Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Jenis Obat Anti Tuberkulosis OAT

dalam menjalani pengobatan serta kurangnya pengawasan dalam meminum obat TB paru sehingga penderita TB tidak tuntas dalam pengobatannya. Untuk menanggulangi hal tersebut, maka program TB paru di prioritaskan terhadap peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk menuntaskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman Tuberkulosis di masyarakat dengan strategi DOTS atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari, terutama pada 2 atau 3 bulan pengobatan pertama. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu walaupun seluruh puskesmas di Wilayah Kota Medan telah melaksanakan program penanggulangan TB Paru dengan Strategi DOTS, namun angka penemuan kasus masih rendah serta angka kesembuhan di Puskesmas Desa Lalang masih sangat rendah dan jauh dari capaian target yang telah di tetapkan oleh WHO. Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penatalaksanaan program penanggulangan TB Paru pada penderita dengan strategi DOTS di Puskesmas Desa Lalang, Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada stakeholder dalam hal ini bagi Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai penanggulangan penyakit TB Paru. 2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Desa Lalang dalam melaksanakan program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita TB Paru. 3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti lain, khususnya mengenai penanggulangan TB Paru. 4. Sebagai tambahan informasi dalam pengembangan kajian dan ilmu di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru TB Paru

2.1.1 Pengertian

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang bersifat kronis menahun dan sudah lama menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang dalam istilah Latin disebut Mycobacterium tuberculosis. Kuman penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh ilmuan Jerman yang bernama Robert Koch dan dipublikasikan kepada masyarakat ilmiah pada tanggal 24 Maret 1882. Penyakit tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan, akan tetapi kuman tersebut ditularkan dari seseorang ke orang lain dan menyerang organ paru-paru manusia Aditama, 2002. Secara umum, sifat kuman tuberkulosis memiliki ukuran panjang 1 – 10  dan lebar 0,2 – 0,6  dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, tidak meiliki selubung, tetapi memiliki lapisan luar yang tebal dan terdiri dari lipoid. Bakteri ini memiliki sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pewarnaan dan tidak akan luntur dengan bahan kimia apapun termasuk asam alkohol sehingga sering disebut Basil Tahan Asam BTA, serta tahan terhadap zat kimia dan fisik, kuman ini juga tahan dalam keadaan kering dan bersifat dorman dan aerob. Kuman ini akan mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit, dan dengan kadar alkohol 70 – 95 selama 15 – 30 detik, bakteri ini tahan selama 1 – 2 jam di Universitas Sumatera Utara udara terutama ditempat yang lembab dan gelap, namun kuman tuberkulosis tidak tahan terhadap sinar ultraviolet langsung ataupun aliran udara Kunoli, 2013.

2.1.2 Cara Penularan

Sumber penularan penyakit adalah dari penderita TB Paru pada BTA +. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang te rkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kumancc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26 sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak droplet nucle. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, maka akan semakin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif tidak telihat kuman, maka penderita tersebut dianggap tidak menular Kemenkes RI, 2014. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Risiko Penularan TB Paru

Risiko penularan tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB paru dengan BTA + memberikan risiko penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA -. Risiko setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberkulosis Infection = ARTI yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1 , berarti diantara 1000 penduduk terdapat sepuluh orang terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1 – 3 . Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif Depkes RI, 2009. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan meningkatnya risiko penularan pasien TB Paru, antara lain : - Lokasi penyakitnya di paru, saluran napas atau laring. - Terdapatnya batuk atau tenaga yang mendorong kuman tersebut keluar. - Dahak BTA positif. - Terdapatnya kavitas paru. - Pasien tidak menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau bersin Kemenkes RI, 2012.

2.1.4 Gejala – Gejala TB Paru

Gejala TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik Aditama, 2002. a. Gejala sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam tidak tinggi selama lebih satu bulan, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik. Universitas Sumatera Utara b. Sedangkan gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk bisa berlangsung secara terus-menerus selama 3 minggu atau lebih. Hal ini terjadi apabila sudah melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak sputum. Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah disebabkan karena pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Apabila kerusakan sudah meluas, timbul sesak nafas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai pula dengan rasa nyeri pada dada. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka suspek pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat PUSKESMAS

2.2.1 Pengertian

Puskesmas menurut Kepmenkes RI No. 75 Tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Upaya Kesehatan Masyarakat

