Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan

(1)

KOMITMEN ORGANISASI PADA GURU KELAS SDIT X

MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi

Oleh:

SRI AZNI

117029008

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : Sri Azni

NIM : 117029008

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dihadapan para dewan penguji.

DEWAN PENGUJI

Penguji I/ Pembimbing : Siti Zahreni, M.Psi, psikolog [ ] NIP. 198201282005022001

Penguji II/Pembimbing : Meutia Nauly, M.Si, psikolog [ ] NIP. 196711272000032001

Penguji III : Prof. Dr. Irmawati, psikolog [ ] NIP. 195301311980032001

Medan, 12 Februari 2014

Koordinator Program Pasca Sarjana Dekan Fakultas Psikologi USU Fakultas Psikologi USU

Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Si, psikolog Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 196501122000032001 NIP. 195301311980032001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguh-sungguhnya bahwa tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi dari Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah hasil karya saya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis saya yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam tesis ini, saya bersedia menerima sanksi lainnya dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 12 Februari 2014

Sri Azni


(4)

KOMITMEN ORGANISASI PADA GURU KELAS SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstrak

Komitmen organisasi adalah keadaan dimana individu memihak pada organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi. Ciri komitmen organisasi menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Allen dan Meyer, 1977) yaitu : 1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi, 2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, 3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasinya. SDIT X mengalami

turnover guru setiap tahun serta pada guru kelasnya terdapat indikasi intensi

turnover dan kurangnya penerimaan mereka terhadap nilai dan tujuan sekolah. Permasalahan tersebut merupakan bagian dari permasalahan komitmen organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas SDIT X menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik studi kasus pada 4 orang partisipan, serta menggunakan program NVivo10 sebagai alat bantu dalam pengolahan data.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa satu partisipan menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat menengah, sedangkan tiga partisipan lainnya menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah. Hasil penelitian tambahan memperlihatkan bahwa dua partisipan yang menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah, juga menunjukkan ciri dari komponen komitmen kontinuen terkait dengan keinginan mereka untuk keluar dari organisasi. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa komitmen profesi sebagai guru ikut mempengaruhi komitmen organisasi mereka terhadap sekolah.


(5)

ORGANIZATION COMMITMENT TO CLASS TEACHER IN SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstract

Organizational commitment is a situation where the individual are in favor of the organization and its objectives as well as the intention of maintaining membership in an organization. Characteristics of organizational commitment by Mowday, Porter and Steers (in Allen and Meyer, 1977), namely: 1. Accepting the values and goals of the organization, 2. Having the desire to do for the organization, 3. Having a strong desire to remain with the organization. SDIT X experienced teacher turnover every years, and there are the class teacher turnover intention and an indication of their lack of acceptance of the values and goals of the school. These are a part of the organization's commitment problems. This study aims to reveal the picture of the organization's level of commitment tendency of class teachers in SDIT X using qualitative research methods with case studies in 4 participants, and using NVivo10 program as a tool in data processing.

The results showed that one participant showed a trend toward moderate-level organizational commitment, while the three other participants showed a trend toward lower levels of organizational commitment. Additional results shows that the two participants who showed lower levels of organizational commitment, also shows the characteristics of the coninuance commitments components related to their desire to turn out of the organization. Another results is a suggest that the commitment of the profession as a teacher influence their organization's commitment to the school.

Key words : organizational commitment, teacher, qualitative research, characteristics of organizational commitment


(6)

KATA PENGANTAR

“Faidza „azamta fatawakkal „alallah...(QS. 3:159)”

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan kekuatan kesabaran dan kesehatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan tesis Magister Psikologi Profesi kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak ada daya yang dimiliki untuk melalui proses ini, kecuali karena rahmat kekuatan dariNya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, teladan tangguh yang mengajarkan kesabaran sejati dalam menghadapi rintangan perjuangan.

Berbagai tantangan dan rintangan dalam merampungkan tesis yang berjudul “Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan” telah berhasil peneliti lalui berkat adanya dukungan, perhatian dan kasih sayang dari orang-orang tercinta. Peneliti mempersembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku, A. Aziz Hasan dan Husniah Muhammad, yang telah memperkenalkan kehidupan dan perjuangan serta ketegaran menjalaninya. Rabbighfirlii waliwalidayya war hamhuma kamaa Rabbayani saghiraa.. Demikian pula kepada kedua orang tua peneliti, Huzaifah Abdullah dan Rohani Aziz yang senantiasa memberikan dukungan dan memanjatkan doa kebahagiaan bagi keluarga kecil kami. Allah, layakkan Syurga bagi mereka semua, ampuni kami yang belum mampu membalas kebahagiaan bagi mereka.

Kepada imamku, kanda Atthariq Huzaifah, sungguh bahagia menikmati episode ini bersama kepercayaan, perhatian, kesabaran dan pengorbanan tulus tak tergantikan. Hanya Allah jualah yang dapat membalasnya. Semoga semangat menuntut ilmu senantiasa mengalir pada jiwa mutiara-mutiara kita : Thalhah,


(7)

Khattab dan Muadz. Celotehan, belaian, ciuman dan pelukan hangat mereka pula memercikkan energi untuk segera menuntaskan janji ini. Teruslah tumbuh menjadi mujahid tangguh, tebarkan cahaya bagi sesama dan jadilah kunci pintu syurga bagi kami. Rabbij’alni muqimashshalati wa min zurriati.. Terima kasih atas dukungan dan semangat dari abang Haikal, bang Faisal & Kak Rahmi, Akhyar & Rizka. Tak lupa untuk Cek Kasma yang telah hadir disaat yang tepat.

Selanjutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Magister Psikologi Profesi USU. Kepada Ibu Siti Zahreni, M.Psi,psikolog selaku dosen pembimbing satu sekaligus sahabat dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas waktu kesabaran, serta dukungannya, bahkan sejak awal melangkahkan kaki di MP2 USU. Kepada Ibu Meutia Nauly, M.Si,psikolog selaku dosen pembimbing dua, atas masukan, diskusi, dan dukungannya. Kepada Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dosen penguji tesis, atas waktu yang telah ibu luangkan dan ilmu yang ibu berikan selama bimbingan revisi tesis. Kepada Ibu Vivi Gusrini Pohan, MA, M.Sc, psikolog selaku ketua Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi Magister Psikologi Profesi USU dan seluruh dosen Magister Profesi Psikologi USU.

Terima kasih pula Kepala Sekolah SDIT Al Hijrah Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan seluruh partisipan yang terlibat dalam pengambilan data tesis ini. Maafkan atas keterbatasan kontribusi yang peneliti berikan. Semoga SDIT Al Hijrah senantiasa berjaya.


(8)

Masa-masa indah tak terlupakan di MP2 PIO bersama sahabat sekaligus adik yang setia, Uci, Suci Rahma Nio M.Psi, psikolog. Terimakasih atas semangat dan support serta bantuannya. Perkenalan di loby, kebersamaan di ruang kuliah, pengalaman selama praktek kerja profesi di Pertamina UPMS I Medan akan selalu indah untuk dikenang. Semoga ikatan ini terus terjalin selamanya.. Good luck dear... Kepada teman-teman seperjuangan MP2 PIO angkatan VI, Karlina Yunisa, M.Psi, psikolog, Sri Wahyuni, M.Psi, psikolog, Sherry Hadiyani, M.Psi, psikolog, Amelia Alsa, M.Psi, psikolog, Ivi Vanessa, M.Psi, psikolog, Ridzky Anggarini M.Psi, psikolog dan Ghita Shandra. Bahagia telah menjadi salah satu diantara kalian. Buat Rara, tetap semangat menyelesaikan tesisnya, tinggal selangkah lagi...

Hari-hari bahagia sebagai warga setia di Gg. Mulia dengan pengalaman berharga bersama Tante Citra Mustika, semoga perjuangan selama ini bernilai ibadah dan menempatkan tante di jannah-Nya. Umi Nila Anggreiny, tetap semangat melewati tantangan hidup yang lebih dahsyat lagi, (terima kasih juga atas villa dipinggir sungai di hari-hari terakhir). Dan Dita, lanjutkan perjuanganmu.. Untuk Teman-teman MP2 USU angkatan VI : Ayu, Muti, Mayang, Yulinda, Winida (trims untuk pinjaman Workbook Nvivo-nya), bang Nasri, Irvan, David, Ira, Ema, Kiki dan Rena. Good Luck friend...

Kepada semua staff dan karyawan MP2 PIO dan Fakultas Psikologi. Kak Ely, Bang Eko yang baik hati dan Yudhie.. spesial untuk Pak Aswan yang selalu memberikan semangat pantang menyerah lewat satu kata pamungkasnya ‘sabaaarrr’. Terimakasih semuanyaaaa...


(9)

Akhirnya peneliti menyadari keterbatasan diri ilmu dan pengalaman sehingga tesis ini masih jauh dari nilai sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaannya. Harapan peneliti semoga karya ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan, serta para pembaca pada umumnya.

