9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakekat Belajar
Hakekat belajar, belajar itu melibatkan perubahan. Perubahan yang terjadi ketika belajar berlangsung mempunyai aspek arahan directional
aspect. Kadang-kadang menimbulkan suatu perubahan dalam arah cita-cita kehidupan, dan kadang-kadang justru memperkuat arah cita-cita warga belajar
tersebut. Apabila perubahan itu merubah sekali cara berfikir kita dalam arah yang sama yang kita tempuh selama ini akan melibatkan perubahan dalam
tujuan dan arah kehidupan kita. Apa yang kita lakukan sebelumnya kita tinggalkan. Apabila pengalaman belajar terus membimbing kita dalam arah
yang sama yang kita tempuh selama ini, maka pengalaman-pengalaman baru pada kita dan membantu kita melihat cara yang kita tempuh itu lebih jelas lagi.
Proses ini membantu untuk lebih cepat dan lebih jelas ke arah tujuan kita Surjadi, 2012:3.
Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Namun realitas yang dipahami oleh sebagian
besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggapnya properti sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian besar
masyarakat menganggap belajar disekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan tersebut tidak seluruhnya salah, sebab seperti
dikatakan Reber, belajar adalah the process of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan Suprijono, 2009:3.
B. Hakekat Matematika
Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari
maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK. Namun
matematika yang pada hakekatnya suatu ilmu yang cara bernalarnya deduktif formal dan abstrak, harus diberikan kepada anak-anak sejak SD yang cara
berfikirnya masih tahap operasi konkret, kita perlu berhati-hati dalam menanamkan konsep-konsep matematika tersebut.
1. Pengertian
Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. Hal ini terbukti adanya puluhan definisi matematika yang belum mendapat
kesepakatan antara matematikawan. Mereka saling berbeda dalam
mendefinisikan matematika. Namun jelas hakekat matematika dapat diketahui, karena objek penelaahan matematika yaitu sasarannya telah
diketahui sehingga dapat diketahui pula bagaimana cara berfikir matematika itu. Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta
operasi-operasinya, melainkan unsur ruang sebagai sasarannya Hudojo, 2001 : 45.
2. Belajar Matematika
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Sehingga berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik. Di sini akan diungkapkan pengertian
belajar matematika. Namun sebelumnya kita akan terlebih dahulu mendefinisikan pengertian belajar menurut para ahli, yaitu definisi yang
diungkapkan oleh Herman Hudoyo 1990:1 beliau mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses aktif dalam memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses
belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Misalnya setelah belajar matematika siswa mampu mendemonstrasi
kan pengetahuan dan ketrampilan matematika dimana sebelumnya ia tidak dapat melakukannya.
Kemudian Rosadi Lukman 1996:5 mendefinisikan belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi tahu atau
dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi lebih baik, dari
pasif menjadi aktif, dari tidak teliti menjadi lebih teliti dan seterusnya. Gagne dalam bukunya The Conditions Of Learning 1977, belajar
merupakan sejenis perubahana akibat yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam
situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan serupa itu. Perubahan tersebut terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda
dengan perubahan serta-merta refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Dari beberapa pendapat tentang belajar pada dasarnya semua teori
atau pendapat sepakat bahwa belajar adalah kegiatan mental dalam diri siswa yang aktif sehingga terjadi perubahan perilaku. Untuk itu dengan
adanya kegiatan belajar, kita dapat mengetahui mengenai kesulitan yang dialami siswa saat proses belajar berlangsung.
Ada beberapa pendapat tentang belajar matematika seperti yang dikemukakan oleh Herman Hudoyo 1990:25-27
pada blog web http:hafismuaddab.wordpress.com20100113pengertian-belajar-
matematika :
1. Robert Gane ; Belajar matematika harus didasarkan kepada
pandangan bahwa tahap belajar yang lebih tinggi berdasarkan atas tahap belajar yang lebih rendah.
2. J. Bruner ; belajar matematika ialah belajar tentang konsep-
konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur matematika.
3. Z.P Dienes ; Berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip
matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada siswa dalam bentuk konkrit.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas belajar matematika adalah suatu tahap proses perubahan belajar dalam penanaman konsep-konsep
dan struktur matematika yang diharapkan membawa kepada pemahaman ide-ide yang terorganisir secara sistematis untuk mencapai pengetahuan
dan keterampilan.