Upaya kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh puskesmas menurut Kemenkes RI 2014, adalah : 1. Pelayanan promosi kesehatan. 2. Pelayanan kesehatan lingkungan. 3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana. 4. Pelayanan gizi. 5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit 2.3 Program Penanggulangan TB Paru 2.3.1 Rencana Global Pengendalian TBC STOP TB Partnership The Partnership merupakan gerakan global yang dimulai pada tahun 2000 dengan tujuan untuk mempercepat aksi sosial dan politik dalam upaya menghentikan penyebaran TB paru di seluruh dunia. Visi The Partnership adalah dunia bebas TBC. Visi ini akan dicapai melalui empat misinya, yaitu : 1. Menjamin bahwa setiap penderita TBC mempunyai akses yang efektif terhadap diagnosis, pengobatan dan penyembuhan. 2. Menghentikan penularan TBC. 3. Mengurangi ketidak adilan beban sosial dan ekonomi TBC. 4. Mengembangkan dan melaksanakan strategi preventif, diagnosis dan pengobatan yang baru untuk menghentikan TBC. Target yang ditetapkan The Partnership sebagai tonggak pencapaian utama adalah : Universitas Sumatera Utara 1. Pada tahun 2005, setidaknya 70 yang terinfeksi TBC dapat didiagnosis dengan DOTS dan 85 diantaranya dinyatakan sembuh. Persentase ini selanjutnya dipertahankan atau ditingkatkan sampai dengan tahun 2015. 2. Beban global penyakit TBC prevalensi dan kematian pada tahun 2015 akan berkurang 50 dari tahun 1990. 3. TBC bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat global pada tahun 2050. Selain itu, The Partnership juga mempunyai komitmen untuk mencapai t arget MDG yang relevan untuk TBC yaitu: “to have halted and begun to reverse the incident of TB ” pada tahun 2015. Dalam waktu 10 tahun, akan diterapkan strategi ganda, yaitu akselerasi pengembangan dan penggunaan peralatan yang lebih baik, dan pelaksanaan strategi baru WHO untuk mengendalikan TBC, menggunakan DOTS dan ISTC. Rencana Global 2006-2015 menerapkan enam elemen utama dalam strategi baru WHO untuk menghentikan TBC. Strategi tersebut adalah : 1. Menerapkan dan memperkuat ekspansi DOTS yang berkualitas, meningkatkan penemuan kasus dan angka kesembuhan melalui pendekatan yang berfokus pada penderita agar pelayanan DOTS yang berkualitas dapat menjangkau seluruh penderita, khususnya kelompok masyarakat yang miskin dan rentan. 2. Menghadapi tantangan TBHIV, MDR-TB dan tantangan lainnya, dengan cara memperluas kegiatan TBHIV bersama, DOTS-Plus dan pendekatan lain yang relevan. Universitas Sumatera Utara 3. Memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan dengan bekerjasama dengan program dan pelayanan kesehatan lainnya, misalnya dalam memobilisasi sumber daya manusia dan finansial untuk melaksanakan dan mengevaluasi hasilnya dan dalam menyampaikan dan mempelajari pencapaian dalam program pengendalian TBC. 4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat LSM dan swasta, dengan cara memperluas pendekatan berbasis public-private mix PPM dengan menggunakan ISTC. 5. Melibatkan penderita TBC dan masyarakat agar memberikan kontribusi dalam pelayanan yang efektif. 6. Memberdayakan dan meningkatkan penelitian untuk obat, diagnosis dan vaksin baru serta meningkatkan kinerja program Depkes RI, 2006.

2.3.2 Program Nasional Penanggulangan TB Indonesia

Berdasarkan Kemenkes RI 2014, strategi nasional dalam penanggulangan TB Paru di Indonesia antara lain : a. Visi “Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan” b. Misi 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat dan madani dalam pengendalian TB. 2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB. Universitas Sumatera Utara 4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik. c. Tujuan Tujuan dalam pengendalian TB Paru adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. d. Target Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2015- 2019 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 297 menjadi 245, Persentase kasus baru TB paru BTA + yang ditemukan dari 73 menjadi 90 dan Persentase kasus baru TB paru BTA + yang disembuhkan dari 85 menjadi 88. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1 - 2 per tahun menjadi 3 - 4 per tahun dan penurunan angka mortalitas 4 - 5 pertahun. Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan insidens sebesar 20 dan angka mortalitas sebesar 25 dari angka insidens tahun 2015.