Medan, Februari 2014 Peneliti,


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I . PENDAHULAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 22

C. MANFAAT PENELITIAN ... 22

1. Manfaat Praktis ... 22

2. Manfaat Teoritis ... 23

D. SISTEMATIKA PENULISAN ... 23

BAB II . LANDASAN TEORI A. KOMITMEN ORGANISASI ... 25

1. Definisi Komitmen Organisasi ... 25

2. Pendekatan dalam Komitmen Organisasi ... 26

3. Tingkatan Komitmen Organisasi ... 29

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ... 30

B. GURU ... 32

1. Pengertian Guru ... 32

2. Peran Guru ... 33

3. SDIT X ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN KUALITATIF ... 37

B. METODE PENGUMPULAN DATA ... 37

1. Wawancara ... 37

2. Observasi ... 39

3. Dokumentasi ... 40

C. TEKNIK PENENTUAN PARTISIPAN ... 40

D. LOKASI PENELITIAN ... 41


(11)

F. PROSEDUR PENELITIAN ... 42

1. Tahap Persiapan ... 42

2. Tahap Pelaksanaan ... 43

3. Tahap Pengolahan Data ... 43

G. PROSEDUR ANALISA DATA ... 44

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PARTISIPAN ... 47

B. DESKRIPSI DATA ... 48

1. Data Observasi Sekolah ... 48

2. Gambaran Kegiatan Sekolah ... 54

3. Data Observasi Partisipan ... 55

a. Ibu R ... 55

b. Ibu Ra ... 57

c. Ibu F ... 58

d. Ibu S ... 60

4. Rangkuman Hasil Observasi ... 61

5. Data Wawancara ... 62

a. Ibu R ... 62

b. Ibu Ra ... 73

c. Ibu F ... 81

d. Ibu S ... 92

6. Rangkuman Hasil Wawancara ... 100

C. ANALISA ... 103

D. PEMBAHASAN ... 106

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 116

B. SARAN ... 119 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

- Lampiran 1 Catatan Lapangan - Lampiran 2 Contoh Lesson Plan - Lampiran 3 Dokumen

- Lampiran 4 Informed Consent


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL 1 : Jumlah Guru yang Keluar Masuk SDIT X per Tahun ... 8

TABEL 2 : Rekapitulasi Keterlambatan Guru Kelas bulan Juli s/d Desember 2013 ... 14

TABEL 3 : Rekapitulasi Kehadiran Guru Kelas SDIT X bulan Juli 2012 s/d Maret 2013 ... 16

TABEL 4 : Rekapitulasi Ketuntasan Pengerjaan Lesson Plan bulan Januari s/d Juni 2013 dan Juli s/d Desember 2013 ... 18

TABEL 5 : Pelaksanaan Penelitian ... 43

TABEL 6 : Gambaran Umum Partisipan ... 47

TABEL 7 : Kegiatan Sekolah dari Hari Senin s/d Jumat ... 54


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 : Tampilan Aplikasi Nvivo10 pada Bagian Source ... 44

GAMBAR 2 : Tampilan Aplikasi Nvivo10 pada Bagian Media Audio ... 45

GAMBAR 3 : Tampilan Aplikasi Nvivo pada bagian Nodes ... 45

GAMBAR 4 : Tampilan Aplikasi Nvivo10 pada bagian Coding dengan Tools Framework Matrices ... 46

GAMBAR 5 : Denah Lokasi Sekolah ... 48

GAMBAR 6 : Sekolah Tampak Depan ... 49

GAMBAR 7 : Lapangan Belakang Sekolah ... 49

GAMBAR 8 : Halaman Dalam Sekolah ... 50

GAMBAR 9 : Suasana di Dalam Kelas ... 52


(14)

KOMITMEN ORGANISASI PADA GURU KELAS SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstrak

Komitmen organisasi adalah keadaan dimana individu memihak pada organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi. Ciri komitmen organisasi menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Allen dan Meyer, 1977) yaitu : 1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi, 2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, 3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasinya. SDIT X mengalami

turnover guru setiap tahun serta pada guru kelasnya terdapat indikasi intensi

turnover dan kurangnya penerimaan mereka terhadap nilai dan tujuan sekolah. Permasalahan tersebut merupakan bagian dari permasalahan komitmen organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas SDIT X menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik studi kasus pada 4 orang partisipan, serta menggunakan program NVivo10 sebagai alat bantu dalam pengolahan data.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa satu partisipan menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat menengah, sedangkan tiga partisipan lainnya menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah. Hasil penelitian tambahan memperlihatkan bahwa dua partisipan yang menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah, juga menunjukkan ciri dari komponen komitmen kontinuen terkait dengan keinginan mereka untuk keluar dari organisasi. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa komitmen profesi sebagai guru ikut mempengaruhi komitmen organisasi mereka terhadap sekolah.


(15)

ORGANIZATION COMMITMENT TO CLASS TEACHER IN SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstract

Organizational commitment is a situation where the individual are in favor of the organization and its objectives as well as the intention of maintaining membership in an organization. Characteristics of organizational commitment by Mowday, Porter and Steers (in Allen and Meyer, 1977), namely: 1. Accepting the values and goals of the organization, 2. Having the desire to do for the organization, 3. Having a strong desire to remain with the organization. SDIT X experienced teacher turnover every years, and there are the class teacher turnover intention and an indication of their lack of acceptance of the values and goals of the school. These are a part of the organization's commitment problems. This study aims to reveal the picture of the organization's level of commitment tendency of class teachers in SDIT X using qualitative research methods with case studies in 4 participants, and using NVivo10 program as a tool in data processing.

The results showed that one participant showed a trend toward moderate-level organizational commitment, while the three other participants showed a trend toward lower levels of organizational commitment. Additional results shows that the two participants who showed lower levels of organizational commitment, also shows the characteristics of the coninuance commitments components related to their desire to turn out of the organization. Another results is a suggest that the commitment of the profession as a teacher influence their organization's commitment to the school.

Key words : organizational commitment, teacher, qualitative research, characteristics of organizational commitment


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Globalisasi yang melanda dunia menyebabkan perubahan yang sangat mendasar dalam setiap ruas kehidupan manusia. Dunia menjadi lebih transparan dan terbuka karena sikap interdependensi antar negara semakin besar. Kejadian disuatu negara baik yang positif maupun negatif dengan cepat dapat diterima dan dengan serta merta akan membias pada setiap kehidupan manusia. Dalam transformasi nilai yang sangat cepat dan pelik tersebut, pendidikan tampil sebagai satu-satunya institusi yang mempunyai peluang banyak untuk meluruskan bias dan efek dari nilai-nilai transformatif kepada anak didik sebagai generasi penerus bangsa (Rosyadi, 2004).

Pendidikan merupakan pilar kehidupan bangsa. Masa depan bangsa bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat, bangsa atau negara dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. DalamUU RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sisdiknas Pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Tujuan pendidikan


(17)

nasional tersebut menunjukkan bahwa peran pendidikan menjadi sangat penting sebagai prasyarat bagi terciptanya peningkatan sumber daya manusia dimasa yang akan datang. Dalam rangka perwujudan fungsi idealnya untuk meningkatkan kualitas SDM, sistem pendidikan di Indonesia harus senantiasa mempersiapkan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai konsekwensi logis dari perubahan (Rini, 2012).

Pendidikan yang berkualitas akan dapat dicapai dengan adanya guru yang memiliki dedikasi dan komitmen. Adanya komitmen pada guru akan berpengaruh terhadap masa depan siswa dan sekolah (Mark, 2013). Park (dalam Razak dkk, 2010) menjelaskan 2 alasan pentingnya komitmen pada guru. Pertama, komitmen merupakan kekuatan internal yang muncul dari dalam diri guru yang memiliki tanggung jawab dan merasa tertantang dalam bekerja. Kedua, ada kekuatan eksternal yang berasal dari usaha reformasi pendidikan yang menetapkan standar yang lebih tinggi dan akuntabilitas yang lebih besar sehingga menuntut guru agar memiliki upaya yang berkelanjutan dan komitmen terhadap siswa, sekolah dan pekerjaan mereka sebagai guru. Menurut Reyes (dalam Razak, 2010) guru yang memiliki komitmen akan menunjukkan ciri-ciri : a). jarang terlambat, giat bekerja, dan jarang meninggalkan kelas/sekolah, b). menyediakan waktu untuk aktifitas ekstra kurikuler sesuai dengan tujuan sekolah, c) menampilkan hasil kerja yang lebih baik, d). mampu mempengaruhi prestasi siswa, e). memiliki keyakinan dan bekerja sesuai dengan tujuan


(18)

sekolah, f). bekerja melebihi kepentingan pribadinya, g). memiliki keinginan untuk tetap menjadi bagian dari sekolah.

Ebmeier (dalam Chan dkk, 2008) menyebutkan ada 2 komitmen yang dimiliki oleh guru, yaitu komitmen profesi atau komitmen guru terhadap profesi mengajar, dan komitmen organisasi atau komitmen guru terhadap sekolah. Ditambahkan oleh Somech dan Bogler (dalam Chan dkk, 2008) bahwa komitmen profesi guru menunjukkan perilaku kewargaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior, OCB) terhadap siswa, sedangkan komitmen organisasi menunjukkan perilaku kewargaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior, OCB) terhadap organisasi.

Selanjutnya Chan (2008) mendefinisikan ciri-ciri guru yang memiliki komitmen profesi adalah guru yang menerima profesi guru secara afektif maupun kognitif, mempunyai keinginan berbuat sesuai dengan tuntutan profesi sebagai guru dan mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi guru yang professional. Sedangkan guru yang memiliki komitmen organisasi adalah guru yang menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi, mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, dan mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasinya. Hasil penelitian Somech dan Bogler (dalam Chan dkk, 2008) menyimpulkan bahwa guru yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah guru yang juga memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi.


(19)

Allen dan Meyer (1997), menjelaskan ada 3 komponen komitmen organisasi yaitu : komitmen afektif, kontinuen dan normatif. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi karena setuju dengan tujuan organisasi dan adanya keinginan untuk melakukan hal tersebut (want to do so). Karyawan yang mempunyai komitmen kontinuen (berkesinambungan) akan tetap bekerja karena ia menganggap rugi bila meninggalkan organisasi dan karena adanya kebutuhan melakukan hal tersebut (need to do so). Sedangkan kayawan yang memilik komitmen normatif akan tetap bekerja dalam organisasi karena adanya nilai-nilai dan norma-norma yang telah terinternalisasi dalam dirinya yang mengharuskannya melakukan hal tersebut (ought to do so).

