3. Memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan dengan
bekerjasama dengan program dan pelayanan kesehatan lainnya, misalnya dalam memobilisasi sumber daya manusia dan finansial untuk melaksanakan
dan mengevaluasi hasilnya dan dalam menyampaikan dan mempelajari pencapaian dalam program pengendalian TBC.
4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan, pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat LSM dan swasta, dengan cara memperluas pendekatan berbasis public-private mix PPM dengan menggunakan ISTC.
5. Melibatkan penderita TBC dan masyarakat agar memberikan kontribusi
dalam pelayanan yang efektif. 6.
Memberdayakan dan meningkatkan penelitian untuk obat, diagnosis dan vaksin baru serta meningkatkan kinerja program Depkes RI, 2006.
2.3.2 Program Nasional Penanggulangan TB Indonesia
Berdasarkan Kemenkes
RI 2014,
strategi nasional
dalam penanggulangan TB Paru di Indonesia antara lain :
a. Visi
“Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan” b.
Misi 1.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat dan madani dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu
dan berkeadilan. 3.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB.
Universitas Sumatera Utara
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.
c. Tujuan
Tujuan dalam pengendalian TB Paru adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. d.
Target Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJMN yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2015- 2019 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk
dari 297 menjadi 245, Persentase kasus baru TB paru BTA + yang ditemukan dari 73 menjadi 90 dan Persentase kasus baru TB paru BTA
+ yang disembuhkan dari 85 menjadi 88. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat
dari hanya sekitar 1 - 2 per tahun menjadi 3 - 4 per tahun dan penurunan angka mortalitas 4 - 5 pertahun. Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia
bisa mencapai target penurunan insidens sebesar 20 dan angka mortalitas sebesar 25 dari angka insidens tahun 2015.
2.3.3 Strategi DOTS Directly Observed Treatments Shortcourse
Berdasarkan pendapat Permatasari 2005 Strategi DOTS merupakan strategi penanggulangan TB paru nasional yang telah direkomendasikan oleh
WHO sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Sebelum pelaksanaan strategi DOTS 1969-1994 angka kesembuhan TB paru yang dapat
dicapai oleh program hanya 40-60. Dengan strategi DOTS diharapkan angka
Universitas Sumatera Utara
kesembuhan dapat dicapai minimal 85 dari penderita TB paru BTA + yang ditemukan.
Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk memfokuskan
perhatian direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observasi observed
dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan treatment yang tertata dalam
sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek
short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan
tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan Aditama, 2002.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai
penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan penyakit TB Kemenkes RI, 2014. Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah untuk menjamin kesembuhan bagi penderita penyakit
TB paru, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat
Universitas Sumatera Utara
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia Sari, 2001. Strategi DOTS mempunyai lima komponen :
6. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB Nasional
Komitmen politik pemerintah dalam mendukung pengawasan tuberkulosis adalah penting terhadap keempat unsur lainnya untuk dijalankan dengan baik.
Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai perioritas utama dalam program kesehatan.
Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat program nasional yang menyeluruh yang diikuti dengan pembuatan buku petunjuk guideline yang
menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam sistem kesehatan umum yang ada, dan diperlukan dukungan pendanaan dalam hal sarana, prasarana
dan peralatan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat.
7. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling efektif untuk penyaringan terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO merekomendasikan
strategi pengawasan tuberkulosis, dilengkapi dengan laboratorium yang berfungsi baik untuk mendeteksi dari mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan
pengobatannya. Pemeriksaan mikroskopis ini merupakan pendekatan penemuan kasus secara pasif yang merupakan cara paling efektif dalam menemukan kasus
tuberkulosis. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks, dengan kriteria-kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
8. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT yang diawasi
langsung oleh Pengawas Minum Obat PMO Pemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan istilah
DOT Directly Observed Therapy, pasien diawasi secara langsung ketika menelan obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standar. Dalam aturan
pengobatan tuberkulosis jangka pendek yang berlangsung selama 6 bulan dengan menggunakan kombinasi obat anti TB yang adekuat. Pemberian obat harus
berdasarkan apakah pasien diklasifikasikan sebagai kasus baru atau kasus lanjutankambuh, dan seyogyanya diberikan secara gratis kepada seluruh pasien
tuberkulosis. Pengawasan pengobatan secara langsung sangat penting selama tahap
pengobatan intensif 2 bulan pertama untuk meyakinkan bahwa obat dimakan dengan kombinasi yang benar dan jangka waktu yang tepat. Dengan pengawasan
pengobatan secara langsung, pasien tidak memikul sendiri tanggung jawab akan kepatuhan penggunaan obat. Para petugas pelayanan kesehatan, petugas kesehatan
masyarakat, pemerintah dan masyarakat semua harus berbagi tanggung jawab dan memberi banyak dukungan kepada pasien untuk melanjutkan dan menyelesaikan
pengobatannya. Pengawas pengobatan bisa jadi siapa saja yang berkeinginan, terlatih, bertanggung jawab, dapat diterima oleh pasien dan bertanggung jawab
terhadap pelayanan pengawasan pengobatan tuberkulosis. 9.
Kesinambungan persediaan OAT Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu,
sangat diperlukan guna keteraturan pengobatan. Masalah utama dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
adalah perencanaan dan pemeliharaan sediaan obat pada berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang
baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu untuk memperkirakan kebutuhan, data akurat sediaan
di masing-masing gudang yang ada, dan lain-lain. 10.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru
Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan pasien dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari daftar laboratorium
yang berisi catatan dari semua pasien yang diperiksa sputumnya, kartu pengobatan pasien yang merinci penggunaan obat dan pemeriksaan sputum lanjutan. Setiap
pasien tuberkulosis yang diobati harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah tercatat di catatan tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien
ini pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali WHO, 1999.
2.4 Jenis Obat Anti Tuberkulosis OAT