2.3.3 Strategi DOTS Directly Observed Treatments Shortcourse

Berdasarkan pendapat Permatasari 2005 Strategi DOTS merupakan strategi penanggulangan TB paru nasional yang telah direkomendasikan oleh WHO sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Sebelum pelaksanaan strategi DOTS 1969-1994 angka kesembuhan TB paru yang dapat dicapai oleh program hanya 40-60. Dengan strategi DOTS diharapkan angka Universitas Sumatera Utara kesembuhan dapat dicapai minimal 85 dari penderita TB paru BTA + yang ditemukan. Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk memfokuskan perhatian direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observasi observed dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan Aditama, 2002. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan penyakit TB Kemenkes RI, 2014. Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah untuk menjamin kesembuhan bagi penderita penyakit TB paru, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat Universitas Sumatera Utara menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia Sari, 2001. Strategi DOTS mempunyai lima komponen : 6. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB Nasional Komitmen politik pemerintah dalam mendukung pengawasan tuberkulosis adalah penting terhadap keempat unsur lainnya untuk dijalankan dengan baik. Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai perioritas utama dalam program kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat program nasional yang menyeluruh yang diikuti dengan pembuatan buku petunjuk guideline yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam sistem kesehatan umum yang ada, dan diperlukan dukungan pendanaan dalam hal sarana, prasarana dan peralatan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat. 7. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling efektif untuk penyaringan terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO merekomendasikan strategi pengawasan tuberkulosis, dilengkapi dengan laboratorium yang berfungsi baik untuk mendeteksi dari mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan pengobatannya. Pemeriksaan mikroskopis ini merupakan pendekatan penemuan kasus secara pasif yang merupakan cara paling efektif dalam menemukan kasus tuberkulosis. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks, dengan kriteria-kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di masyarakat. Universitas Sumatera Utara 8. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT yang diawasi langsung oleh Pengawas Minum Obat PMO Pemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan istilah DOT Directly Observed Therapy, pasien diawasi secara langsung ketika menelan obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standar. Dalam aturan pengobatan tuberkulosis jangka pendek yang berlangsung selama 6 bulan dengan menggunakan kombinasi obat anti TB yang adekuat. Pemberian obat harus berdasarkan apakah pasien diklasifikasikan sebagai kasus baru atau kasus lanjutankambuh, dan seyogyanya diberikan secara gratis kepada seluruh pasien tuberkulosis. Pengawasan pengobatan secara langsung sangat penting selama tahap pengobatan intensif 2 bulan pertama untuk meyakinkan bahwa obat dimakan dengan kombinasi yang benar dan jangka waktu yang tepat. Dengan pengawasan pengobatan secara langsung, pasien tidak memikul sendiri tanggung jawab akan kepatuhan penggunaan obat. Para petugas pelayanan kesehatan, petugas kesehatan masyarakat, pemerintah dan masyarakat semua harus berbagi tanggung jawab dan memberi banyak dukungan kepada pasien untuk melanjutkan dan menyelesaikan pengobatannya. Pengawas pengobatan bisa jadi siapa saja yang berkeinginan, terlatih, bertanggung jawab, dapat diterima oleh pasien dan bertanggung jawab terhadap pelayanan pengawasan pengobatan tuberkulosis. 9. Kesinambungan persediaan OAT Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu, sangat diperlukan guna keteraturan pengobatan. Masalah utama dalam hal ini Universitas Sumatera Utara adalah perencanaan dan pemeliharaan sediaan obat pada berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu untuk memperkirakan kebutuhan, data akurat sediaan di masing-masing gudang yang ada, dan lain-lain. 10. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan pasien dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari daftar laboratorium yang berisi catatan dari semua pasien yang diperiksa sputumnya, kartu pengobatan pasien yang merinci penggunaan obat dan pemeriksaan sputum lanjutan. Setiap pasien tuberkulosis yang diobati harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah tercatat di catatan tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien ini pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali WHO, 1999.

2.4 Jenis Obat Anti Tuberkulosis OAT

Menurut Kemenkes RI 2014, OAT yang digunakan dalam program penanggulangan TB dengan DOTS terdiri dari : 1. Isoniasid INH H Isoniasid bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Universitas Sumatera Utara Dosis harian yang dianjurkan 5 mgkg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mgkg BB. 2. Rifampisin R Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant persister yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mgkg BB diberikan sama unuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. 3. Pirasinamid Z Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mgkg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mgkg BB. 4. Etambutol E Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mgkg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mgkg BB.

2.5 Efek Samping OAT