Ketiga komponen tersebut berkembang dari sebagai hasil pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula. Misalnya seorang karyawan dapat secara bersamaan merasa terikat dengan organisasi sekaligus merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi sehingga ia berusaha untuk memberikan kontribusi maksimal bagi organisasi. Sementara itu ada pula karyawan yang bertahan karena ia sadar bahwa lebih baik berada dalam organsasi karena situasi ekonomi, namun tidak merasakan adanya ikatan emosional dengan organisasi. Karyawan tersebut tidak dapat diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap organisasi.


(20)

Guru yang memiliki komitmen organisasi akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah demi kemajuan sekolah tersebut (Hutapea, 2012). Beberapa penelitian membuktikan bahwa banyak hal yang mempengaruhi komitmen organisasi pada guru. Hasil penelitian oleh Sezgin (2010) dan Balay (2010) menunjukkan budaya organisasi sekolah dan penerimaan terhadap lingkungan organisasi sekolah merupakan hal yang penting dalam membangun persepsi guru tentang komitmen organisasi. Lebih lanjut Balay (2010) juga menyimpulkan pengalaman mengajar dan status perkawinan mempengaruhi persepsi guru terhadap komitmen organisasi. Penelitian oleh Sutarno dan Nurhadi (2006) pada guru SMP Negeri di Kabupaten Boyolali menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan, masa kerja dan gaji terhadap komitmen organisasi guru.

Beberapa penelitian lainnya menfokuskan hanya pada guru yang bekerja di sekolah swasta yang cenderung menghadapi lebih banyak tuntutan pekerjaan namun mereka harus menerima ketidakpastian dalam hal pendapatan. Penelitian pada guru sekolah swasta di Organisasi Pendidikan Islam X di Jakarta Barat yang dilakukan oleh Buraidah (2010) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari kompensasi dan motivasi kerja terhadap komitmen organisasi guru. Penelitian mengenai komitmen guru pria di sekolah swasta oleh Hutapea (2012) menyimpulkan bahwa sifat kepribadian dan dukungan organisasi merupakan prediktor terhadap komitmen organisasi guru terhadap sekolah.


(21)

Sekolah swasta adalah sekolah yang dikelola oleh masyarakat/kelompok masyarakat. Sekolah swasta didirikan atas motivasi yang kompleks dalam rangka membantu pemerintah memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat. Dalam hal ini pemerintah dipandang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan akan satuan pendidikan yang diminta untuk diadakan bagi warga negaranya. Dalam pelaksanaannya standar pendidikan yang harus ada dan berlangsung pada sekolah swasta sama dengan standar yang ada pada sekolah negeri, sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan tentang Standar Nasional Pendidikan, dan ketentuan organik yang mengikutinya (Sinaga, 2012).

Sekolah swasta menghadapi tantangan yang lebih berat daripada sekolah negeri terutama dalam hal memberikan warna yang indah pada satuan pendidikan agar terlihat oleh masyarakat sehingga mereka memilih sekolah tersebut sebagai tempat pendidikan bagi putra-putrinya. Hal ini penting diperhatikan karena bagi sekolah swasta siswa adalah nafas hidup dan nafas keberlangsungan kehidupan sekolah. Untuk itu sekolah swasta juga perlu memiliki berbagai fasilitas pendukung seperti harus memiliki tanah sendiri, membangun gedung sendiri, melengkapi sarana prasarana sendiri, mengadakan pendanaan usaha sendiri serta kemampuan sumber daya manusia yang di dalamnya (Sinaga, 2012).


(22)

Salah satu bentuk sekolah swasta di Indonesia adalah Sekolah Islam Terpadu. Sekolah ini berusaha memadukan pendidikan umum dan agama, yaitu kurikulum pendidikan umum yang ada di Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), seperti pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPA, IPS, dan lain-lain, serta kurikulum pendidikan agama Islam yang ada di Kementrian Agama (Kemenag), ditambah dengan kurikulum hasil kajian Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Selain itu, sekolah ini juga memadukan metode pembelajaran yang memaksimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif dengan menciptakan proses belajar mengajar yang variatif dan menggunakan media serta sumber pembelajaran dari lingkungan sekitarnya. Besarnya tuntutan pembelajaran pada sekolah ini menuntut komitmen guru yang lebih tinggi, sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan optimal (Kuswandi (2012), Tim JSIT (2006).

SDIT X merupakan salah satu Sekolah Islam Terpadu yang ada di Kota Medan. Sekolah ini berdiri sejak tahun 2004. Pada tahun 2007 kegiatan belajar mengajar di SDIT X sudah dilakukan di gedung milik sekolah yang terletak di kecamatan Medan Tuntungan. Saat ini tercatat ada 16 orang guru yang bekerja pada sekolah tersebut. Guru-guru tersebut terdiri atas 12 orang guru kelas dan 4 orang guru bidang studi (2 diantaranya merangkap sebagai Wakil Kepala Sekolah). Selain guru, sekolah juga memiliki 1 orang staf adminsitrasi dan 1 orang OB.


(23)

Sejak berdiri hingga saat ini SDIT X mengalami permasalahan yang berhubungan dengan turnover guru termasuk pada guru kelas. Berikut data turnover guru SDIT X sejak tahun 2004 :

Tabel 1

Jumlah Guru yang Keluar Masuk SDIT X per Tahun

Tahun Jumlah guru keluar (orang)

Jumlah guru tetap (orang)

Jumlah guru masuk (orang)

Jumlah (orang)

2004 - - 15 15

2005 2 13 1 14

2006 1 13 2 15

2007 1 14 - 14

2008 1 13 2 15

2009 2 13 2 15

2010 1 14 2 16

2011 1 15 1 16

2012 6 10 6 16

Sumber : wawancara dengan Kepala Sekolah dan dokumen laporan bulanan SDIT X bulan September 2013

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa SDIT X mengalami turnover

1 s/d 2 orang guru setiap tahun dan mencapai puncaknya pada tahun 2012 ada 6 orang guru yang keluar, sehingga membutuhkan 6 orang guru pengganti. Adanya guru yang keluar dari sekolah mengindikasikan bahwa ada permasalahan berkaitan dengan komitmen organisasi. Menurut Allen dan Meyer (1997), turnover merupakan akibat (konsekuensi) dari rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi.

Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah, alasan guru keluar atau mengundurkan diri setiap tahun (termasuk kejadian turnover 6 orang guru pada tahun 2012) disebabkan karena mereka sudah berkeluarga, ingin mengasuh anak, lulus tes PNS, pindah ke daerah lain atau dipecat oleh


(24)

sekolah. Berikut kutipan wawancara dengan Kepala Sekolah pada Kamis, 31 Oktober 2013.

“iya, biasanya mereka ada yang keluar alasannya karena menikah,

punya anak, atau lulus PNS. Ada juga karena terpaksa di pecat. Tahun ini kami baru memecat 1 orang guru. Sebenarnya sudah beberapa kali kita toleransi sikapnya, tapi setelah dipertimbangkan oleh yayasan, akhirnya beliau dipecat. Ada juga karena alasan pindah domisili. Kalau guru yang pindah ini, saya merasa kehilangan karena beliau itu sangat potensial. Istilahnya kalau sama guru lain ga selesai, sama beliau ini selesai” (wawancara

dengan Kepala Sekolah, Kamis, 31 Oktober 2013)

“Biasanya setiap tahun itu ada 1 atau 2 orang guru yang keluar. Yang kemarin yang tahun 2012 memang ada 6 orang yang keluar, tapi bulannya berbeda-beda” (wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April 2013)

Bila ada guru yang keluar, pihak sekolah harus segera mencari guru pengganti untuk menyempurnakan pekerjaan yang ditinggalkan oleh guru yang sudah keluar. Keadaan menjadi sulit bila sekolah mulai memasuki masa akhir tahun ajaran, karena guru pengganti memiliki beban yang lebih berat, yaitu ikut menentukan nilai siswa yang baru dikenalnya. Disamping itu, adanya pergantian guru mengharuskan siswa beradaptasi kembali dengan guru baru.

“Sebenarnya peraturan disini mewajibkan guru yang keluar agar mencari pengganti. Tapi realitanya kan ga seperti itu. Besok mau keluar, hari ini baru dikasi tau. Jadi bagaimanapun kita kan ga bisa diam. Kalo ada guru yang mau keluar, semua guru berusaha mencari pengganti. Kadang kosong juga sampai satu atau dua minggu. Tapi kita coba atasi lah.”(wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April 2013)

“Kadang sulitnya itu kalau sudah mendekati akhir tahun, anak-anak mau ujian, terpaksa lah guru baru yang ngerjain masalah nilai anak. Kadang ada juga orang tua yang complain, kalau sama guru lama nilainya bagus, kalo dengan guru ini nilainya jelek-jelek. Yah, bagaimanapun kalau ada guru baru, pasti anak-anak harus beradaptasi lagi. Mungkin disitu masalahnya.” (wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April 2013).


(25)

Turnover dalam organisasi biasanya diawali dengan adanya intensi

turnover, yaitu adanya keinginan yang mengarahkan karyawan untuk meninggalkan organisasi dimasa yang akan datang (Mobley dkk dalam Sinuhaji, 2005) Hasil wawancara dengan 2 orang guru SDIT X menunjukkan adanya intensi turnover pada guru SDIT X. Menurut pengakuan 2 orang guru tersebut, mereka memiliki rencana suatu saat akan keluar dari sekolah dengan alasan menikah atau berkeluarga, atau memilih pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan minat mereka.

