PEMBAHASAN ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

106 komitmen organisasi tingkat rendah karena tidak dapat menerima nilai- nilai organisasi terutama dalam hal penyelesaian tugas tepat waktu, dan ingin tetap bekerja di SDIT X karena kebutuhan akan pendapatan untuk membantu membiaya keluarga. Ibu S juga menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah karena tidak dapat menerima nilai- nilai organisasi, tidak menunjukkan keinginan terlibat dalam organisasi dan memiliki keinginan untuk keluar dari SDIT X.

D. PEMBAHASAN

Ditinjau dari tingkatan komitmen organisasi menurut Reichers dalam Manetje, 2009 ibu R menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat menengah karena dapat menerima nilai dan tujuan sekolah dan tetap ingin bekerja di SDIT X. Ibu Ra menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah karena tidak menunjukkan keinginan terlibat dalam organisasi dan ingin mendapatkan pekerjaan lain. Ibu F menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah karena tidak dapat menerima nilai-nilai organisasi terutama dalam hal penyelesaian tugas tepat waktu, dan ingin tetap bekerja di SDIT X karena kebutuhan akan pendapatan untuk membantu membiaya keluarga. Ibu S juga menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah karena tidak dapat menerima nilai-nilai organisasi, tidak menunjukkan keinginan terlibat dalam organisasi dan memiliki keinginan untuk keluar dari SDIT X. Universitas Sumatera Utara 107 Ditinjau dari ciri komitmen organisasi menurut Mowday, Porter Steers dalam Allen Meyer, 1997 mengenai tujuan organisasi, semua partisipan sudah mulai menunjukkan penerimaannya sejak awal mereka bergabung di SDIT X, terutama berkaitan dengan penerapan nilai-nilai agama. Ibu R menyadari tujuan sekolah berkaitan dengan pengembangan umat, ibu Ra mau menerima tawaran bekerja di SDIT X karena pertimbangan kenyamanan beribadah dan adab pergaulan dengan lawan jenis yang selalu terjaga di SDIT X. Ibu F dan ibu S tertarik dengan konsep pendidikan SDIT X yang memadukan ilmu agama dan pengetahuan umum. Kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan pekerjaanorganisasi akan membentuk komitmen awal terhadap organisasi Miner, 1992. Keempat partisipan juga dapat menerima tujuan organisasi yang berkaitan dengan pembentukan akhlak siswa. Penerimaan tujuan sekolah akan membuat guru memahami peran mereka dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh sekolah David, 2009. Berbeda dengan penerimaan terhadap tujuan sekolah, keempat partisipan menunjukkan penerimaan nilai-nilai organisasi yang berbeda- beda. Ada 3 nilai-nilai organisasi SDIT X, yaitu mematuhi peraturan sekolah, bertanggungjawab terhadap pekerjaan, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekolah. Ibu R dan ibu Ra dapat menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan sekolah dan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, ibu F kesulitan menyelesaikan tugas tepat waktu, dan ibu S sering melanggar peraturan dan kesulitan menyelesaikan tugas tepat waktu. Perubahan aturan dan penambahan pekerjaan yang Universitas Sumatera Utara 108 sering datang mendadak atau diluar pekerjaan sebagai guru membuat keempat partisipan tidak nyaman bekerja. Penerapan peraturan dan penentuan peran kerja dalam organisasi merupakan bagian dari manajemen strategi organisasi. Adanya perubahan peraturan dan penambahan pekerjaan yang sering datang mendadak menandakan manajemen strategi SDIT X belum memiliki pedoman yang jelas dan hanya menginginkan kepatuhan dari anggota organisasi. Organisasi yang hanya menginginkan kepatuhan akan mempengaruhi komitmen anggota organisasi Manetje, 2009. Selain tidak nyaman dengan perubahan peraturan sekolah dan adanya penambahan tugas yang sering datang mendadak, keempat partisipan juga merasa tidak puas dengan kebijakan organisasi dan kesulitan untuk memberikan