BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian utama dari misi pemerintah dalam dimensi pembangunan manusia dan masyarakat yang menghasilkan
manusia - manusia Indonesia unggul dengan meningkatkan kecerdasan otak dan kesehatan fisik melalui pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi serta merupakan
misi kelima untuk mencapai pembangunan kesehatan yang berkeadilan. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN
2015-2019. Dalam RPJMN tersebut, salah satu misi pemerintah adalah mewujudkan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera
BPPN, 2014. Status derajat kesehatan dan asupan gizi masyarakat sebagai sasaran
pembangunan kesehatan yang pertama menggambarkan prioritas yang akan dicapai dalam pembangunan kesehatan. Sasaran tersebut dikembangkan menjadi
sasaran-sasaran yang lebih spesifik, termasuk sasaran angka kesembuhan penyakit Tuberkulosis TB Kemenkes RI, 2011.
TB merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih tinggi kasusnya di masyarakat. TB berdampak luas terhadap kualitas hidup dan
ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TB dapat
diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat mengenai seluruh
Universitas Sumatera Utara
organ tubuh kita, walaupun yang banyak diserang adalah organ paru WHO, 2014.
Berdasarkan laporan World Health Organization WHO dalam Global Tuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB
dengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua dekade terakhir ini. Insidens TB secara global dilaporkan menurun dengan
laju 2,2 pada tahun 2010-2011. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7 juta dan 990.000 orang meninggal karena TB. Secara global
diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 3,7 kasus baru dan 20 kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95 kasus TB dan 98 kematian akibat TB
di dunia terjadi di negara berkembang. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia Tenggara, Afrika dan wilayah pasifik barat.
Berdasarkan laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report 2014, Indonesia menempati urutan kelima terbesar di dunia sebagai penyumbang
penderita TB setelah negara India, Cina, Nigeria, dan Pakistan. Tingkat resiko terkena penyakit TB di Indonesia berkisar antara 1,7 hingga 4,4. Secara
nasional, TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahun, setiap hari 183 orang meninggal akibat penyakit TB di Indonesia Kemenkes RI, 2013.
Dilihat dari kondisi tersebut, diperlukan adanya upaya program penanggulangan penyakit TB. Sejak tahun 1995, Program Pemberantasan TB
telah dilaksanakan secara bertahap di Puskesmas dengan penerapan strategi DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse yang direkomendasikan oleh WHO.
Kemudian berkembang seiring dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional
Universitas Sumatera Utara
GERDUNAS TB yang dibentuk oleh pemerintah pada tanggal 24 maret 1999, maka
pemberantasan penyakit
TB telah
berubah menjadi
program penanggulangan TB Paru. Ada lima komponen dalam strategi DOTS yaitu:
1. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB nasional.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT yang diawasi
langsung oleh Pengawas Minum Obat PMO. 4.
Kesinambungan persediaan OAT. 5.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru Kemenkes RI, 2014.
Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi DOTS yang mampu mengendalikan penyakit TB karena dapat memutuskan rantai penularan
penyakitnya. Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan, namun penatalaksanaan
TB di sebagian besar puskesmas, rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi DOTS dan penerapan standar pelayanan berdasarkan International
Standards for Tubercolusis Care ISTC Kemenkes RI, 2013. Jumlah penemuan kasus yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB
hingga saat ini mengalami penurunan. Angka penemuan kasus baru TB paru BTA + pada tahun 2013 yang ditemukan sebanyak 196.310 kasus 81, pada tahun
sebelumnya kasus baru TB paru BTA + yang ditemukan sebesar 202.301 kasus 84. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah
penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah. Kasus baru
Universitas Sumatera Utara
BTA + di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40 dari jumlah kasus di Indonesia. Keberhasilan pengobatan TB pada tahun 2013 meningkat menjadi
90,5 dibandingkan pada tahun 2012 yaitu sebesar 90,2 pada kelompok penderita TB Kemenkes RI, 2014.