“Prediksi saya ke depan, ya tergantung, kalo nanti saya berkeluarga ya gimana nanti izin suami. Kalo diizinkan ya udah,

tapi kalo tidak diizinkan yaa… mungkin saya tidak bisa lah

selamanya disini” (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

“Kalo saya sebenarnya ada keinginan lain. Saya pingin buka usaha. Mungkin ke depannya ga ingin disini lagi. saya dulu kan tamatan SMK. Saya ingin buka usaha jahit menjahit gitu bu. Bagi saya kalo saya punya usaha, waktu kita kan tidak banyak diluar. Kalo mengajar gini, apalagi sekolah SD kan sampe sore bu.” (wawancara dengan guru B, Rabu, 24 April 2013)

Intensi turnover guru yang terjadi di SDIT X berhubungan dengan komitmen organisasi guru, yaitu keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Guru yang tidak memiliki komitmen organisasi akan cenderung menunjukkan kurangnya tanggung jawab terhadap sekolah dan memiliki keinginan untuk tidak mempertahankan keanggotaan di sekolah tempat ia bekerja (Kardiman dan Indriana, 2012). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa guru SDIT X memiliki komitmen organisasi yang rendah karena memiliki keinginan


(26)

untuk keluar dari SDIT X bila ada alternatif pekerjaan lain atau karena alasan lainnya.

Komitmen organisasi juga terkait dengan penerimaan nilai dan tujuan organisasi (Mowday & Steers, 1979). Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah SDIT X dan beberapa guru kelas, serta hasil observasi selama preliminary research, membuktikan bahwa ada beberapa guru kelas di SDIT X yang menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan tujuan sekolah. Namun ada juga guru yang menerima nilai dan tujuan sekolah dengan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai dan tujuan sekolah.

Tujuan SDIT X yang telah dirumuskan dalam visi sekolah yaitu : “Membentuk generasi berkualitas” yaitu yang memiliki karakter seorang muslim dengan ciri-ciri : akidah yang lurus, ibadah yang benar dan berakhlak yang mulia. Menurut Kepala Sekolah, untuk mewujudkan tujuan tersebut, guru kelas SDIT X dituntut mampu memberikan keteladanan sehingga dapat menjadi contoh nyata bagi seluruh siswa dalam membentuk karakter siswa sebagai seorang muslim sesuai dengan visi sekolah.

Tujuan sekolah ini membentuk generasi berkualitas, maksudnya sekolah ini ingin mewujudkan siswa-siswa yang memiliki karakter, atau akhlak. Karena kita ingin membentuk karakter, maka peran guru itu menjadi sangat penting. Untuk membentuk karakter anak, mereka kan harus melihat contoh langsung. Prilaku yang kita tampilkan sehari-hari itu menjadi contoh bagi mereka. Jadi, kita mendidik agar siswa memiliki karakter, kita sebagai guru juga harus punya karakter. Keteladanan prilaku yang bisa dicontoh

oleh siswa”. (wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April 2013)


(27)

Pentingnya keteladanan guru dalam membentuk karakter siswa ditunjukkan melalui perilaku guru terhadap siswa yang menampilkan prilaku berakhlak mulia, yaitu santun, kasih sayang, peduli, suka menolong, jujur, menunaikan amanah dan qanaah. Perilaku yang menunjukkan akhlak mulia tersebut tidak dikotori oleh perilaku berakhlak buruk seperti pemarah, kasar, kikir, hasad dan dengki, fitnah, curang, dusta, prasangka, khianat dan sebagainya (Tim JSIT, 2006). Hasil observasi selama penelitian awal, terlihat bahwa mayoritas guru sudah menunjukkan contoh prilaku berakhlak mulia. Mereka memperlakukan siswa dengan penuh kasih sayang seperti mendengarkan perkataan/pertanyaan siswa dengan penuh perhatian, bahkan sambil mengusap kepala, merangkul atau bahkan memeluk siswa.

Meskipun demikian ada juga guru kelas tertentu yang tidak menunjukkan prilaku berakhlak mulia seperti memukul siswa bila mereka melakukan kesalahan. Berdasarkan pengalaman guru tersebut, menghukum siswa dengan cara memukul merupakan cara yang efektif untuk merubah perilaku siswa. Menurut kepala sekolah hal tersebut terjadi disebabkan karena kurangnya kesabaran guru terhadap perilaku siswa dan pemahaman mereka mengenai cara mendidik siswa masih sangat minim. Sebaliknya, SDIT X tidak membenarkan mendidik siswa dengan cara kekerasan dalam bentuk apapun.

“saya pernah menghadapi guru yang menendang siswa,katanya

karena siswa sulit diatur ketika shalat. Awalnya saya panggil, dia bilang gini : saya dulu juga dididik begitu bu, disekolah lama juga seperti itu. Terus saya bilang : bapak ngajar disini, jangan bawa-bawa gaya bapak atau sekolah lama bapak. Kalau ngajar disini,


(28)

ikuti aturan disini. Saya gitukan”.(wawancara dengan Kepala Sekolah, Rabu, 31 Oktober 2013)

“Kemarin itu baru aja kejadian, guru memukul siswa. Cuma karena masalah galon air. Kalau udah gitu saya panggil guru itu. Bagi saya itu masalah penting. Kita disini dapat amanah dari orang tua siswa mendidik anak-anaknya. Itu kepercayaan. Disini ga bisa anak dididik dengan cara begitu. Kenapa anak-anak manjat pagar, liat saya dari jauh langsung turun. Tapi ibu liat sendiri kan, anak keluar masuk ruangan saya itu biasa aja. Nanya

ini itu. Bebas”.(wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013). “Anak-anak itu cuma butuh ketegasan, diberikan aturan yang konsisten. Pasti berubah. Namanya juga anak-anak. Orang besar juga kalau diingatkan ga langsung bisa berubah. Apalagi anak-anak. Pernah juga dia buat perjanjian si anakakan dimaafkan, asal berperilaku baik selama 2 minggu. Itu kejadiannya pagi, siangnya si anak udah ngelempar sepatu ke atap sekolah. Itu kan anak-anak. Ga bisa sekali diingatkan. Kenapa mereka tidak tertib ?? karna itu lah makanya mereka disekolahkan. Biar jadi tertib. Iya kan ??Yang penting tegas dan konsisten aja anak dah ngerti, ga perlu dibuat takut. (wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013)

Disamping menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan sekolah, beberapa guru kelas tertentu juga menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sekolah. Menurut Kepala Sekolah ada beberapa nilai penting yang harus dimiliki setiap guru SDIT X, yaitu patuh terhadap aturan sekolah (seperti : menjaga kehadiran disekolah, mengikuti setiap kegiatan wajib sekolah seperti rapat guru setiap hari Selasa, PKG setiap hari Sabtu), bertanggungjawab terhadap pekerjaan (menyelesaikan

Lesson plan, mengawasi siswa), dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan aturan sekolah. Selama ini ada beberapa guru kelas yang tidak patuh terhadap aturan sekolah (sering terlambat, sering tidak hadir sekolah atau kegiatan wajib sekolah lainnya), kurang bertanggung


(29)

jawab terhadap pekerjaannya (tidak menyelesaikan lesson plan), dan sulit beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi disekolah.

Salah satu peraturan bagi guru kelas di SDIT X adalah hadir disekolah pukul 7.30 Wib setiap hari. Data kartu checklock pada bulan Juli s/d Desember 2013 menunjukkan gambaran kehadiran guru kelas di sekolah, sebagaimana terlihat pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel 2

Rekapitulasi Keterlambatan Guru Kelas Bulan Juli s/d Desember 2013

Guru Jul Agust Sept Okt Nov Des Jlh

Rata-rata Keterlambatan

Guru/Bulan

1 4x 6x 8x 7x 7x 4x 36x 6x 6x

2 - - - 1x - - 1x 0,17x 0

3 8x 7x 5x 6x 4x 5x 35x 5,83x 6x

4 10x 9x 8x 7x 7x 8x 49x 8,17x 8x

5 3x 3x 5x 4x 4x 3x 22x 3,67x 4x

6 8x 12x 12x 13x 10x 12x 67x 11,17 11x

7 6x 4x 3x 4x 5x 4x 36x 6x 6x

8 5x 2x 4x 3x 5x 3x 22x 3,67x 4x

9 1x - - 1 - - 2x 0,33x 0

10 2x 4x 7x 4x 3x 6x 26x 4,33x 4x

11 4x 7x 4x 5x 6x 6x 32x 5,33x 5x

12 3x 1x 9x 3x 6x 4x 26x 4,33x 4x

Sumber : Kartu checkclock guru SDIT X Bulan Juli s/d Desember 2013

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar guru kelas SDIT X pernah terlambat hadir disekolah. Dari 12 orang guru kelas terdapat 2 orang guru kelas yang jumlah keterlambatannya paling banyak yaitu mencapai 8 kali dan 11 kali perbulan, sedangkan 8 orang guru kelas lainnya bervariasi antara 4 hingga 6 kali keterlambatan perbulan. Hanya 2 orang guru kelas yang jumlah keterlambatannya hanya 1 atau 2 kali selama 6 bulan. Menurut kepala sekolah keterlambatan guru kelas bukan saja disebabkan oleh jarak rumah dan sekolah yang jauh. Beberapa guru yang


(30)

berdomisili disekitar sekolah justru sering terlambat. Kondisi ini sangat disayangkan oleh Kepala Sekolah karena kehadiran guru disekolah tepat waktu merupakan bagian dari pendidikan kedisiplinan bagi siswa. Beberapa kali Kepala Sekolah mendapatkan keluhan dari wali murid mengenai hal ini.

“Sebenarnya jarak rumah dan sekolah itu bukan alasan ya bu. Memang ada guru-guru yang tinggal di daerah Pancing, Tembung, Johor. Tapi justru mereka adalah guru-guru yang konsisten datang tepat waktu setiap hari. Sedangkan guru yang tinggal didekat sini

malah sering terlambat”(wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013)

“Konsekuensinya bagi sekolah kan imej orang tua murid untuk sekolah jadi jelek kan. Saya beberapa kali pernah dapat komplain dari orang tua “Gimana anak mau disuru datang cepat. Sampe

disekolah gurunya belum datang”. Ini sebenarnya yang terjadi.