C. Kesulitan Belajar Siswa 1. Pengertian Kesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya belangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang
dapat cepat menangkap apa yang dipelajari kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat kadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit
untuk mengadakan konsentrasi. Dari kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan
aktivitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar
dikalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didiksiswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itullah yang disebut kesulitan belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor inteligensi yang rendahkelainan mental, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh
faktor-faktornon intelegensi. Dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar.
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, sehingga
berpengaruh terhadap prestasinya. Setiap anak didik memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima materimemahami materi, ada yang
bisa langsung memahami, ada yang agak kesulitan bahkan ada yang memang benar-benar tidak dapat memahami apa yang dijelaskan oleh guru.
Perbedaan-perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan cara belajar. Pada blog
http:tarmidi.wordpress.com20080220kesulitan-belajar- learning-dissability-dan-masalah-emosi
kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata,
namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi,
berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik Clement, dalam Weiner, 2003 .
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar
Dalam M. Entang 1984 untuk menelusuri latar belakang kesulitan belajar yang dihadapi siswa kita harus kembali pada faktor penentu
aktualisasi peristiwa belajar mengajar. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan secara sederhana oleh Burton dalam Entang 1984: 13-14
yaitu terdiri dari : a.
Faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa, antara lain : 1. Kelemahan secara fisik, seperti :
- Suatu pusat susunan syaraf tidak berkembang secara sempurna luka atau cacat, atau sakit, sehingga sering membawa gangguan
emosional. - Penyakit menahun asma, dan sebagainya menghambat usaha-
usaha belaajar secara optimal. 2. Kelemahan-kelemahan secara mental baik kelemahan yang dibawa
sejak lahir maupun karena pengalaman yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan dan juga oleh pendidikan, antara lain :
- Kelemahan mental taraf kecerdasaannya memang kurang - Nampaknya seperti kelemahan mental, tetapi sebenarnya: kurang
minat, kebimbangan, kurang usaha,aktivitas yang tidak terarah, kurang semangat kurang gizi, kelelahan dan sebagainya, kurang
menguasai ketrampilan dan kebiasaan fundamental dalam belajar. 3. Kelemahan-kelemahan emotional, antara lain :
- Terdapatnya rasa tidak aman insecurity - Penyelesaian yang salah adjusment terhadap orang-orang,
situasi dan tuntutan-tuntutan tugas dan lingkungan; - Tercekam rasa pobia takut, benci dan antipati, mekanisme
pertahanan diri; - Tidak matangan immaturity.
4. Kelemahan yang disebabkan oleh karena kebiasaan dan sikap-sikap yang salah, antara lain :
- Banyak melakukan aktivitas yang bertentangan dan tidak menunjang pekerjaan sekolah, menolak atau malas belajar;
- Kurang berani dan gagal untuk berusaha memusatkan perhatian; - Kurang kooperatif dan menghindari tanggung jawab;
- Sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran; - Gugup
5. Tidak memiliki keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti :
- Ketidak mauan membaca, berhitung, kurang mengetahui pengetahuan dasar untuk sesuatu bidang studi yang sedang
diikutinya secara sekuensial meningkat dan beruntun, kurang menguasai bahasa asing;
- Memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah. 6. Faktor-faktor yang terletak di luar diri siswa situasi sekolah dan
masyarakat, antara lain : - Kurikulum yang seragam, bahan dan buku-buku yang tidak sesuai
dengan tingkat-tingkat kematangan dan perbedaan-perbedaan individu.
- Ketidak sesuaian standar adminitratif sistem pengajaran, sistem penilaian, kegiatan belajar dan pengalaman belajar mengajar dan
sebagainya.
- Terlalu berat beban belajar siswa dan atau mengajar guru, terlampau besar populasi siswa dalam kelas terlalu banyak
menuntut kegiatan di luar, dan sebagainya. - Terlalu sering pindah sekolah, atau program, tinggal kelas dan
sebagainya. - Kelemahan dari sistem belajar mengajar pada tingkat-tingkat
pendidikan sekolah asal. - Kelemahan
yang terdapat dalam kondisi rumah tangga pendidikan,
status sosial
ekonomi, keutuhan
keluarga, ketentraman dan keamanan sosial psikologis dan sebagainya.
- Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran sekolah atau terlalu banyak dalam kegiatan extracilicullar.