Kesuksesan dalam penanggulangan TB adalah dengan menemukan penderita dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan target
global Case Detection Rate CDR atau penemuan kasus TB sebesar 70 dan Cure Rate CR atau angka kesembuhan pengobatan sebesar 85. Angka
kesembuhan menunjukkan persentasi pasien TB paru BTA + yang sembuh setelah selesai masa pengobatan diantara pasien TB paru BTA + yang tercatat
Kemenkes RI, 2011. Kesembuhan pengobatan TB dapat dicapai dengan keteraturan dan
kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Paduan obat anti tuberkulosis jangka pendek dan penerapan pengawasan minum obat merupakan strategi untuk
menjamin kesembuhan penderita. Obat yang dikonsumsi baik tetapi bila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan
mengecewakan. Selain itu, obat yang diberikan beberapa macam sekaligus serta pengobatannya memakan waktu lama setidaknya 6 bulan sehingga penderita
banyak yang putus obat dan mengakibatkan resisten terhadap obat yang telah di konsumsi sebelumnya. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian pada
tuberkulosis dari berbagai pihak terkait, sehingga program penanggulangan TB di berbagai tempat menjadi sangat lemah Dinkes Sumut, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah kasus TB paru BTA + di Sumatera Utara pada tahun 2008, kasus TB paru sekitar 14.158 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 17.026 kasus
pada tahun 2009 Dinkes Sumut, 2010. Pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan sebesar 17.459 kasus 82,57 namun pada tahun 2013 terjadi
penurunan menjadi 15.414 kasus 72,29 Dinkes Sumut, 2014. Kasus TB Paru di Kota Medan tahun 2013 secara klinis terjadi
peningkatan dari tahun 2012. Angka penemuan TB pada tahun 2012 yaitu sebesar 21.079 kasus dengan 3.037 kasus TB Paru BTA +, sedangkan pada tahun 2013
ditemukan sebesar 26.330 kasus dengan 2.894 kasus TB Paru BTA + dimana seluruhnya mendapatkan penanganan pengobatan dengan kesembuhan 2.163
orang 74,74 serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03. Selain itu, dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 1.729 penderita TB Paru
BTA +. Dari 1.729 penderita TB Paru BTA + sebanyak 1.616 penderita 87,67 diberikan pengobatan Profil Dinkes Kota Medan, 2014.
Dari data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2014, terdapat 11 Puskesmas yang mengalami kesembuhan di bawah 85 dari 39 Puskesmas yang
ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan. Kesebelas puskesmas tersebut antaranya Puskesmas Desa Lalang dengan angka kesembuhan 59,52, Puskesmas
Sunggal dengan angka kesembuhan 73,53, Puskesmas Simalingkar dengan angka kesembuhan 82,93, Puskesmas Kedai Durian dengan angka kesembuhan
83,33, Puskesmas Tegal Sari dengan angka kesembuhan 78,57, Puskesmas Medan Denai dengan angka kesembuhan 78,72, Puskesmas Bromo dengan
angka kesembuhan 84, Puskesmas Kota Matsum dengan angka kesembuhan
Universitas Sumatera Utara
80,95, Puskesmas Medan Area Selatan dengan angka kesembuhan 72,73, Puskesmas Bestari dengan angka kesembuhan 76,92, Puskesmas Rantang
dengan angka kesembuhan 71,43. Adapun jumlah penderita TB Paru per Unit Pelayanan Kesehatan UPK di
Kota Medan Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Jumlah Penderita TB Paru per wilayah Unit Pelayanan Kesehatan UPK di Kota Medan Tahun 2013
No. Puskesmas
BTA + Diobati Kesembuhan
1 Tuntungan
9 8
88,89 2
Simalingkar 41
34 82,93
3 Medan Johor
80 76
95 4
Kedai Durian 36
30 83,33
5 Amplas
69 68
98,55 6
Dea Binjei 26
26 100
7 Tegal Sari
28 22
78,57 8
Medan Denai 47
37 78,72
9 Bromo
25 21
84
10 Desa Lalang
42 25
59,52
11 Sunggal 34
25 73,53
12 Kota Matsum 21
17 80,95
13 Sukaramai 37
36 97,30
14 Medan Area Selatan 22
16 72,73
15 Teladan 143
143 100
16 Pasar Merah 43
43 100
17 Simpang Limun 43
42 97,67
18 Kampung Baru 52
50 96,15
19 Polonia 29
27 93,10
20 Padang Bulan 56
54 96,43
21 PB. Selayang 72
72 100
22 Helvetia 90
88 97,78
23 Bestari 13
10 76,92
24 Darussalam 30