Walaupun beberapa kali diingatkan, dipanggil, diberikan teguran. Masih saja seperti ini kejadiannya. Padahal kehadiran guru tepat waktu itu sebenarnya jadi contoh bagi siswa. Mereka kan setiap hari memantau apa yang dilakukan oleh gurunya””(wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013)

Selain diwajibkan hadir tepat waktu, guru kelas di SDIT X juga diwajibkan untuk menjaga kehadirannya disekolah selama 6 hari setiap minggu. Kegiatan belajar mengajar di SDIT X dilakukan 5 hari seminggu, yaitu hari Senin hingga Jumat sejak pukul 7.30 s/d 14.30 Wib, sedangkan hari Sabtu diadakan kegiatan PKG (Peningkatan Kompetensi Guru) yang juga wajib dihadiri oleh seluruh guru SDIT X. Tabel 2 di bawah ini merupakan rekapitulasi absensi kehadiran guru kelas selama 9 bulan, sejak bulan Juli 2012 sampai Maret 2013. Terlihat bahwa ada beberapa guru kelas yang tidak hadir ke sekolah karena alasan izin, sakit dan alpa (tanpa pemberitahuan).


(31)

Tabel 3

Rekapitulasi Kehadiran Guru Kelas SDIT X Bulan Juli 2012 s/d Maret 2013 Guru Izin Sakit Alpa Jumlah

1 1 - 3 4 hari

2 - - - -

3 2 1 - 3 hari

4 - 2 2 4 hari

5 8 7 7 24 hari

6 5 4 - 9 hari

7 3 2 - 5 hari

8 1 1 1 3 hari

9 - 1 - 1 hari

10 2 - - 2 hari

11 2 1 1 4 hari

12 - 1 - 1 hari

Sumber : Daftar rekapitulasi kehadiran guru SDIT X bulan Juli 2012 s/d Maret 2013

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 9 bulan (216 hari kerja) ketidakhadiran guru berkisar antara dari 0 hingga 24 hari. Terdapat 2 orang guru kelas dengan jumlah ketidakhadiran terbanyak yaitu 9 dan 24 hari. Sedangkan jumlah ketidakhadiran 9 orang guru kelas lainnya berkisar antara 1 hingga 5 hari. Hanya ada 1 orang guru kelas saja yang selalu hadir di sekolah. Umumnya mereka tidak dapat hadir karena alasan menghadiri acara keluarga, mengurusi orang tua atau anak yang sedang sakit atau mengikuti pelatihan/seminar atas rekomendasi sekolah. Keadaan tersebut biasanya diatasi oleh guru kelas pada kelas yang sama atau meminta bantuan guru dari kelas tinggi (kelas 4,5, dan 6) yang sedang tidak mengajar. Ketidakhadiran guru kelas seperti yang dijelaskan diatas akan mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas, yaitu berkaitan dengan kelanjutan pelajaran yang sedang diajarkan, pemantauan terhadap


(32)

pemahaman siswa serta pemberian nilai terhadap kemampuan siswa selama 1 semester.

Kepatuhan guru kelas terhadap peraturan sekolah merupakan bagian dari ciri komitmen organisasi guru terhadap sekolah yang berkaitan dengan penerimaan nilai-nilai organisasi (Mowday & Steers, 1979). Guru yang sering terlambat tiba disekolah dan tidak hadir menunjukkan rendahnya komitmen organisasi terhadap sekolah. Sebaliknya guru yang hadir tepat waktu dan menjaga kehadirannya disekolah adalah guru yang menunjukkan komitmennya terhadap sekolah.

Selain menaati peraturan sekolah, setiap guru kelas di SDIT X, memiliki kewajiban mengawasi siswa dalam setiap kegiatan sekolah dan membuat lesson plan untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan. Lesson Plan merupakan rancangan rencana pelajaran untuk setiap pembahasan dalam setiap mata pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Setiap guru kelas bertanggung jawab atas 2 hingga 3 mata pelajaran. Dengan demikian, mereka harus membuat 2 hingga 3 lesson plan setiap minggu atau 8 hingga 12 lesson plan setiap bulan. Setiap lesson plan harus dibuat pada akhir minggu sebelum pelajaran tersebut diajarkan dikelas dan harus dikumpulkan pada Kepala Sekolah setiap akhir semester. Selama ini sebagian besar guru kelas tidak dapat menyelesaikan tugas pembuatan

Lesson Plan dengan alasan keterbatasan waktu untuk mengerjakannya. Berikut rekapitulasi ketuntasan Lesson Plan pada bulan Januari s/d Juni 2013 dan Juli s/d Desember 2013.


(33)

Tabel 4

Rekapitulasi Ketuntasan Pengerjaan Lesson Plan

Bulan Januari s/d Juni 2013 Dan Juli s/d Desember 2013 Guru Januari s/d Juni 2013 Juli s/d Desember 2013

Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas

1 2 1 2 1

2 3 - 3 -

3 1 2 1 2

4 2 1 2 1

5 1 1 1 1

6 1 2 1 2

7 2 1 2 1

8 1 2 1 2

9 2 - 2 -

10 3 - 2 1

11 2 1 1 2

12 2 - 2 -

Sumber : Dokumen SDIT X

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar guru tidak dapat menyelesaikan pembuatan Lesson Plan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hanya ada 3 guru kelas yang dapat menuntaskan seluruh

lesson plan tepat waktu, sedangkan 8 guru lainnya hanya dapat mengumpulkan sebagian, bahkan ada juga yang hanya mengumpulkan 1 dari 3 mata pelajaran yang diasuhnya. Menurut mereka, membuat Lesson Plan membutuhkan waktu untuk mencari inspirasi agar sesuai dengan kebutuhan siswa dan tujuan pelajaran yang akan diajarkan. Mereka harus membuat games atau simulasi untuk membangkitkan semangat siswa, merancang proses belajar yang akan dilakukan serta membuat evaluasi. Selama ini proses tersebut tidak sesuai dengan waktu yang tersedia. Setiap hari mereka harus mengajar, mengawasi siswa dalam setiap kegiatan sekolah serta melakukan tugas-tugas lain seperti laporan perkembangan siswa, daftar nilai siswa, dan tugas-tugas tambahan lainnya sehingga sulit untuk fokus merancang lesson plan.


(34)

“Paling yaa… sebagai guru, beban dari kepala sekolah itu kan

ada juga yang harus disiapkan. Paling ya itu aja. Waktunya itu kadang tidak ada. Sebagian besar kan habis untuk mengajar, jadi waktu untuk mengerjakan tugas dari yayasan dan kepala sekolah itu jadi sedikit. Disitu aja yang agak terkendala. misalnya sebelum mengajar kami harus menyiapkan Lesson Plan. Sebenarnya itu tidak dibuat ketika sedang mengajar. Ada waktu yang disediakan setiap hari sabtu, itu 2 jam. Cuma dengan waktu 2 jam itupun ga

cukup juga……yang lain seperti laporan perkembangan anak.. kemudian nilai-nilai anak lah yang harus diserahkan. Kemudian kalo ada acara-acara. Nah, itu kan harus lebih banyak mengeluarkan tenaga sama fikiran.”(wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

Membuat Lesson Plan itu butuh waktu. Kita kan harus memikirkan gamesnya, simulasi pengantarnya. Itu biar anak-anak tertarik dengan pelajaran yang mau kita ajarkan. Kemudian kita buat prosesnya. Misalnya tentang air, gimana cara kita menjelaskan sifat-sifat air, kemudian harus ada evaluasinya juga. Jadi lengkap semuanya. Makanya kalau lagi dapat ide, bisa cepat. Tapi kalo enggak, yaa... harus mikir dulu. Heheee.. (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

Menurut Kepala Sekolah, Lesson Plan bagi guru adalah panduan penting dalam mengajar agar tercapai tujuan pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu, setiap guru memiliki tanggungjawab untuk membuat

lesson plan untuk setiap pembahasan dalam setiap mata pelajaran. Penerapan peraturan mengenai Lesson Plan juga sudah dilakukan beberapa tahun sebelumnya, termasuk supervisi yang rutin dilakukan oleh Kepala Sekolah setiap bulan bagi masing-masing guru agar mereka semakin terlatih dalam membuat Lesson Plan. Selain itu sekolah juga mengadakan kegiatan PKG untuk meningkatkan kompetensi guru setiap hari Sabtu, serta mengikutsertakan guru dalam seminar-seminar di luar sekolah agar mendapatkan wawasan yang luas serta inspirasi dalam mengajar, termasuk dalam membuat Lesson Plan. Dengan demikian, mestinya tugas ini bukanlah merupakan hal yang baru bagi guru. Menurut


(35)

Kepala Sekolah, ada beberapa orang guru kelas tertentu tidak mau keluar dari zona nyaman sehingga mereka tidak siap dengan tuntutan tugas dari sekolah, khususnya pembuatan Lesson Plan.

“Penerapan aturan tentang Lesson Plan ini bukan baru tahun ini bu. 2 tahun sebelumnya, kita udah mulai memperkenalkan Lesson Plan pada guru. Awalnya setiap mata pelajaran, 1 Lesson Plan setiap bulan. Kemudian, pada semester berikutnya kita minta mereka membuat Lesson Plan untuk setiap mata pelajaran dan dikumpulkan setiap akhir semester. Berikutnya kita minta mereka membuat Lesson Plan untuk setiap pelajaran dan dikumpulkan setiap bulan. Tapi setelah kita evaluasi setiap 3 bulan, masih juga

banyak yang belum selesai”

“untuk peningkatan kompetensi guru, kita rutin adakan kegiatan

PKG setiap sabtu. Disitu guru-guru dapat tips-tips mengajar, metode-metode baru, segala macam lah. Kemudian kalau ada seminar-seminar diluar, mereka kita ikutkan. Itu untuk wawasan

mereka juga.”

