektor formal jika dilihat dari aspek legalitas. Menurut ILO, pembedaan dua sektor informal dan formal tersebut dapat didasarkan pada aktivitas, sifat alami pasar dan perusahaan. Berkaitan dengan sektor informal, beberapa ciri yang di tulis oleh Soetjipto 1985 antara lain: 1. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya. 2. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah. 3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan hari. 4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya. 5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar. 6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. 7. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja. 8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama. 9. Tidak mengenal sistem administrasi bank, pembukuan, perkreditan dan lainya. Berbeda dengan sektor informal, pasaran tenaga kerja pada sektor formal terdiri dari tenaga kerja bergaji yang melakukan tugas secara permanen, Bab II. Tinjauan Pustaka 19 19 diorganisasi dengan resmi, dilindungi dan tercatat dalam statistik ekonomi. Mereka yang bekerja disektor formal berada dibawah pengawasan Departemen ketenagakerjaan yang ditunjuk pemerintah dan tunduk terhadap ketentuan tentang upah, jam kerja, hak cuti, keamanan, pemutusan hubungan kerja PHK, asuransi dan masih banyak lagi perundang-undangan lainnya. Dalam memahami karakteristik sektor informal, akan lebih jelas jika difokuskan pada pengelolaan usaha dan hubungannya dengan pemerintah. Pembedaan tersebut diantaranya adalah: a. Sektor Formal Sektor formal termasuk dalam aktivitas pemerintah, dan juga berusaha disektor swasta yang secara resmi dikenli, dipelihara dan diatur oleh negara. Sektor formal dicirikan secara jelas dengan skala operasi yang relatif besar, teknik padat modal, tingkat upah dan gaji yang tinggi. b. Sektor Informal Dalam sektor informal, perusahaan dan individu beraktivitas diluar sistem peraturan dan kepentingan pemerintah, sehingga tidak memiliki akses terhadap institusi kridit formal dan kecukupan modal sumber daya untuk mentransfer teknologi dari luar negeri. Sehingga, banyak ditemukan pelaku ekonomi sektor ini beroperasi secara ilegal. Walaupun pengaruhnya terhadap aktivitas ekonomi relatif sama, keilegalan tidak selau merupakan konsekwensi alamiah dari keterbatasan sumber daya dan akses terhadap sektor formal. Sampai saat ini dalam perkembangan penelitian tentang sektor informal dan sektor formal yang umumnya berkembang di perkotan, para ahli masih belum sepakat dalam mendefinisikan istilah sektor informal. Ketidak jelasan batas formal-informal juga banyak disebabkan oleh banyaknya interaksi dan keterkaitan antara kegiatan informal dan formal. Konsep “ends-means” dari Hermando de Soto dalam Sarosa 2006 mengatakan bahwa kegiatan informal pada dasarnya dicirikan pada tujuan ends yang legitimate, karena untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi dengan cara- cara means yang tidak legitimate, karena tidak memenuhi tata-aturan formal. Tetapi pada intinya terdapat kesamaan cara pandang yang perlu difahami bersama bahwa sektor informal adalah mereka yang bekerja sendiri tanpa ada Bab II. Tinjauan Pustaka 20 20 yang mempekerjakannya, bekerja sendiri dengan keluarga atau pekerja paruh waktu, dan pekerja keluarga SEMERU. Terlepas dari ketidak samaan dan inti dari kesamaan dualisme formal- informal yang umumnya bersifat akademik konseptual, permasalahan sangat nyata dirasakan di kota-kota negara berkembang pada umumnya dan melanda negara-negara maju pada kasus tertentu. Di Indonesia, sektor informal menjadi tumpuan kehidupan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Data Sakernas 1998 misalnya, menunjukkan terjadinya peningkatan pangsa pasar informal dari 62 persen tahun1997 menjadi 65,4 persen pada tahun 1998. Pada tahun sebelumnya 1985, sektor informal memberi kontribusi terhadap kesempatan kerja 74 persen, pada tahun 1990 menjadi 71 persen. Walaupun terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Namun, artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja domian bila di banding sektor formal. Catatan tentang sektor informal dalam subsektor dalam perdagangan, misalnya perdagangan kaki lima PKL, Priyambadha dan Soegijoko menemukan permasalahan dan potensi dari PKL di Yogyakarta yang dapat memberikan gambaran secara nyata bahwa sikap yang banyak diambil oleh pemerintahan kota dalam menghadapi fenomena sektor informal lebih menekankan pada penegakan hukum yang tidak konsisten, kurang pembinaan dan tidk manusiawi. Pada catatan studi ini ditemukan juga bahwa sistem sub-kontrak terkait sektor informal dengan sektor formal, dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi dua kebelah fihak dan dapat menimbulkan multiplier-effects yang positif bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Panennungi 2004 sepakat bahwa tingginya pertumbuhan sektor informal terkait erat dengan fenomena pengangguran di wilayah perdesaan sehingga mempengaruhi ke arah ketimpangan pendapatan antarsektor perkotaan yang berbasis industri dan perdesaan yang berbasis pertanian yang menimbulkan fenomena migrasi internal sampai kearah migrasi internasional. Simanjuntak 2006 berpendapat semakin meningginya persoalan migrasi, misalnya migrasi internasional pengiriman TKW ke Timur Tengah dan Malaysia disebabkan keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997. Keterkaitan sektor informal, sektor formal dan keterbatasan kesempatan kerja akan mempengaruhi perekonomian nasional, jika tidak diselesaikan dengan pengakuan sungguh-sungguh dan penuh perhatian. Bab II. Tinjauan Pustaka 21 21

2.5. Kaitan Sektor Informal dan Materi Balik