30 100
25 Rantang 28
20 71,43
26 Glugur Kota 5
4 80
27 Pulo Brayan 3
3 100
28 Sei Agul 32
32 100
29 Glugur Darat 31
31 100
30 Sentosa Baru 66
66 100
31 Mandala 53
53 100
32 Sering 65
65 100
Universitas Sumatera Utara
33 Medan Deli 82
78 95,12
34 Titi Papan 22
21 95,45
35 Medan Labuhan 5
4 80
36 Pekan Labuhan 33
30 90,91
37 Martubung 45
45 100
38 Terjun 64
62 96,88
39 Belawan 113
110 97,35
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2014
Data diatas menunjukkan bahwa angka kesembuhan penderita TB Paru terendah terdapat di Puskesmas Desa Lalang. Jumlah penderita TB Paru BTA +
yang diobati di Puskesmas tersebut pada tahun 2014 sebanyak 42 penderita. Dari 42 penderita, jumlah penderita yang dinyatakan sembuh hanya 25 penderita
59,52. Hal ini menunjukkan angka kesembuhan penderita TB belum mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 85. Sedangkan angka penemuan kasus di
Puskesmas Desa lalang pada tahun 2013 sekitar 92 kasus dengan BTA + sebesar 23 kasus Profil Dinkes Kota Medan, 2014.
Penelitian Simamora 2004, menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB adalah pengetahuan
penderita tentang pengobatan TB, ada tidaknya PMO, efek samping obat, perilaku petugas kesehatan, persepsi pasien terhadap penyuluhan kesehatan dan jarak
antara rumah dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian lainnya, Nukman Permatasari, 2005, faktor yang memengaruhi keberhasilan TB paru
adalah: a faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontiniu, edukasi petugas kesehatan, dan pemberian obat yang adekuat, b faktor penderita
yang meliputi pengetahuan, kesadaran dan tekad untuk sembuh, dan kebersihan diri, c faktor keluarga dan lingkungan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Hasibuan 2011, menunjukkan bahwa kepatuhan penderita, dukungan keluargaPMO, dorongan petugas dan rasa tanggung jawab memiliki
hubungan dengan tingkat kesembuhan pengobatan TB paru. Penelitian Amiruddin 2006 menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang memengaruhi terjadinya
kesembuhan dalam pengobatan penderita TB paru di Kota Ambon yakni Pengawas Minum Obat PMO, kepatuhan berobat penderita TB paru dan efek
samping obat. Berdasarkan survei pendahuluan penulis di Puskesmas Desa Lalang dapat
diketahui bahwa Puskesmas Desa Lalang merupakan kategori puskesmas satelit, artinya puskesmas tersebut tidak memiliki fasilitas laboratorium sendiri, dan
hanya membuat sediaan apus dahak dan difiksasi saja, kemudian sampel dahak di kirim ke Puskesmas Helvetia sebagai Puskesmas Rujukan Mikroskopis PRM.
Selain itu, petugas penyakit menular terutama bagian TB paru telah mendapatkan pelatihan
penanggulangan TB
paru dan
telah menerapkan
program penanggulangan TB dengan strategi DOTS, namun angka penemuan suspek kasus
TB paru masih kurang dan angka kesembuhan yang dicapai masih tidak sesuai target yang diharapkan. Obat Anti Tuberkulosis OAT juga selalu tersedia untuk
pasien TB paru di puskesmas dan setiap penderita memiliki kartu identitas penderita agar penderita tidak mangkir ke tempat lain.
Diketahui juga dari pernyataan penderita TB yaitu kurangnya motivasi berobat baik motivasi yang berasal dari individu itu sendiri maupun dari luar
dirinya. Salah satu penyebabnya adalah karena penderita merasa lelah dan bosan
Universitas Sumatera Utara
dalam menjalani pengobatan serta kurangnya pengawasan dalam meminum obat TB paru sehingga penderita TB tidak tuntas dalam pengobatannya.
Untuk menanggulangi hal tersebut, maka program TB paru di prioritaskan terhadap peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk
menuntaskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman Tuberkulosis di masyarakat dengan strategi DOTS atau pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek setiap hari, terutama pada 2 atau 3 bulan pengobatan pertama.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru
dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.
1.2 Perumusan Masalah