“Kita sadar bahwa ilmu ini kan berkembang terus. Jadi kita juga harus bergerak terus, berubah. Masalahnya sekarang kitanya, mau berubah atau tidak, kan gitu. Guru-guru disini saya lihat ga mau

keluar dari zona nyaman”

Sejak awal berdiri hingga diusia yang ke 10 tahun, SDIT X memang sering melakukan perubahan berkaitan dengan kebijakan sekolah terhadap peran guru disekolah, khususnya terhadap guru kelas yang selalu berhubungan dengan siswa. Hal itu dilakukan agar kegiatan sekolah dapat berjalan dengan efektif sesuai dengan kebutuhan siswa.

Selama ini kita memang belum memiliki format yang baku ya bu. Mungkin karena disini sistem itu yang tidak berjalan. itu tadi ya, kita menyadari bahwa peran yayasan masih kurang, jadi saya (Kepala Sekolah) yang ngedraft, merancang program sampai tingkat pelaksanaan oleh guru. Nanti setelah berjalan, kita evaluasi kita bicarakan di rapat dengan guru-guru. Kalau ada yang masih kurang atau harus diperbaiki ya kita perbaiki. Kita lihat bagaimana efeknya terhadap siswa. Selama ini seperti itu


(36)

Perubahan yang terjadi disekolah menuntut kemampuan guru dalam beradaptasi sehingga dapat mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi. Namun demikian, masih ada guru yang belum dapat menerima kondisi ini, sehingga sering mengeluh mengenai penerapan aturan-aturan baru.

“Kepala Sekolah sering menerapkan peraturan-peraturan baru. Nanti ada tugas-tugas baru untuk guru. Yang seperti itulah yang buat kita gitu, kadang-kadang mendadak, kadang-kadang ada penambahan juga dari kepala sekolah, entah ngisi apa gitu. udah kata kepala sekolah, mulai sekarang guru-guru harus ini yaa.. dah, jadi ada tugas lagi…memang yang seringnya berkaitan dengan

kebutuhan anak”. (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

“sebenarnya memang kalau peraturan disini itu dibuat oleh guru. Jadi, dari guru untuk guru. Memang ide awalnya biasanya dari Kepala Sekolah. nah itu tiap tahun kita bicarakan diraker gitu, Itu dievaluasi. Nanti tiap minggu, hari selasa siang kita juga rapat untuk evaluasi. Jadi disitu kita evaluasi dan kita buat lagi. Cuma yaa... kadang-kadang kesannya mendadak, padahal kita dengan siswa saja sudah menguras waktu dan tenaga. Nanti harus mengerjakan yang lainnya juga”. (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

“Peraturan disini sering berubah. Belum lama ada peraturan

baru, nanti dah berubah lagi. Kadang kita jadi bingung juga.. tapi ya udah dijalani aja semampunya. Walaupun sebenarnya rasanya nambah-nambah kerjaan yaa... kerjaan yang ada aja belum selesai, dah ditambah lagi aturan baru. Jadi tambah lagi kerjaan

baru” ”. (wawancara dengan guru B, Rabu, 24 April 2013)

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa permasalahan yang terjadi di SDIT X. Diantaranya terkait dengan turnover

yang terjadi setiap tahun, serta indikasi adanya intensi turnover guru karena ada beberapa guru yang memiliki keinginan untuk keluar dari sekolah. Ada juga permasalahan yang berhubungan dengan penerimaan terhadap tujuan sekolah, yaitu terkait dengan keteladanan guru dalam


(37)

menampilkan perilaku yang berakhlak mulia, serta permasalahan yang terkait dengan penerimaan nilai-nilai organisasi, seperti kepatuhan terhadap aturan sekolah (dalam menjaga kehadiran di sekolah), tanggung jawab dalam menyelesaikan kewajibannya sebagai guru kelas (misalnya menyelesaikan lesson plan) dan kemampuan adaptasi guru kelas terhadap berbagai perubahan peraturan yang terjadi disekolah. Semua kondisi diatas memberikan gambaran adanya permasalahan mengenai komitmen organisasi, khususnya pada guru kelas. Adanya fenomena tersebut mendorong peneliti untuk menggali lebih dalam bagaimana gambaran kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas di SDIT X melalui pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas SDIT X.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi yang berarti kepada manajemen sekolah mengenai komitmen organisasi terutama pada guru kelas sehingga sekolah dapat membuat kebijakan atau memberikan dukungan organisasi


(38)

(organizational support) yang tepat agar komitmen organisasi guru kelas tetap terjaga

b. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat membantu guru untuk meninjau kembali sejauhmana komitmennya terhadap organisasi dan meminimalisir faktor-faktor yang dapat mengganggu perkembangan komitmennya terhadap organisasi.

2. Manfaat Teoritis

Sebagai salah satu sumber informasi di bidang psikologi pada umumnya serta secara khusus pada bidang Psikologi Industri dan Organisasi serta Psikologi Pendidikan terutama yang berkaitan dengan komitmen organisasi.

D. Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

Dalam Bab ini akan disajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bagian ini berisikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah.


(39)

Bab III : Metode Penelitian

Dalam Bab ini akan dijelaskan jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan, termasuk subjek dan lokasi penelitian, juga memuat tahap-tahap penelitian.

Bab IV : Analisis dan Interpretasi Data

Berisi análisis dan interpretasi data hasil wawancara dan observasi yang dilakukan

Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini memuat kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian, diskusi dan saran-saran yang diajukan dalam rangka perbaikan bagi penelitian selanjutnya.


(40)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.KOMITMEN ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi menurut Robbins (2003) ialah suatu keadaan dimana karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Menurut Berry (1998) komitmen adalah derajat dimana karyawan mengidentifikasikan dirinya dan terlibat dalam organisasi. Demikian juga penjelasan Sunarto (2004), komitmen organisasi adalah keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu oganisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi itu.

Allen dan Meyer (1997) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja penuh dedikasi, karena karyawan yang memiliki komitmen akan menganggap bahwa hal paling penting yang harus dicapai adalah pencapaian tujuan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi juga akan memiliki pandangan yang positif dan akan melakukan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Hal ini membuat karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.


(41)

2. Pendekatan dalam komitmen organisasi

Mowday, Porter & Steers dalam Allen dan Meyer (1997) menjelaskan ada 2 pendekatan dalam mengartikan komitmen organisasi :

a.Pendekatan attitudinal commitment yang berfokus pada proses dimana karyawan berfikir mengenai hubungan mereka dengan organisasi, seperti kesamaan antara nilai dan tujuan yang mereka miliki, menunjukkan kepedulian terhadap nilai dan tujuan organisasi, serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Komitmen menurut pendekatan ini terkait dengan keterlibatan dan loyalitas. Bila komitmen karyawan tinggi, maka mereka akan memiliki loyalitas dan rasa memiliki organisasi, keinginan kuat untuk tetap berada dalam organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan menampilkan perilaku yang sesuai dengan tujuan organisasi. Hal ini akan menyebabkan turnover

yang rendah dan produktivitas yang tinggi.

b.Pendekatan behavioral commitment lebih terfokus pada sejauh mana karyawan menetapkan keputusan untuk terikat pada organisasi berkaitan dengan kerugian bila ia memutuskan untuk melakukan alternatif lain diluar pekerjaannya saat ini. Pendekatan ini lebih menekankan pada proses dimana karyawan mengembangkan komitmen tidak pada organisasi, tapi pada tingkah lakunya terhadap organisasi. Pendekatan ini juga menitikberatkan pada investasi karyawan (berupa waktu, pertemanan, dan lain-lain) yang membuat ia terikat dan loyal terhadap organisasi.


(42)

Dari 2 pendekatan tersebut, Mowday, Porter dan Steers (dalam Allen dan Meyer, 1997, Manetje, 2009) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif dari karyawan dalam melakukan identifikasi terhadap organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi. Definisi ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasi. Komitmen yang dikemukakan oleh Mowday dkk ini memiliki 3 ciri :

1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Nilai organisasi merupakan gagasan-gagasan mengenai apa yang benar, baik dan diinginkan oleh organiasi. Nilai organisasi adalah kriteria standar yang dapat memandu perilaku karyawan dalam organisasi. Ada beberapa contoh nilai-nilai organisasi, seperti : kemampuan adaptasi (adaptability), kreativitas (creativity), keadilan (fairness), formalitas (formality), inisiatif (initiatives) dan lain-lain. Nilai dalam organisasi satu sama lain berbeda-beda sesuai dengan tujuan organisasi dan budaya yang ingin dikembangkan (Gibson, 2012). Sedangkan tujuan organisasi adalah adalah representasi dari hasil-hasil yang diharapkan oleh organisasi dari pelaksanaan strategi tertentu (David, 2006).

Penerimaan nilai dan tujuan organisasi terkait dengan adanya kesamaan nilai dan tujuan pribadi karyawan dengan nilai dan tujuan organisasi atau proses identifikasi karyawan terhadap nilai dan tujuan organisasi sebagai bentuk kepedulian karyawan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Kepedulian karyawan terhadap nilai dan tujuan pribadi


(43)

organisasi sudah dimulai sejak awal ia memasuki organisasi. Pada saat itu, karyawan akan menyesuaikan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi sehingga membentuk harapannya terhadap organisasi. Harapan tersebut akan mempengaruhi sikap karyawan untuk berkomitmen terhadap organisasi. Komitmen yang terbentuk pada saat awal memasuki organisasi disebut dengan komitmen awal (initial commitment) (Minner, 1992)

2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, yaitu keinginan untuk terlibat secara aktif dan memberikan kontribusi melebihi harapan normatif yang diinginkan oleh organisasi untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi.

3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasi. Meliputi perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi dan menunjukkan kesetiaan terhadap organisasi.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh, dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen organisasi merupakan keadaan dimana karyawan mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi dan terlibat aktif serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan memiliki ciri-ciri :

a. Menerima nilai dan tujuan organisasi yaitu memiliki kesamaan nilai pribadi dan nilai organisasi, berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan nilai dan tujuan organisasi sebagai bentuk kepedulian terhadap nilai dan tujuan organisasi,


(44)

b. Keinginan berbuat untuk organisasi yaitu keinginan untuk terlibat secara aktif dan berusaha bekerja melebihi harapan normatif yang diinginkan organisasi.

c. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasi, merasa bangga menjadi bagian dari organisasi dan menunjukkan kesetiaan terhadap organisasi.