masukan mengenai kondisi tempat kerja yang mereka harapkan. Hal tersebut menjadikan mereka cenderung hanya menerima keputusan dari organisasi. Menurut Chungthai Zafar 2006 ketidakpuasan guru terhadap kebijakan organisasi organizational justice seperti penerapan peraturan dan beban kerja sangat mempengaruhi komitmen organisasi guru terhadap sekolah. Sebaliknya, guru yang yakin bahwa sekolah mereka merupakan kelompok yang kooperatif, memiliki kekompakan dan adanya pembagian peran yang jelas antara anggota serta saling membahas mengenai tujuan yang hendak dicapai bersama akan menimbulkan kohesivitas dalam kelompok, yaitu daya tarik antara anggota kelompok satu sama lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Kohesivitas dalam kelompok akan meningkatkan komitmen Universitas Sumatera Utara 109 organisasi mereka terhadap sekolah Hulpia, 2006, Jewel dan Siegel 1998. Meskipun tidak nyaman dengan perubahan peraturan dan penambahan pekerjaan yang sering datang mendadak serta tidak puas dengan keputusan organisasi, semua partisipan merasakan kepuasan dalam mendidik siswa dan kedekatan hubungan antara guru dan siswa di SDIT X. Semua partisipan terlihat sangat menikmati keberadaannya bersama siswa, baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Ibu R sering tampak merangkul siswa sambil berjalan di lorong sekolah dan memberikan perhatian yang tulus terhadap siswa berkebutuhan khusus dengan mengucapkan suara yang keras dan jelas. Ibu Ra sering terlihat berada ditengah siswa-siswanya. Ia biasanya memangku salah seorang siswa sambil bercerita. Ia memberikan perhatian penuh kepada siswanya dengan membungkukkan badan bila berbicara dengan mereka. Demikian pula ibu F, ia sering tampak dikelilingi oleh siswa-siswa perempuan dan sabar menghadapi tingkah laku mereka yang ingin merebut perhatiannya. Ibu S juga tampak akrab dengan siswanya. Ia akan didekati oleh siswa bila mereka berpapasan di teras sekolah. Biasanya ibu S menggandeng tangan siswa atau merangkul bahunya sambil berjalan menuju kelas. Kedekatan hubungan guru dan siswa membuat mereka betah bekerja di SDIT X. Selain menjaga kedekatan dengan siswa, sebagai guru mereka juga melibatkan orang tua siswa sebagai mitra dalam proses pendidikan di sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua partisipan memiliki komitmen terhadap profesi mereka sebagai guru. Dengan demikian dapat Universitas Sumatera Utara 110 disimpulkan bahwa, komitmen profesi sebagai guru membuat mereka betah bekerja di SDIT X atau mempengaruhi komitmen organisasi mereka terhadap sekolah Somech dan Bogler dalam Chan dkk, 2008. Bila ditinjau dari komponen komitmen organisasi menurut Allen Meyer 1997, dapat dijelaskan hanya 1 partisipan yang menunjukkan komponen komitmen normatif, sedangkan 3 partisipan lainnya menunjukkan adanya komponen kontinuen. Ibu R menunjukkan komitmen normatif, yaitu komitmen terhadap organisasi karena adanya kewajiban moral sebagai muslim untuk terlibat dalam pengembangan umat. Ia juga memiliki kesadaran pribadi untuk selalu mematuhi peraturan dan melaksanakan tanggung jawabnya dimanapun ia berada. Adanya kewajiban tersebut mendorong ibu R untuk selalu berusaha menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan menaati peraturan sekolah, meskipun sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan pekerjaan tambahan yang sering datang mendadak dan peraturan sekolah yang sering berubah-ubah. Ibu Ra bekerja di SDIT X karena memiliki komitmen kontinuen yaitu komitmen karena kebutuhan akan pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikan dan belum mendapatkan alternatif pekerjaan lain yang memberikan kenyamanan lingkungan kerja seperti yang ada di SDIT X. Demikian pula ibu F, ia memiliki komponen komitmen kontinuen karena tidak ingin kehilangan kepuasan yang ia rasakan dalam mendidik siswa- siswanya di SDIT X serta membutuhkan