- Kekurangan makan gizi dan sebagainya. Berdasarkan faktor-faktor yang dijelaskan oleh Bruton dalam Entang,
1984: 13 dapat disimpulkan : 1. Kasus yang mengalami kelemahan itu berupa kelas kelompok
siswa secara keseluruhan, maka besar kemungkinan kelemahan itu bukanlah bersumber pada kelemahan secara individual. Di antara
sumber yang paling mungkin dari kelemahan itu antara lain : a. Kondisi sekolah yang diakibatkan oleh :
- Kualifikasi guru yang kurang memadai syarat pendidikan atau pribadi;
- Sistem belajar mengajar yang digunakan;
- Metode dan teknik belajar mengajar yang dipakai; - Bahan dan sumber yang langka atau usang.
b. Management kelas dan sekolah yang kurang sesuai. c. Letak sekolah yang terlalu terasing atau terganggu oleh kesibukan
lain. 2. Kasus ini berupa individu-individu siswa seperti kelemahan dalam
bidang studitertentu atau secara keseluruhan atau sebagian besar dari prestasinya bersumber :
- Kelemahan dasar intelektual, emosional, kebiasaan belajar, perlakuan guru terhadapnya, dan sebagainya seperti diterangkan
di atas.
3. Gejala-gejala siswa kesulitan belajar
Beberapa perilaku yang merupakan gejala kesulitan belajar, antara lain : a. Menunjukkan hasil prestasi yang rendah di bawah rat-rata nilai yang
dicapai oleh kelompok kelas. b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tetapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam
mengerjakan soal-soal dan dalam menyelesaikan tugas-tugas. d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti : acuh tak acuh, berpura-
pura, dusta dan sebagainya.
e. Menunjukkan perilaku yang berkelainan. Misalnya : mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira,
selalu sedih dan sebagainya. Dari gejala-gejala yang nampak itu
gurupembimbing bisa menginterpretasikan bahwa ia kemungkinan mengalami kesulitan belajar.
Di samping melihat gejala-gejala yang nampak, guru pun bisa mengadakan penyelidikan antara lain dengan :
Observasi : cara memperoleh data dengan langsung mengamati terhadap objek.
Observasi mencatat gejala-gejala yang nampak pada diri subjek, kemudian diseleksi untuk dipilih yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Interview : adalah cara mendapatkan data dengan wawancara
langsung terhadap orang yang akan diselidiki. Tes diagnostik : adalah suatu cara mengumpulkan data dengan tes.
Menurut Cronbach, tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan kelakuan dari dua orang atau lebih.
Untuk mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar tes meliputi tes buatan guruteacher made test yang terkenal dengan tes
diagnosting tes psikologi. Sebab yang mengalami kesulitan belajar tersebut kemungkinan karena IQ rendah, tidak memiliki bakat,
mentalnya minder, dan lain-lain sehingga dilakukan tes psikologis.
Dokumentasi adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan orang yang diselidiki.
D. Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis kesulitan belajar ini ada juga yang menyebut sebagai pengajaran diagnostik. Diagnosis kesulitan belajar adalah upaya untuk mencari dan
menganalisis penyebab kesulitan belajar siswa yang hasil belajarnya rendah atau siswa yang tergolong lambat belajar dan mengalami kesulitan belajar
berdasarkan gejala-gejala yang nampak pada siswa. Dalam kegiatan diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan letak kesulitan dan jenis kesulitan yang
dialami siswa. Menurut Koestoer dan Hadisuparto 1984:95-106 mengatakan bahwa tahap pertama yang paling efisien dalam mendiagnosa kesulitan
– kesulitan belajar siswa adalah sejauh mana siswa dapat mencapai berbagai
tujuan yang diharapkan sekolah. Tahap berikutnya adalah memperkirakan sebab, tahap ini berdasarkan asumsi bahwa kita dapat mengambil keputusan
secara bijaksana bagaimana membantu siswa mengatasi kesulitanya. Menurut Burto dalam Entang 1984:16-17 langkah-langkah diagnosis
kesulitan belajar siswa berdasarkan teknik instrumen yang digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Diagnosis Umun General diagnosis Pada tahap ini lazimnya dipergunakan tes baku seperti yang dipergunakan
untuk evaluasi dan pengukuran psikologi dan hasil belajar. Sasarannya
ialah untuk menemukan siapakah mahasiswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2. Diagnosis analitik Analytic diagnosia Pada tahap ini lazimnya yang digunakan ialah tes diagnosis. Sasarannya
ialah untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut. 3. Diagnosis psikologik Psychological diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrumen yang digunakan antara lain:
- Observasi terkontrol
- Analisis proses dan response lisan
- Analisis berbagai catatan obyektif
- Wawancara
- Pendekatan laboratoris dan klinis
- Studi kasus.
a. Teknik Diagnosis Kesulitan Belajar
Menurut Entang, 1984 adapun teknik diagnosis pada umumnya mengikuti garis besar sebagai berikut :
1. Identifikasi Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar
Tahap ini merupakan tahap untuk mengetahui siswa-siswi yang mengalami kesulitan belajar. Langkah-langkah yang dapat ditempuh
dalam mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan membandingkan posisi atau kedudukan siswa dalam
kelompoknya atau kriteria tingkat ketuntasan penguasaan yang
ditetapkan sebelumnya Penilaian Acuan Patokan atau PAP untuk suatu mata pelajaran atau materi tertentu dan sebagainya.
2. Melokalisasi Letak Kesulitan Permasalahan
Tahap ini merupakan tahap untuk menemukan kesulitan-kesulitan siswa pada mata pelajaran atau materi tertentu dengan menggunakan
tes diagnostik.
3. Mengidentifikasi Penyebab Kesulitan Belajar
Tahap ini merupakan tahap untuk mencari faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk mencari penyebab kesulitan, salah satunya dengan metode wawancara.
b. Alat Diagnosis Kesulitan Belajar
Dalam melakukan suatu diagnosis, alat yang digunakan dapat muncul dalam berbagai bentuk yaitu tes diagnostik dan non diagnostik
seperti observasi dan wawancara. Menurut Gronlund 1985, dalam Noehi Nasution, 1993:223 dalam tes diagnostik tingkat kesukaran tes diagnostik
rendah sehingga pencapaian murid yang mengalami kesulitan belajar dapat diukur dengan cermat serta memuat perincian nilai skor yang lebih luas
untuk setiap bagian tes sehingga mengandung butir tes yang cukup banyak untuk mengetes setiap kemampuan. Dengan cukup banyaknya butir tes
yang digunakan maka kelemahan – kelemahan siswa akan terlihat lebih
jelas. Hampir sama dengan pernyataan Gronlund, menurut Djemari Mardapi 2008:69 dalam tes diagnostik terkandung materi yang dirasa
sulit oleh peserta didik, namun tingkat kesulitan tes cenderung rendah. Ini untuk menunjukkan dimana kelemahan
– kelemahan siswa berada. Bentuk soal yang digunakan dalam tes diagnostik ini berupa uraian
karena menurut Nana Sudjana 2010:36 soal uraian mempunyai banyak kelebihan yaitu :
1. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah
– kaidah bahasa karena kemampuan berbahasa sangat membantu dalam memahami
matematika itu sendiri. 2. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur dan penalaran yakni
berpikir logis, analitis dan sistematis. 3. Mengukur ketampilan dan pemecahan masalah.
4. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
5. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat
proses berpikir siswa. Tes uraian sendiri mempunyai dua macam bentuk yaitu uraian
bebas dan uraian yang terbatas Nana Sudjana, 2010:37. Untuk soal tes diagnostik ini menggunakan uraian bebas karena di soal ini siswa akan
menjawab secara bebas tentang sesuatu masalah yang ditanyakan dan tidak di batasi dalam menjawab soal tersebut.
E. Kategori Jenis Kesalahan
Kesulitan belajar siswa yang dilihat dari tes hasil belajar siswa didasari dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam mengerjakan soal terkait.
Hadar dkk 1987 mengklasifikasikan jenis kesalahan sebagai berikut:
1. Kesalahan Data.
Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan yang dapat dihubungkan dengan ketidaksesuaian antara data yang diketahui dengan data yang
dikutip oleh siswa. Yang termasuk dalam kategori ini yaitu: a. Menambah data yang tidak ada hubungannya dengan soal.
b. Mengabaikan data penting yang diberikan. c. Mengganti syarat yang ditentukan dengan informasi lain yang tidak
sesuai. d. Mengganti informasi yang tidak sesuai dengan teks yang
sebenarnya. e. Menguraikan syarat-syarat dalam pembuktian, perhitungan yang
sebenarnya tidak dibutuhkan dalam masalah. f.
Salah menyalin soal
2. Kesalahan Menginterprestasikan Bahasa.
Yang termasuk dalam kategori jenis kesalahan ini adalah : a. Mengubah bahasa sehari-hari ke dalam bentuk matematika dengan
arti yang berbeda. b. Menulis simbol dari suatu konsep dengan simbol lain yang artinya
berbeda.
c. Salah mengartikan grafik.
3. Kesalahan Menarik Kesimpulan.
Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan didalam menarik kesimpulan dari suatu bentuk informasi yang diberikan atau dari
kesimpulan sebelumnya, yaitu : a. Dari pernyataan bentuk implikasi p
→ q , siswa menarik kesimpulan sebagai berikut :
i. Bila q diketahui terjadi, maka pasti p terjadi ii. Bila p diketahui salah, maka q pasti juga salah
b. Mengambil kesimpulan yang tidak benar, misalnya memberikan q sebagai akibat dari p tanpa dapat menjelaskan urutan pembuktian
yang betul.
4. Kesalahan Menggunakan Teorema, Definisi, dan Konsep.
Kategori jenis kesalahan ini merupakan penyimpangan dari prinsip, aturan, teorema atau definisi yang pokok. Yang termasuk dalam
kesalahan ini adalah : a. Tidak teliti atau tidak tepat dalam penulisan definisi, rumus, atau
teorema. b. Dalam menerapkan suatu teorema pada kondisi yang tidak sesuai,
dan menerapkan sifat distributif untuk fungsi atau operasi yang bukan distributif.
5. Penyelesaian tidak diperiksa kembali.
Kesalahan ini terjadi jika langkah penyelesaian yang digunakan sudah benar akan tetapi hasil akhir penyelesaian tidak menjawab soal dengan
tepat.
6. Kesalahan teknis.
Kesalahan teknis ini meliputi sebagai berikut: a. kesalahan perhitungan.
b. kesalahan memanipulasi simbol – simbol aljabar dasar.
Peneliti menggunakan
klasifikasi kesalahan
Hadaar dkk
untuk mengidentifikasi jenis-jenis kesalahan siswa dalam mengerjakan soal operasi
pecahan dalam bentuk aljabar. Dengan mempertimbangkan jenis kesalahan yang dikemukakan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti merumuskan
jeniskategori kesalahan sebagai berikut :
1. Kesalahan Data
a. Menambahkan data yang tidak ada hubungannya dengan soal b. Mengabaikan data penting yang diberikan
c. Mengartikan informasi yang tidak sesuai dengan teks yang sebenarnya atau salah menyalin soal
d. Salah memasukkan data e. Tidak memahami maksud soal.
2. Kesalahan Menggunakan Konsep
a. Kesalahan dalam prasyarat
b. Kesalahan dalam menjumlah, mengurangi, mengalikan dan membagi persamaan bentuk aljabar.
c. Kesalahan dalam konsep pengerjaan.
3. Kesalahan Teknis
a. Kesalahan perhitungan b. Kesalahan memanipulasi simbol-simbol aljabar dasar.
F. Operasi Pecahan Dalam Bentuk Aljabar
Materi diambil dari buku Matematika untuk SMP kelas VIII M. Cholik Adinawan Sugijono, 2007, penerbit Erlangga.
1. Menyederhanakan Pecahan Aljabar
Telah dikemukakan bahwa jika pembilang dan penyebut suatu pecahan dibagi dengan bilangan yang sama kecuali nol, maka diperoleh
pecahan baru yang senilai, tetapi menjadi lebih sederhana. Misalnya : 18
24 = 3 × 6
4 × 6 = 3
4 Dengan demikian, jika pembilang dan penyebut suatu pecahan memiliki
faktor yang sama, maka pecahan tersebut dapat disederhanakan. Hal ini berarti, bahwa untuk menyederhanakan pecahan aljabar, harus diingat
kembali berbagai bentuk aljabar yang dapat difaktorkan beserta aturan faktorisasinya.
Contoh : a.
= =
b. =
=
c. =
=
Pada contoh 2, ≠ −4 dan juga ≠ 4, sebab jika = −4 atau = 4,
maka penyebut pecahan tersebut menjadi nol. Hal ini menyalahi konsep dalam pecahan, yaitu :
i. Penyebut suatu pecahan tidak boleh nol.
ii. Suatu pecahan tidak boleh disederhanakan dengan cara membagi
pembilang dan penyebut dengan nol, karena pembagian dengan nol tidak didefinisikan.
Dengan demikian, pada contoh 3, nilai ≠ 0 dan juga ≠ −3.
Untuk selanjutnya, yang dibicarakan pada bahasan ini adalah pecahan aljabar yang penyebutnya bukan nol.
Untuk menyederhanakan suatu pecahan aljabar kadang-kadang harus digunakan lawan dari suatu bentuk aljabar, yaitu
– − = − sebagai salah satu langkah dalam menyederhanakan pecahan aljabar.
2. Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Aljabar
Pada buku kelas VII, telah dipelajari bahwa pecahan-pecahan yang mempunyai penyebut sama dapat dijumlahakan atau dikurangkan dengan
cara menjumlahkan atau mengurangkan pembilang-pembilangnya.
Contoh : a.
+ = =
b. − =
= c.
+ = =
d. +
= =
Jika penyebut-penyebutnya berbeda, maka penyebut-penyebut tersebut harus disamakan terlebih dahulu.
Contoh :
a. −
= −
= −
= =
=
b. +
= +
= =
=
3. Perkalian dan Pembagian Pecahan Aljabar
Pada kelas VII, telah dipelajari bahwa hasil perkalian dua pecahan dapat diperoleh dengan mengalikan pembilang dengan pembilang, dan
penyebut dengan penyebut, yaitu : × =
× ×
Dengan demikian sifat di diatas, maka dapat ditentukan hasil perkalian pecahan-pecahan dalam bentuk aljabar.
a. ×
= =
......... pembilang dan penyebut dibagi dengan b b.
× =
× =
....... pembilang penyebut dibagi + 3
= = − 3
Untuk pembagian dua pecahan, telah dibahas bahwa membagi dengan suatu pecahan sama dengan mengalikan pecahan tersebut terhadap
kebalikannya, yaitu : ∶ = × =
× ×
Contoh : ∶
= ×
= ....... pembilang penyebut dibagi dengan a
= =
4. Menyederhanakan Pecahan Bersusun
Suatu pecahan yang pembilang atau penyebut atau kedua-duanya memuat pecahan disebut pecahan bersusun. Misalnya :
1 + 1 −
1 + 1 −
Pecahan bersusun dapat disederhanakan dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan kelipatan persekutuan terkecil KPK dari penyebut
pecahan yang terdapat pada pembilang maupun penyebut pecahan bersusun. Dengan demikian pembilang maupun penyebut pecahan bersusun
tidak lagi memuat pecahan. Contoh :
a. =
............ 12 adalah KPK dari 2, 3 dan 4
=
= = 5
b. =
..................... adalah KPK dari
= =
=
G. Pembelajaran Remidial
Pembelajaran remidial merupakan kelanjutan dari pembelajaran biasa atau reguler di kelas. Hanya saja, peserta didik yang masuk dalam kelompok ini
adalah peserta didik yang memerlukan pelajaran tambahan. Peserta didik yang dimaksud adalah peserta didik yang belum tuntas belajar.
Tujuan pembelajaran remidial adalah membantu dan menyembuhkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui perlakuan pengajaran
Arifin, 2009 : 304. Dalam pelaksanaan pembelajaran remidial, perlu ditempuh langkah-
langkah berikut Arifin, 2009 : 305 – 306
1. Menganalisis kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kesulitan dan kebutuhan peserta didik.
2. Merancang pembelajaran, yang meliputi merancang rencana pembelajaran, merancang berbagai kegiatan, merancang belajar bermakna, memilih
pendekatanmetodeteknik, merancang bahan pembelajaran. 3. Menyusun rencana pembelajaran, yaitu memperbaiki rencana pembelajaran
yang telah ada, dimana beberapa komponen disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan peserta didik.
4. Menyiapkan perangkat pembelajaran, seperti memperbaiki soal LKS. 5. Melaksanakan perangkat pembelajaran, yang meliputi : merumuskan
gagasan utama, memberikan arahan yang jelas, meningkatkan motivasi belajar peserta didik, memfokuskan proses belajar, melibatkan peserta didik
secara aktif.
6. Melakukan evaluasi pembelajaran dan menilai ketuntasan belajar peserta didik.
H. Kerangka Berpikir