3. Tingkatan (level) komitmen organisasi

Dari definisi komitmen organisasi tersebut diatas, Reichers (dalam Manetje, 2009) membagi komitmen organisasi dalam 3 tingkatan, yaitu : a. Tingkat tinggi (Higher Level)

Tingkatan ini dikarakteristikkan dengan penerimaan yang kuat terhadap nilai organisasi, adanya keterlibatan dalam organisasi dan berusaha untuk tetap bertahan di organisasi. Usaha untuk bertahan dalam organisasi disebabkan karena mereka menginginkannya (want to).

b. Tingkat menengah (Moderate level)

Tingkatan ini dikarakteristikkan dengan penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi dan usaha untuk tetap bertahan di organisasi. Keinginan untuk bertahan merupakan bagian dari komitmen moral karena merasa sebagai suatu keharusan/kewajiban.


(45)

c. Tingkat rendah (Lower Level)

Tingkatan ini dikarakteristikkan dengan kurangnya penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi atau kurangnya kemauan untuk berusaha agar tetap bertahan di organisasi. Mereka tetap bertahan dalam organisasi karena membutuhkannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : Tingkat tinggi, tingkat menengah dan tingkat rendah.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Dari berbagai penelitian mengenai komitmen organisasi, Manetje (2009) menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu :

a.Job-related factors

Komitmen organisasi merupakan hasil penting yang berhubungan dengan pekerjaan. Peran kerja, beban kerja, kesempatan promosi dan autonomi mempengaruhi komitmen organisasi. Ditambahkan oleh Somech dan Bogler (dalam Chan, 2008) komitmen profesi guru mempengaruhi komitmen organisasi mereka terhadap sekolah.

b.Employment opportunities

Individu yang memiliki persepsi kuat bahwa mereka memiliki kesempatan untuk menemukan pekerjaan lain akan memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi karena mereka memikirkan dan berusaha untuk mendapatkan alternatif pekerjaan lain.


(46)

c.Personal characteristics

Komitmen karyawan pada organisasi dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik personal karyawan, seperti usia, lamanya bekerja dan gender (Allen dan Meyer, 1997).

d. Positive relationships

Organisasi sebagai lingkungan kerja dibangun dari hubungan kerja, salah satunya adalah hubungan supervisor/pemimpin. Hubungan dengan pemimpin dapat mempengaruhi komitmen organisasi, baik secara positif maupun negatif. Hubungan kerja lainnya seperti tim atau kelompok yang ada di lingkungan kerja. Senada dengan hal tersebut, menurut Jewel dan Siegel (1998) kohesivitas kelompok mempengaruhi komitmen organisasi. e. Organizational structure

Struktur organisasi memiliki peran penting dalam komitmen organisasi. Struktur dari birokrasi cenderung memiliki efek negatif terhadap komitmen organisasi. Struktur yang lebih fleksibel akan lebih mungkin untuk memiliki kontribusi terhadap peningkatan komitmen organisasi, baik dari segi loyalitas dan keterikatan mereka. Manajemen dapat meningkatkan level komitmen dengan memberikan pengaruh dan pengarahan yang lebih baik terhadap karyawan.

f. Management style

Gaya manajemen yang lebih fleksibel dan partisipan dapat meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dengan kuat dan positif. Organisasi perlu memastikan bahwa strategi manajemen mereka memiliki tujuan


(47)

untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan dibandingkan kepatuhan karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi adalah job-related factors, employment opportunities, personal characteristics, work environment, positive relationships, organisational structure dan

management style.

2. GURU

1. Pengertian Guru

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991 (dalam Syah, 1995), guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Guru adalah orang-orang yang berkewajiban atau bertugas mengajar termasuk metode, model, strategi dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas penyajian materi pelajaran (Syah, 1995).

Djamarah (2000) mengungkapkan, guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru merupakan figur manusia sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat Indonesia merupakan orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, di rumah, dan sebagainya. Sedangkan menurut Rosyadi (2004) Guru merupakan profesi, yaitu pekerjaan yang menuntut keahlian. Artinya, pekerjaan sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh


(48)

orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah terhadap peserta didik tidak bisa dilakukan sembarang orang, karena untuk melakukan pekerjaan tersebut dituntut keahlian atau kompetensi sebagai guru.

Dari penjelasan diatas, maka dapat kita definisikan bahwa guru adalahsuatu profesi yang memiliki tugas atau pekerjaan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik.

2. Peran Guru

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru memiliki beberapa peran. Menurut Rosyadi (2004) tugas pendidik adalah mendidik dan mengupayakan seluruh potensi anak didik baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Potensi ini harus dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang paling optimal. Guru tidak saja bertugas sebagai penyampai informasi atau ilmu pengetahuan, tapi juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar. Mulyasa (2007) merangkum peranan guru menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Guru sebagai fasilitator; Seorang guru bertugas untuk memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.

2. Guru sebagai motivator; Guru dituntut untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik.


(49)

3. Guru sebagai pemacu; Guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang.

4. Guru sebagai pemberi inspirasi; Guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.

B.SDIT X

SDIT X adalah salah satu sekolah Islam terpadu (SIT) yang berada didalam wadah organisasi Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Sekolah ini menerapkan konsep pendidikan Islam yang berlandaskan Al Quran dan Sunnah. Menurut Tim JSIT (2006) istilah „terpadu‟ dalam SIT dimaksudkan bahwa :

1. Penyelenggaraan pendidikan dikemas dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum, sehingga semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah dikemas dalam bingkai ajaran dan pesan nilai Islam.

2. Perpaduan metode pembelajaran yang mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif. Perpaduan tersebut menuntut adanya pengembangan pendekatan pembelajaran yang kaya, variatif, dan menggunakan media dan sumber belajar yang luas dan luwes.


(50)

3. Keterlibatan dan partisipasi yang aktif lingkungan belajar, yaitu : sekolah, orang tua dan masyarakat sehingga terjadi sinergi yang konstruktif dalam membangun kompetensi dan karakter peserta didik.

Visi SDIT X adalah : “Menjadi sekolah terbaik dalam mencetak generasi berkualitas”, yaitu dengan ciri-ciri : memiliki aqidah yang lurus, pelaksanaan ibadah dengan benar, akhlak yang mulia, sehat jasmani, rapi, bersih tertib dan cermat, menghargai waktu, arif dan bijaksana serta mudah bekerja sama.

Untuk dapat mencapai visi sekolah, guru SDIT X diharapkan dapat menjadi teladan bagi siswa, menjaga kedekatan dengan siswa, menjaga komunikasi dengan orang tua siswa serta membangun kerja sama yang baik dengan guru kelas/asisten.

Disamping itu ada beberapa nilai-nilai organisasi yang diharapkan dimiliki oleh setiap guru SDIT X, yaitu :

1.Patuh dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Ada beberapa peraturan yang harus dilaksanakan oleh guru SDIT X, yaitu :

a. Hadir tepat waktu disekolah (Pukul 07.30 wib) b. Menjaga kehadiran disekolah setiap hari kerja

c. Melaksanakan tugas piket sesuai jadwal yang ditetapkan (1 hari seminggu)

d. Mengikuti kegiatan PKG setiap hari Sabtu e. Mengikuti rapat guru setiap hari Selasa


(51)

2.Mampu beradaptasi dengan perubahan-berubahan yang terjadi disekolah. Menurut Kepala Sekolah selama ini peraturan sekolah sering berubah karena belum ada standar manajemen sekolah yang baku di SDIT X. Biasanya Kepala Sekolah akan mempelajari kebutuhan sekolah melalui observasi harian dan supervisi rutin yang ia lakukan terhadap proses belajar mengajar oleh masing-masing guru. Dari hasil pengamatannya tersebut dilakukan evaluasi yang akhirnya melahirkan keputusan mengenai peraturan baru yang lebih efektif. Dalam proses tersebut, Kepala Sekolah juga melaporkan kepada Yayasan untuk mendapatkan persetujuan.

3.Bertanggungjawab dalam melaksanakan kewajiban/pekerjaan. Selain mengasuh 3 mata pelajaran, guru SDIT X juga dituntut agar selalu mendampingi siswa-siswanya bersama guru/asisten kelas. Oleh karenanya, setiap guru memiliki kewajiban untuk menyelesaikan Lesson Plan untuk 3 mata pelajaran setiap minggu serta mendampingi dan memantau perkembangan seluruh siswanya dalam setiap kegiatan sekolah. Untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan siswa di rumah, guru SDIT X juga dituntut dapat menjaga komunikasi dengan orang tua siswa dalam setiap kesempatan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan sekolah SDIT X adalah mencetak generasi berkualitas. Sedangkan nilai-nilai organisasi yang dikembangkan disekolah adalah : patuh pada aturan sekolah, bertanggung jawab atas kewajiban, dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekolah.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN KUALITATIF

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik desain penelitian studi kasus untuk memahami fenomena sosial di SDIT X secara utuh dengan memelihara karakter holistik dan makna dari setiap peristiwa (Yin, 2003). Teknik interpretasi data yang digunakan adalah explanatory case study (Yin, 2011) yaitu menggambarkan dan menjelaskan pola-pola terkait dengan komitmen organisasi guru kelas di SDIT X.

B. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

1. Wawancara

Menurut Banister (dalam Poerwandari, 2001) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif berkenaan dengan komitmen organisasi serta untuk melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman umum, berupa pertanyaan-pertanyaan umum mengenai komitmen organisasi untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang akan dibahas. Pertanyaan-pertanyaan mengenai gambaran komitmen organisasi pada guru kelas meliputi :


(53)

1. a. Menerima nilai-nilai organisasi :

Kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi Mengapa ibu memilih bekerja di sini ?