pendapatan untuk membantu membiayai keluarga. Ibu S bekerja di SDIT X karena belum mampu membuka usaha sendiri yang ia impikan dan membutuhkan pendapatan Universitas Sumatera Utara 111 untuk membantu membiayai keluarga. Menurut Meyer, dkk 2002, masing-masing komponen komitmen organisasi menggunakan pengaruhnya sendiri terhadap perilaku tertentu, namun hubungan antara satu komponen komitmen dengan perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh komponen lain. Pada ibu R, komitmen normatif yang dibuktikan dengan adanya kesadaran akan kewajiban untuk terlibat dalam kegiatan pengembangan umat membuat ibu R tidak memiliki keinginan untuk keluar dari SDIT X dan tetap mematuhi peraturan serta bertanggung jawab dalam menyelesaikan semua kewajibannya. Komitmen ibu R terhadap sekolah juga didukung oleh adanya komitmen afektif berupa kenyamanan karena kesamaan nilai pribadi dengan organisasi dan komponen komitmen kontinuen berupa berkurangnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lain alternative ia inginkan PNS. Hal itu disebabkan karena faktor usia yang telah mencapai batas usia maksimal untuk melamar pada pekerjaan yang baru 36 tahun serta adanya penambahan kemampuan dalam melaksanakan profesi ini yang ia rasakan akibat dari pengalamannya menekuni pekerjaan sebagai guru selama 10 tahun. Menurut teori perkembangan karir oleh Super dalam Brown, 2002 usia 36 tahun berada dalam katagori advancement. Pada tahap ini individu akan berusaha menetapkan pilihan pada pekerjaannya selama ini agar memperoleh kenyamanan dalam bekerja serta mencapai level senioritas. Universitas Sumatera Utara 112 Komitmen kontinuen yang ada pada ibu Ra ditandai oleh kebutuhan akan pekerjaan dan keterbatasan alternatif pekerjaan lain yang sesuai dengan latar pendidikannya, memiliki lingkungan kerja yang kenyamanan seperti yang ia rasakan di SDIT X serta memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih baik. Selama ini bu Ra tetap bertahan bekerja di SDIT X karena didukung oleh komponen komitmen afektif, yaitu kenyamanan dalam bekerja yang berkaitan dengan penerapan nilai- nilai ibadah dalam setiap kegiatan sekolah dan komponen komitmen normatif yang ditandai dengan keinginan melaksanakan pekerjaan dan menuruti aturan sekolah karena merupakan kewajiban baginya sebagai bagian dari organisasi. Pada ibu F, komitmen kontinuen menyebabkan ia tidak memiliki keinginan keluar dari SDIT X karena sudah merasakan kepuasan pribadi dalam mendidik siswa serta mendapatkan pendapatan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Ia juga telah berusaha untuk membeli rumah di dekat sekolah agar bisa memantau kesehatan anaknya sambil bekerja. Hal ini menjadi faktor investasi bagi ibu F karena ia akan mengalami kerugian lebih besar bila harus keluar dari SDIT X. Komitmen tersebut juga didukung oleh komitmen afektifnya dalam bentuk kesamaan nilai pribadi dengan organisasi terutama yang berhubungan dengan konsep pendidikan yang sesuai dengan latar pendidikannya, yaitu perpaduan ilmu agama dan pengetahuan umum yang diterapkan di SDIT X. Universitas Sumatera Utara 113 Pada ibu S, komponen komitmen organisasi kontinuen ditandai dengan adanya kebutuhan untuk membantu menafkahi keluarga sebagai bagian dari tanggung jawab pribadi investasi dan karena ia belum mampu melaksanakan keinginannya untuk membuka usaha sendiri. Disamping itu ia juga memiliki komponen komitmen afektif yaitu kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi terutama yang berkaitan dengan konsep pendidikan SDIT X yang memadukan ilmu agama dan pengetahuan umum. Konsekuensi dari komitmen organisasi yang ada pada ibu Ra dan ibu S adalah adanya intensi turnover keinginan untuk keluar dari SDIT X bila sudah mendapatkan pekerjaan lain dan membuka usaha sendiri. Adanya keinginan guru ibu S dan ibu Ra untuk keluar dari sekolah pada suatu saat nanti menunjukkan adanya gejala intensi turnover. Intensi turnover adalah cerminan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan Mobley dalam Sinuhaji, 2005. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi organisasi karena intensi turnover mengakibatkan kerugian bagi organisasi. Bila guru yang akan meninggalkan sekolah adalah guru yang patut dipertahankan, maka sekolah sebagai organisasi akan mengalami dysfunctional turnover, yaitu turnover yang mengakibatkan kerugian karena guru yang keluar akan membawa biaya-biaya perekrutan, seleksi dan pelatihan-pelatihan yang telah ia terima selama bekerja, sedangkan pengadaan guru baru akan membutuhkan biaya-biaya rekrutmen, seleksi dan pengembangan Jewell Siegell, 1998, Hasibuan, 2011. Universitas Sumatera Utara 114 Untuk menghindari kemungkinan turnover yang tinggi organisasi dapat mengandalkan proses rekrutmen dan seleksi. Melalui proses rekrutmen dan seleksi akan disaring calon-calon guru terbaik sekaligus memiliki kesamaan nilai dengan organisasi Robbin, 2006. Proses rekrutmen yang ideal mestinya dimulai dari penetapan kualifikasi calon guru yang dibutuhkan, pencarian tenaga kerja guru, pengumpulan lamaran dan dokumen yang dibutuhkan dan diakhiri dengan pengumpulan orang- orang yang tertarik dengan pekerjaan tsb. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan proses seleksi, yaitu serangkaian langkah untuk memilih dan memutuskan calon pekerja yang dipilih dan dipekerjakan Mardianto, 2009. Selama ini proses rekrutmen dan seleksi yang berlaku di SDIT X belum memiliki standarisasi sehingga tidak memberikan efek bagi keberadaan guru dalam organisasi. Perbedaan proses rekrutmen dan seleksi juga dialami oleh ke 4 partisipan ketika akan memasuki SDIT X. Ada yang melewati tes dan wawancara bersama pelamar lainnya, ada yang diwawancarai oleh kepala sekolah kemudian melakukan observasi, ada pula yang menggantikan guru yang akan pindah. Mengenai proses seleksi, lebih lanjut Robbin 2003 menjelaskan bahwa dalam proses seleksi diupayakan untuk mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan melakukan pekerjaan serta kecocokan antara nilai-nilai yang dimiliki dengan nilai-nilai organisasi. Pada proses ini juga calon guru akan belajar mengenai organisasi dan mencari Universitas Sumatera Utara 115 kecocokan dengan nilai yang mereka miliki. Disisi lain proses ini akan membantu mendukung budaya sekolah dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin akan menyerang atau merusak nilai-nilai yang telah ada di sekolah. Dengan kata lain proses seleksi dapat menyaringmenseleksi guru-guru yang memiliki kesamaan karakteristik pribadi dan pekerjaanorganisasi sehingga akan membentuk komitmen awal terhadap organisasi Miner, 1992. Universitas Sumatera Utara 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesimpulan utama dan kesimpulan tambahan. Kesimpulan utama berkaitan dengan ciri-ciri komitmen organisasi dan tingkatan komitmen organisasi yang merupakan pembahasan utama dalam penelitian ini, sedangkan kesimpulan tambahan merupakan kesimpulan lain yang diperoleh dari data penelitian. 1. Kesimpulan utama a. Satu dari empat partisipan menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat menengah, sedangkan 3 partisipan lainnya menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah. Partisipan yang menunjukkan komitmen organisasi tingkat menengah karena ia dapat menerima nilai dan tujuan sekolah dan tetap ingin bekerja di SDIT X, namun tidak menunjukkan keinginan untuk terlibat aktif dalam organisasi. Sedangkan 3 partisipan lain yang menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah karena tidak dapat menerima nilai-nilai organisasi, ingin keluar dari SDIT X untuk mendapatkan pekerjaan lain sesuai dengan keinginannya, atau ingin tetap bertahan bekerja di SDIT X karena kebutuhan akan pendapatan untuk membantu membiayai keluarga. Universitas Sumatera Utara