Pengobatan TB dengan OAT yang Diawasi Oleh PMO

Ditetapkannya sebagai pasien TB apabila dalam pemeriksaannya minimal 1 uji dahak SPS hasilnya BTA positif. Diagnosis yang dilakukan pertama kali yaitu dengan melihat gejala-gejala umum penyakit TB paru, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dahak SPS secara mikroskopis. Jika salah satu atau lebih dari ketiga spesimen dahak positif, maka suspek dikatakan penderita TB paru, dan apabila hasilnya negatif maka dilakukan foto rontgen, jika hasil rontgen positif maka suspek juga dikatakan penderita TB paru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa Puskesmas Desa Lalang dalam melakukan pendiagnosaan pasien TB paru yaitu dengan pemeriksaan dahak SPS secara mikroskopis yang dilakukan di PRM Helvetia, dan apabila jika ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka petugas TB paru memberikan surat rujukan untuk melakukan pemeriksaan foto rontgen. Namun dalam pernyataan informan penderita TB diketahui bahwa pasien yang berobat di Puskesmas Desa Lalang merupakan pasien yang mendapatkan hasil pemeriksaan rontgen dari praktek dokter dan BP4 Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, pasien melakukan inisiatif sendiri dalam memperoleh pengobatannya dan tidak menjalani alur pemeriksaan pengobatan TB paru sesuai tatalaksana yang ada.

5.2.2 Pengobatan TB dengan OAT yang Diawasi Oleh PMO

Kesembuhan penyakit TB yaitu suatu kondisi dimana individu telah menunjukan peningkatan kesehatan dan memiliki salah satu indikator kesembuhan penyakit TB, diantaranya: menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak follow up hasilnya negatif pada akhir pengobatan Universitas Sumatera Utara dan minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif Kemenkes RI, 2010. Selain itu, kesembuhan TB juga dapat dilihat dari perubahan berat badan penderita dan telah dilakukan tes BTA terhadap sputum. Dalam mencapai kesembuhan, penderita TB sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak terkait. Diantaranya adalah dukungan dari pihak keluarga untuk mengingatkan dan mengawasi penderita dalam meminum obat atau yang lebih dikenal dengan Pengawas Minum Obat PMO. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek melalui pengawasan langsung oleh PMO untuk menjamin keteraturan meminum obat merupakan salah satu komponen DOTS yang sangat penting. Keefektifan peran PMO menurut penelitian Salim 2002 menyatakan bahwa persepsi penderita TB paru terhadap pelaksanaan tugas-tugas PMO selama penderita menjalani pengobatan dari awal sampai akhir yaitu mengawasi penderita setiap kali menelan obat, mendorong penderita agar berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak, serta memberi penyuluhan kepada penderita tentang penyakit TB paru. Dari keempat persepsi tersebut maka akan menimbulkan kepatuhan berobat bagi penderita TB. Dengan adanya kepatuhan berobat bagi penderita TB, maka diharapkan kesembuhan TB nantinya akan tercapai. Berbagai media komunikasi, informasi dan edukasi untuk para PMO terus dikembangkan. Keterlibatan petugas kesehatan dalam pengawasan minum obat terus diupayakan melalui keterlibatan para bidan desa dan petugas pustu. Upaya penurunan angka drop out di rumah sakit dan BP4 dilakukan dengan penyediaan Universitas Sumatera Utara PMO bagi setiap penderita dengan memanfaatkan berbagai sektor yang berpotensi seperti LSM, dan lainnya Depkes RI, 2007. Prinsip pengobatan TB paru yaitu dengan menggunakan pengobatan sesuai panduan OAT yang tepat dengan pemberian minimal 4 macam obat untuk mencegah resistensi dan ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh PMO sampai pengobatan selesai selama 6 sampai 9 bulan. Menurut Kemenkes RI 2014 sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan seperti bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain lain. Namun bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. PMO yang menjadi pengawas obat pasien TB paru di Puskesmas Desa Lalang tidak ada mendapatkan penyuluhan maupun informasi mengenai TB Paru dalam upaya penjaringan dan penemuan suspek TB. PMO hanya mendapatkan informasi tentang penyakit TB paru serta pengobatannya selama 6-9 bulan serta diharuskan memantau pasien dalam meminum obat saja. PMO tidak mendapatkan sosialisasi dalam upaya penemuan kasus TB paru, mereka hanya mendapatkan informasi mengenai tugasnya saja dengan mengawasi pasien minum obat teratur, dan memberikan motivasi kepada pasien untuk sembuh, sehingga PMO tidak mengetahui bila ada masyarakat atau keluarga disekitarnya terkena TB paru yang mengakibatkan angka penemuan kasus TB paru tidak mencapai target yang di tetapkan. Salah satu informan mengatakan, “Kalo tugasnya disuruh ngawasin minum obat bapak aja, di ingatin dia makan 4 obat sehari sebelum sarapan, kemarin agak susah karna tiap minum obat muntah, Universitas Sumatera Utara tapi sekarang gak lagi, terus dikasih puding atau vitamin lah, dan dikasih motivasi lah ke bapak kalo mau sembuh harus minum obat secara teratur.” Informan lainnya mengatakan, “Ya disuruh orang puskesmas nya supaya nyuruh dia minum obat nya itu 1 jam sebelum makan, kalo puasa gini kan ya 1 jam sebelum sahur lah, tapi kadang gak saya yang ingatkan dia kadang orang tua, gantianlah.” Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Puksesmas Desa Lalang telah melakukan pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek yang diawasi langsung oleh PMO kepada penderita TB paru selama 9 bulan, paduan OAT yang diberikan oleh petugas puskesmas yaitu dengan paket FDC melalui prosedur sesuai berat badan penderita TB paru. Sedangkan dalam penentuan PMO yang dilakukan oleh petugas TB paru yaitu menunjuk anggota keluarga pasien yang berusia muda serta memiliki daya ingat yang bagus agar PMO yang bertanggungjawab terhadap pasien tidak lupa untuk mengingatkan dalam pengawasan menelan obat setiap hari. Namun di Puskesmas Desa Lalang tidak ada menunjuk PMO dari pihak petugas kesehatan seperti bidan desa, perawat atau dokter bagi penderita TB paru, sehingga akan mengakibatkan kurangnya dukungan motivasi kepada pasien serta informasi tentang penanggulangan TB paru yang mengakibatkan angka penemuan kasus tidak sesuai target dan penularan penyakit TB paru semakin meningkat. Berdasarkan penelitian Puri 2010 mengatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan kesembuhan TB paru kasus baru strategi DOTS. Universitas Sumatera Utara

5.2.3 Kesinambungan Ketersediaan Obat