Mengidentifikasikan diri dengan nilai organisasi

Nilai organisasi : Patuh pada aturan

Menurut pengetahuan ibu, apa saja aturan-aturan terhadap guru di sekolah ini ?

Bagaimana pandangan ibu tentang kepatuhan guru terhadap aturan sekolah ?

Bagaimana realisasi yang ibu lakukan selama ini ?

Nilai organisasi : Tanggung jawab

Sebagai guru kelas, apa saja kewajiban yang harus ibu laksanakan ? Bagaimana pendapat ibu tentang kewajiban guru kelas di sekolah ini ? Bagaimana usaha ibu melaksanakan kewajiban tersebut selama ini ?

Nilai organisasi : Adaptasi terhadap perubahan sekolah

Selama ini sekolah sering mengadakan perubahan-perubahan, terutama berkaitan dengan kebutuhan siswa. Apa saja perubahan-perubahan yang terjadi ?

Bagaimana pendapat ibu tentang perubahan-perubahan tersebut ? Bagaimana cara ibu menghadapi perubahan tersebut ?

Mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi Sejauh yang ibu ketahui, apa tujuan sekolah ini ? Bagaimana pendapat ibu tentang tujuan tersebut ?


(1)

120 B. SARAN

1. Saran Praktis

a. Semua partisipan belum menunjukkan tingkatan komitmen organisasi yang tinggi. Menurut Jewel dan Siegel (1998) kondisi tersebut dapat diatasi oleh sekolah dengan melakukan kegiatan yang mendorong terbentuknya kohesivitas guru terhadap sekolah yaitu dengan memberikan peluang bagi guru dan pihak sekolah untuk saling menyampaikan keinginan dan harapannya sehingga mereka mendapat kesempatan untuk terlibat aktif dalam organisasi dan dapat saling memahami kondisi organisasi secara utuh. Adanya kohesivitas dan kesempatan untuk terlibat dalam organisasi, akan meningkatkan komitmen organisasi guru terhadap sekolah.

b. Terkait dengan ciri komitmen organisasi tentang penerimaan nilai dan tujuan organisasi, adanya keluhan guru kelas terhadap kebijakan organisasi seperti penerapan peraturan yang sering berubah-ubah dan penambahan pekerjaan yang sering mendadak menunjukkan mereka sulit memahami kebijakan organisasi. Untuk itu menurut Manetje (2009) hendaknya Kepala Sekolah dan Yayasan perlu meninjau ulang manajemen strategis sekolah, yaitu rumusan mengenai keputusan-keputusan dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga dapat meminimalisir perubahan peraturan dan memberikan kejelasan pada seluruh anggota organisasi, termasuk guru kelas mengenai pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Selain itu, menurut David (2006) dengan adanya manajemen strategis sekolah yang jelas, guru juga akan mendapatkan


(2)

121

informasi mengenai tujuan sekolah sehingga mereka memiliki persepsi yang sama dan dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang diharapkan sekolah.

c. Dari ciri komitmen organisasi yang ke tiga tentang keinginan untuk tetap bersama dengan organisasi, ada 2 orang partisipan yang tergolong belum lama bekerja di SDIT X menunjukkan keinginan untuk keluar dari SDIT X. Hal itu bisa saja disebabkan karena proses rekrutmen dan seleksi yang dilaksanakan selama ini tidak dapat menjaring guru-guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, menurut pendapat Robin (2006) dan Mardianto (2009) sekolah dapat menjaring guru-guru baru yang memiliki komitmen tinggi terhadap sekolah dengan melakukan rekrutmen dan seleksi yang terencana.

2. Saran untuk penelitian selanjutnya

a. Terkait dengan temuan adanya pengaruh komitmen profesi guru terhadap komitmen organisasi dalam penelitian ini, penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai komitmen profesi pada guru untuk mengetahui bagaimana gambaran tentang pandangan guru terhadap profesinya serta pengaruhnya terhadap komitmen organisasi b. Salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yang

berhubungan dengan pekerjaan adalah beban kerja (Manetje, 2009). Adanya keterangan dari pertisipan bahwa beban kerja di SDIT X tidak sesuai dengan waktu yang tersedia menunjukkan indikasi kelebihan beban kerja pada guru (overworkload) sehingga mempengaruhi


(3)

122

komitmen organisasi terhadap sekolah. Penelitian selanjutnya dapat melakukan WLA (Workload Analysis) untuk membuktikan hal tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, N.J. And John P.M. (1997), Commitment in the Workplace : Theory, Research and Application. Thousand Oaks, California : Sage Publication, Inc.

Balay, R dan Ipek, C (2010) Teacher Perception of Organizational Culture and Organizational Commitment in Turkish Primary School. ZFWT Vol.2 no.1 Berry, L.M. (1998) Psychology at work : An Introduction to Industrial and

Organizational Psychology. Singapore : McGraw Hill

Brown, Duane (2002) Career Choice and Development. San Francisco : Jossey-Bass A Wiley Company

Buraidah., L. (2010) Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi di Organisasi Pendidikan Islam. Universitas Guna Darma

Chan, W., Lau S., Nie, Y., Lim, S., Hogan, D. (2008) Organizational and Personal Predictors of Teacher Commitment : The Mediating Role of Teacher Efficacy and Identification With School. American Education Research Journal

Chungtai, Aamir., Zafar Sohail (2006) Antecedents and Concequences of Organizational Commitment Among Pakistani University Teachers. HRM Research Vol 11 Number 1

David, Fred R (2009) Manajemen Strategis, Edisi 12. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Djamarah, Syaiful, B. (2000). Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dwityanto, A., Amalia, P.A (2012) Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok dengan Komitmen Organisasi pada Karyawan. Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami. Surakarta : Universitas Muhammadiyah

Gibson, J.L (2012) Organizations : Behavior, Structure, Process. 4ed. New York :McGraw Hill

Hadiyani, M,I., Karmiyati, D & Ingarianti, T,M (2012) Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Masa Kerja Karyawan. Prosiding Seminar Nasional. Malang : Universitas Muhammadiyah

Hasibuan, Malayu S.P (2011) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara


(5)

Hulpia, H., Devos, G., Van Keer, H (2010) The Influence of Distributed Leadership on Teachers’ Organizational Commitment : A. Multilevel Approach. The Journal of Educational Research

Hutapea, B (2012) Sifat Kepribadian dan Dukungan Organisasi sebagai Prediktor Komitmen Organisasi Guru Pria di Sekolah Dasar. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol 16 No. 2

Jewel, L.N., Siegel, Marc (1998) Psikologi Industri dan Organisasi Modern. Jakarta : Arcan.

Kadiman., Indriana, RR. Dian (2012) Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Intensi Turn Over Karyawan. Juraksi, Vol 1 No. 1

Kuswandi, I (2012). Full Day School Dan Pendidikan Terpadu http://iwankuswandi.wordpress.com/full-day-school-dan-pendidikan-terpadu

Manetje, O (2009) The Relationship between Organizational Culture and Organizational Commitment. Disertasi. Pretroria : University of South Africa

Mardianto, Adi (2009) Recruitment Handbook. Sukoharjo : Insight Solusi Mandiri Mark, C.T (2013) Commitment to School and Students. International Journal of

Academic Research in Business and Social Sciences no.01

Meyer, J.P., Stanley D.J., Herscovitch, L., Topolnytsk, L (2002) Affective, Continuance, and Normative Commitment to the Organization: A Meta-analysis of Antecedents, Correlates, and Consequences. Journal of Vocational Behavior No.61

Minner, J.B (1992) Industrial and Organizational Psychology. New York : McGraw Hill

Mowday, RT., Steers, R.M (1979) The Measurement of Organizational Commitment. Journal of Vocational Behavior no. 14

Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Poerwandari, E.K., (2004) Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.

Jakarta : Universitas Indonesia

Razak, Nurdin Abd., Darmawan, I Gusti Ngurah., Keeves, John P (2010) The Influence of Culture on Teacher Commitment. Soc. Psychol Educ.


(6)

Rini, Ani Puspa (2012) Supervisi Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam. Tesis. Malang : Program Magister Manajemen Pendidikan Islam Program Pasca Sarjana Universitas Malik Ibrahim.

Robbins, Stephen P (2003) Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Indeks, Kelompok Gramedia

Rosyadi, Khairun (2004) Pendidikan Profetik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sezgin, Ferudun (2010) School Culture as a Predictor of Teachers’

Organizational Commitment. Education and Science Journal vol 35 No. 156

Sinaga, Zulkarnain (2012) Profesionalisme Kepala Sekolah : Tantangan Sama

Dengan Cerminan Eksistensi Kualitas.

http://npinews.wordpress.com/2012/11/08/profesionalisme-kepala-sekolah-tantangan-sama-dengan-eksistensi-kualitas/

Syah, Muhibbin. (1995). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sunarto (2004) Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Penerbit Grafika Indah

Sumarno (2011) Pendidikan Swasta Dalam Sisdiknas

http://wongdesarekoso.blogspot.com/2011/06/pendidikan-swasta-dalamsisdiknas.html

Sutarno & Nurhadi, Salimi (2006) Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi guru. Jurnal Management Sumber Daya Manusia Vol. 1 No, 1

Tim JSIT (2006) Sekolah Islam Terpadu : Konsep dan Aplikasinya. Bandung : Syamil Cipta Media.

Trihapsari, V.R., Nashori, (2011) Kohesivitas Kelompok Dan Komitmen Organisasi Pada Financial Advisor Asuransi “X” Yogyakarta. Proyeksi, Vol. 6 (2)

Yin, R.K. (2003) Case Study Research : Design and Methods. Third edition. USA : Sage Publication

Yin, R.K (2011) Qualitative Research from Start to Finish. New York : Guilford Press