Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karo 1 Manusia dalam rangka menjalani kehidupannya di dunia ini, menghasilkan dan berdasarkan kepada kebudayaan. Budaya ini menjadi identitas seseorang dan sekelompok orang yang menggunakan dan memilikinya. Kebudayaan tersebut muncul untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam rangka menjaga kesinambungan generasi yang diturunkan. Kebudayaan ini memainkan peran penting merupakan salah satu sub etnis yang mendiami wilayah Sumatera Utara. Etnis Karo termasuk kedalam subetnis Batak. Masyarakat Karo memiliki budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhurnya. Salah satu bentuk warisan kebudayaan tersebut adalah kesenian. Kesenian pada masyarakat Karo terdiri dari berbagai macam seperti seni rupa, seni tari, seni ukir dan seni musik. Seni musik merupakan salah satu warisan budaya yang terdapat pada masyarakat Karo yang sampai saat ini masih dilestarikan dan memiliki peranan penting untuk keberlangsungan seni budaya Karo. Hal ini dapat kita amati dari penggunaan seni musik di dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Karo. Musik mendapat peranan penting dalam rangkaian upacara-upacara maupun hiburan rakyat dan hiburan pribadi yang menjadi kebiasaan pada masyarakat Karo. 1 Suku Karo berasal dari Kerajaan Haru yang berdasarkan legenda Karo sebagaimana disampaikan oleh H. Biak Ersada Ginting, berdiri kira-kira pada tahun 685 M yang berpusat di sekitar Teluk Haru, Langkat. Menurut babat Sunda dalam prinst, 2004, pada abad I M di Sumatera Utara sudah terdapat kerajaan dengan rajanya bernama ‘Pa Lagan’. Cerita tentang Raja Pa Lagan dari Kerajaan Haru ini diketahui dari buku Manimegelai karangan pujangga tenar yang sangat populer di India Brahma Putra dalam Darwin Prints, 2004:9. 2 terhadap perilaku manusia dan benda benda hasil kreativitas mereka. Kebudayaan juga mengatur siklus atau daur hidup manusia sejak dari janin, lahir, anak, pubertas, dewasa, tua, sampai meninggal dunia. Demikian juga yang terjadi didalam kebudayaan masyarakat Karo yang ada di Desa Sarilaba Jahe Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang. Adat istiadat Karo, sebagaimana adat istiadat masyarakat suku-suku di wilayah Sumatera Utara umumnya, memiliki kesamaan untuk beberapa hal, termasuk dalam upacara kematian. Kesamaan tersebut disebabkan oleh karena wilayah Sumatera Utara cukup lama dipengaruhi Agama Hindu sebelum masuknya Agama Islam dan Kristen. Menurut kepercayaan Agama Hindu, upacara kematian adalah sebuah makna yang bersifat sakral, suci dan merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk melaksanakannya, karena di dalam upacara kematian akan tercapai sebuah keteraturan dalam keluarga inti nuclear family maupun keluarga besar extended family Sarjani Tarigan 2009:108-109. Tulisan ini akan membahas tentang nganggukken tangis, yaitu salah satu jenis musik vokal yang biasa disajikan dalam upacara kematian pada masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe. Secara harafiah, kata ‘nganggukken’ berasal dari kata ‘ngangguk’ yang artinya ‘ratapan yang mengalun lembut’, dan kata ‘tangis’ memiliki arti ‘menangis’. Ginting menegaskan bahwa nganggukken tangis pada masyarakat Karo sama dengan ‘rende’ yang artinya ‘bernyanyi’, karena kegiatan menangis terus menerus dengan mengungkapkan isi hati diyakini sebagai salah satu cara untuk 3 menyembuhkan luka hati 2 Berdasarkan uraian di atas maka nganggukken tangis dapat diartikan sebagai nyanyian ratapan yang disajikan seseorang ketika berada dalam suasana dukacita. . Dan ‘nurun’ adalah upacara kematian pada masyarakat Karo yang dilaksanakan sebelum jenazah dikebumikan. Nganggukken tangis adalah nyanyian yang sering kali disajikan saat upacara nurun. Nganggukken tangis ini merupakan sebuah ungkapan rasa sedih yang sangat mendalam atas kepergian seseorang yang sangat dikasihidisayangi. Namun, nganggukken tangis yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah nganggukken tangis yang terkait dengan konteks upacara nurun pada masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe. Pada umumnya nganggukken tangis kebanyakan dilakukan oleh perempuan. Karena perempuan dianggap lebih memiliki perasaan. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, Nganggukken tangis adalah sesuatu yang disajikan dengan cara disenandungkan. Menurut pemahaman masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe apabila nganggukken tangis diungkapkan tanpa melantunkan lagunya, maka hal itu tidak disebut ngangguk bernyanyi melainkan ngerana berbicara, dalam hal ini, khususnya dalam upacara kematian. Saat penyajian, teks nganggukken tangis biasanya terungkap secara spontan berdasarkan suasana hati si pelaku. Teks yang disajikan pada saat melakukan nganggukken tangis selalu menggunakan bahasa sehari-hari, termasuk ungkapan- ungkapan yang digunakan, seperti ungkapan kesedihan dan penyesalan. Oleh karena itu skripsi ini akan lebih jauh mengindentifikasi kandungan nilai dan norma tersebut 2 Wawancara dengan Iting Juni Piyai Br Ginting 02 juni 2014 4 di dalam teks nganggukken tangis. Dengan mendeskripsikan teks nganggukken tangis yaitu memahami makna wacanateks; yang dalam hal ini dapat diartikan melihat arti yang tersurat maupun tersirat dari teks nganggukken tangis, serta memahami strukutur teksnya, maka akan dapat dipahami kemudian tentang fungsi nganggukken tangis yang ada di desa Sarilaba Jahe. Oleh karena nganggukken tangis merupakan sebuah nyanyian, tentulah juga memiliki struktur musikal. Melalui penganalisaan dimaksud diharapkan dapat memberikan gambaran umum struktur musikal nganggukken tangis ini. Meskipun penyajian dari nganggukken tangis ini masih disajikan pada upacara kematian masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe, namum hal ini tidak menjadi perhatian bagi masyarakat serta belum banyak dikaji oleh para peneliti. Hal itu lah yang menyebabkan penulis terdorong untuk melakukan penelitian ini. Selain itu penulis tertarik untuk melihat apa fungsi sosial dan budaya nganggukken tangis itu sendiri dalam kehidupan masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe, dengan mengkaji teks nganggukken tangis tersebut. Oleh karena itu penulis memberi judul Analisis Struktur Musikal, Tekstual dan Fungsi Nganggukken tangis Dalam Upacara Nurun Pada Masyarakat Karo di Desa Sarilaba Jahe Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang pada tulis

1.2 Pokok Permasalahan