Bab VI. Hasil dan Pembahasan
77
77
6.1.4. Faktor Pribadi Migran Sirkuler
Pada dasarnya tidak ada aturan atau norma yang mendorong masyarakat perdesaan di Kabupaten Lamongan untuk bersirkulasi kedaerah pesisir pantai
utara. Namun ada semacam tradisi yang sudah sekian lama mendasari cara hidup masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Tradisi tersebut masih
berlanjut sampai sekarang. Walaupun hal tersebut hanya sebatas anjuran atau pendapat dari seorang pemuka agama Alim Ulama.
Peran birokrasi formal seperti kepala desa tidak mampu mengatasi dan mencegah penduduknya dari proses sirkulasi. Hingga tahun 2003 kepala desa
adalah penduduk asli yang dipilih melalui pemilihan kepala desa. Terpilih menjadi kepala desa adalah mereka yang direstuidistujui oleh pimpinan ulamakaum
agama yang berpengaruh didesa. Tidak jarang pada kemudian hari dualisme kepemimpinan didesa terjadi, kepala desa sering kali menempati posisi yang
kedua dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang ditentukan oleh pemuka agama seringkali menjadi ”petuah” bagi penduduk desa. Fanatisme sosok
pemuka agama di perdesaan Kabupaten Lamongan masih sangat besar. Alim Ulama lebih memiliki karisma dalam menyerukan kebijakan atau pun perintah
bila dibandingkan kepala desa, karena pada sebagian besar Alim Ulama di pedesaan mempunyai fasilitas dan dukungan massa yang besar, fasilitas
tersebut berupa pesantren dengan akses yang berlebih bila dibandingkan dengan lembaga formal yang dimiliki oleh desa. Data departemen agama
Kabupaten Lamongan menyebutkan bahwa lebih dari 300 Pondok Pesantren yang ada di kabupaten Lamongan, dan lebih dari 85 persen berlokasi di wilayah
pedesaan. Kekuatan tersebut seringkali mengantarkan dengan mudah seorang menjadi kepala desa atau turun dari jabatan kepala desa menjadi warga biasa.
Alim Ulama adalah kelompok elit desa dan kepala desa adalah kepanjangan tangan dari Alim Ulama.
Dominasi politik yang kuat kalangan pemuka agama di perdesaan kabupaten Lamongan mampu melemahkan peran birokrasi formal, karena sering
kali orientasi pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah diatas birokrasi formal desa terhalang oleh kepentingan pemuka agama yang berbeda. Artinya
hanya kalangan elit yang selama ini berperan utama dalam mengendalikan birokrasi formal di desa, termasuk yang menikmati akses sumberdaya desa.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
78
78
Tarik-ulur kekuatan politik agama, budaya dan birokrasi formal sering kali di menangkan kaum pemuka agama. Penduduk desa dalam kuantitas yang
seharusnya merupakan pemilik kekayaan sumberdaya desa seringkali tidak dilibatkan. Sehingga, untuk bisa menikmati akses terhadap kekayaan
sumberdaya desa terlebih dahulu seseorangmereka harus masuk dalam lingkaran elite desa.
Migrasi sirkuler penduduk desa diyakini dan disamakan dengan anjuran lelana mengembara” dalam kisah-kisah pengembara tempo dulu. Seseorang
laki-laki dewasa dapat dikatakan kesatria apabila semasa hidupnya pernah menjalani anjuran lelana yang diperintahkan oleh seorang ulama di desa. Lelana
dapat disama artikan dengan pengembaraan untuk mencari sesuatu yang baru, yang belum dimiliki oleh seseorang selama hidup didesa. Setelah dalam tahapan
lelana, seseorang biasanya kembali ke desa dengan berbekal pengalaman yang didapat di daerah yang pernah di singgahi untuk memperoleh ilmu baru.
Seseorang yang berbekal ilmu baru, kemudian diuji untuk menentukan pantas atau tidak masuk dalam kelompok elit desa dalam sebuah pesantren atau
jamaah penajian agama. Namun, kondisi sekarang masyarakat perdesaan yang mengembara atau
lelana tidak lagi karena keinginan masuk dalam lingkaran elit desa, dalam pengembaraan juga tidak lagi seorang pemuda dewasa yang masih berstatus
sendiri. Tetapi, terdapat pergeseran nilai-nilai yang semula dianjurkan, yaitu faktor ekonomi yang membawa seseorangmereka kepala rumahtangga untuk
mengembara mencarai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, yang selama ini hanya dirasakan oleh kelompok elit desa.
