89
1. Melihat nada yang paling sering dipakai, 2. Melihat nada yang memiliki ritmis harga ritmis yang besar,
3. Melihat nada awal atau nada akhir komposisi yang dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas,
4. Nada paling rendah atau posisi tepat di tengah-tengah dianggap penting, 5. Interval-interval yang terdapat diantara nada kadang-kadang sebagai
patokan, 6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada, dan
7. Pengenalan yang akrab dengan pengalaman gaya musik. Dalam menentukan nada dasar ngangguken tangis, penulis mengacu pada
hasil rekaman audio yang penulis dapatkan di lapangan saat pelaksanaan acara, yang telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Maka hasil nada dasar dalam melodi
ngangguken tangis berdasarkan teori nettl yang didapatkan adalah nada E. Adapun cara yang digunakan oleh penulis untuk menentukan nada dasar ini adalah sesuai
dengan pengenalan musikal penulis sesuai teori nomor 7.
4.2.4 Wilayah Nada
Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami yang ditentukan oleh media penghasil bunyi itu sendiri, ialah
dengan memperhatikan nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi. Wilayah nada melodi ngangguken tangis yang diurutkan dari nada terendah sampai
nada tertinggi adalah C - G= 5P :
90
C G
4.2.5 Frekuensi Pemakaian Nada
Frekuensi pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yang dipakai dalam suatu musik atau nyanyian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat
dalam melodi ngangguken tangis:
C Cis D Dis E F Fis G Jumlah pemakaian nada -nada pada melodi ngangguken tangis: 266 nada
1. Nada C sebanyak 6 2. Nada Cis sebanyak 2
3. Nada D sebanyak 80 4. Nada Dis sebanyak 1
5. Nada E sebanyak 165 6. Nada F sebanyak 78
7. Nada Fis sebanyak 6 8. Nada G sebanyak 26
91
4.2.6 Jumlah Interval
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi ngangguken tangis:
Interval Jumlah
1P 188
2m 63
2M 98
3m 5
4.2.7 Bentuk Form
Formula melodi yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi bentuk, frasa dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu
pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Dan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. William P. Malm mengemukakan bahwa
ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu : 1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang
2. Ireratif, yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulanag di dalam keseluruhan
nyanyian. 3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian yang baru atau berbeda.
92
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Melihat kepada hal yang dikemukakan Oleh Malm mengenai bentuk nyanyian, maka penuulis mengambil kesimpulan bahwa melodi dari nyanyian
tersebut adalah repetitif yang artinya menggunakan melodi yang berulang-ulang dengan teks yang berbeda.
Untuk memperjelas bagaimana bentuk dari melodi ngangguken tangis penulis menggunakan pendapat Nettl yang mengatakan bahwa ada beberapa karakter yang
perlu diperhatikan untuk menentukan bentuk dari suatu komposisi, yaitu dengan memperhatikan unsur -unsur melodi yang terkandung berdasarkan pengulangan frasa,
tanda diam, pengulangan pola ritem, transposisi, kesatuan dari teks yang ada dalam musik 1964:150. Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk,
frasa, dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide
melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Secara garis besar, bentuk, frasa, dan motif yang terdapat dalam melodi ngangguken tangis adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pada melodi ngangguken tangis memiliki 11 bentuk
2. Frasa pada melodi ngangguken tangis, yaitu:
93
a.
b .
c
d.
e. f.
g.
h.
i.
j.
k.
94
4.2.8 Pola Kadensa