Data survei menemukan bahwa anjuran lelana sekarang telah bergeser menjadi alasan ekonomi 33,3 yang mendasari pola sirkulasi penduduk
perdesan. Sebesar 25,1 persen beralasan karena ingin melatih kemandirian berumahtangga dan sebesar 25,1 persen mengatakan untuk masa depan ingin
mencari yang lebih baik dari yang sudah ada di desa serta 16,4 persen responden tidak mengetahui alasan secara pribadi mengapa memilih bersirkulasi
ke daerah tujuan. Berikut Tabel 25 menunjukkan Alasan pribadi 159 responden mengapa memilih bentuk mobilitas sirkuler.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
79
79
Tabel 25 Alasan pribadi bersirkulasi Alasan Pribadi
Frekuensi Persentase
Melatih Kemandirian 40
25.1 Ekonomi
53 33.3
Masa Depan 40
25.1 Tidak Mengetahui
26 16.4
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Akses sumber daya yang dinikmati dan dikuasai oleh sekelompok elit desa terjadi akibat lemahnya birokrasi formal desa, kepala desa yang
seharusnya menjadi decision maker pembangunan tidak mampu lagi membagikan sumber daya desa kepada yang berhak, yaitu penduduk desa yang
merupakan aset bagi kemajuan pembangunan desa. Biasanya kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga formal desa kepala desa sering ditentang oleh elit
desa melalui peran tokoh utama desa yang berada dalam lembaga musyawarah desa LMDBPD.
Masyarakat desa yang sudah memilih bersirkulasi ke daerah tujuan masih memiliki bentuk mobilitas yang lebih cocok untuk memaksimalkan
pendapatannya. Hal ini terlihat dengan pendapat meraka tentang pola yang dipilih sekarang sirkulasi denga nginapmondok. Sebanyak 68 responden yang
mengatakan ”biasa” terhadap sirkulasi. Ketika ditanyakan lebih lajut tentang jawaban biasa, menyatakan bahwa tidak terlalu cocok atau menyenangi, tetapi
kalau ada pola yang lebih baik untuk menambah pendapatan mereka akan merubah keputusannya untuk bersirkulasi. Sebesar 24 responden mengatakan
Sangat senang dan puas denga pendapatan yang diperoleh, serta 23 responden yang mengatakan tidak senang karena belum terpenuhi harapan, sisanya
responden tidak mengetahui mengapa mereka harus memilih pola sirkulasi. Tabel 26 Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi
Tingkat Kepuasan Frekuensi
Persentase Sangat senangPuas
24 15.1
Biasa 68
42.7 Tdak senangTidak Puas
23 14.4
Tidak Menjawab 44
27.6 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
80
80
Alasan memilih pekerjaan sebagai pedagang di daerah tujuan, lebih banyak didasarkan pada bahan baku dan ramainya pembeli daya beli
masyarakat daerah tujuan yang disertai dengan tingkat kebutuhan masyarakat tinggi sebesar 66 responden. Responden yang mengatakan bahwa barang
dagangannya paling dibutuhkan sebesar 58 orang dan yang beralasan memilih berjualan karena modal yang dibutuhkan sedikit sebesar 33 orang responden,
dan yang tidak mengetahui alasan 2 orang responden. Tabel 27 menujukkan alasan responden memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan
Tabel 27 Alasan memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan Alasan Memilih Pekerjaan
Frekuensi Persentase
Bahan baku mudah didapat 66
41.5 Paling dibutuhkan
58 36.4
Modalnya sedikit 33
20.7 Lainnya
2 1.2
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Umumnya migran sirkuler pulang kedesa asal dalam 4 sampai 6 bulan sekali 91 orang responden pada saat pulang biasanya selama 7 hari di desa
asal kemudian kembali ke desa tujuan untuk bekerja lagi. Responden yang kembali ke desa antara 1 sampai 3 bulan sekali sebesar 34 orang 21,3 dan
tidak tentu sebesar 27 responden 16,9 . Pada umumnya responden kembali kedesa selain untuk mengobati kerinduan teradap keluarga mereka juga kembali
untuk merawat dan menanami tanah pertanian yang mereka miliki didesa, sebagai infestasi sektor pertanian yang pada awalnya menjadi tumpuan harapan
ekonomi keluarga di desa. Namun rasa kecintaan masyarakat desa untuk mempertahankan apa
yang mereka miliki masih dianggap rendah oleh kaum elit di desa. Peran elit desa menciptakan kelemahan dalam kinerja lembaga formal desa yang dibarengi
dengan penguasaan aset dan akses sumberdaya desa. Disamping itu, anjuran lelana yang dulu sering disarankan oleh elit desa, bukan lagi perupa
pengembaraan mencari ilmu untuk bisa kembali dan masuk dalam kelompok elit desa. Dasar pengembaraanlelana merupakan warisan turun temurun pendududk
desa di kabupaten Lamongan yang sekarang menjelma menjadi pengembaraan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga di desa.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
81
81
6.2. Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler