103
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap ngangguken tangis dalam upacara nurun ini, menghasilkan beberapa kesimpulan yang bisa penulis peroleh.
Setelah melakukan penganalisaan terhadap unsur-unsur musikalnya, maka penulis menemukan struktur umum musikal dari nyanyian tersebut. Adapun
kesimpulan mengenai struktur umum dari nyanyian tersebut adalah pertama, nyanyian ini memiliki gaya yang disebut dengan istilah rengget dan sipenyaji selalu
meletakkan gaya tersebut pada akhir dari setiap frasa lagu. Kedua, nyanyian ini bersifat free meter ketika disajikan dengan atau tanpa adanya iringan musik dan
memiliki tempo 60-65 MM. Musik pengiringnya adalah reportoar simalungun rayat yang memiliki meter 168. Ketiga, nada yang digunakan pada setiap lagu berkisar
antara tiga sampai enam buah nada. Dan keempat, meskipun nyanyian ini merupakan sebuah seni tradisional, namun nyanyian ini memiliki dinamika keraslembut.
Dinamika ini ditunjukkan dengan membesar dan mengecilnya volume suara si penyaji.
Meskipun penulis menemukan struktur umum musikal ngangguken tangis ini, namun masih terdapat perbedaan dari setiap penyaji ketika mereka menyanyikannya,
baik dari segi melodi maupun bentuk pola ritemnya. Karena hal ini mengikut pada kebiasaan orang yang menyajikannya. Perbedaan ini dikarenakan rasa musikalitas
104
yang berbeda dari setiap penyaji. Mengingat kembali bahwa ngangguken tangis ini, disajikan secara bebas berdasarkan perasaan si penyaji nya. Maka dari pernyataan
diatas, penulis menyimpulkan bahwa ngangguken tangis merupakan salah satu tradisi lisan dari kebudayaan masyarakat Karo. Ketika sebuah nyanyian sebuah tradisi lisan
disajikan oleh beberapa orang, tentu saja setiap penyaji menyanyikannya dengan gaya yang berbeda-beda. Atau ketika seseorang menyanyikan lagu itu sebanyak dua kali,
jika diteliti dengan seksama pasti kita akan menemukan beberapa perbedaan. Perbedaan atau keberagaman ini lah yang menyebabkan struktur musik pada sebuah
tradisi lisan juga berbeda-beda. Oleh karena itu sebagai sebuah tradisi lisan, ngangguken tangis ini sudah jelas memiliki strukutur musik yang berbeda-beda pula.
Maka dari itu sebagai sebuah tradisi lisan, nyanyian ini haruslah tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan terhadap teks ngangguken tangis, penulis mendapat kesimpulan bahwa teks yang disajikan bersifat tidak baku.
Maksudnya adalah teks yang diungkapkan oleh setiap penyaji tidak pernah sama persis, karena dalam menggarap teksnya penyaji selalu mengungkapkannya dengan
bebas berdasarkan apa yang dirasakan oleh sipenyaji. Selain mengungkapkan hal-hal yang berkisar mengenai rasa sedih sangkep nggeluh terhadap si mati, juga terdapat
ungkapan berupa pesan, doa dan harapan terhadap keluarga yang ditinggalkan. Mengenai fungsi ngangguken tangis, penulis melakukan pengamatan terhadap
teks dan keadaan penyajiannya. Karena nyanyian ini disajikan di depan khalayak ramai masyarakat, maka pesan-pesan yang disampaikan secara otomatis juga
didengar oleh seluruh masyarakat yang hadir. Hal ini dapat dijadikan sebagai sumber
105
pendidikan informal bagi masyarakat pada umumnya, dan juga sebagai penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan. Dengan begitu didapatlah fungsi dari ngangguken
tangis, yaitu sebagai media pendidikan dalam melestarikan budaya yang didalamnya terdapat nilai dan norma kehidupan dalam bermasyarakat. Sedangkan fungsi
budayanya dapat dilihat dari masih disajikannya praktek ngangguken tangis ini pada upacara nurun masyarakat Karo. Dengan masih ditemukannya penyajian tersebut,
dapatlah dilihat bahwa masyarakat karo masih menjaga salah satu kebudayaan dari suku masyarakat itu sendiri. Dan hal ini menyangkut pada kelestarian salah satu
kebudayaan masyarakat Karo. Sehingga ditemukan bahwa penyajian ngangguken tangis ini dapat berfungsi sebagai sarana untuk tetap menjaga kelestarian salah satu
kebudayaan masyarakat Karo. Hal ini juga disebut dengan fungsi kesinambungan kebudayaan. Ketika melakukan penelitian ini, penulis mengalami sedikit kesulitan
dalam mencari upacara nurun yang didalamnya masih menyajikan nganggukken tangis ini. Selain itu penulis merasakan sudah berkurangnya jumlah orang yang
melaksanakan ngangguken tangis. Adapun alasan penulis adalah berdasarkan pengalaman beberapa tahun yang lalu, masih banyak orang yang melakukan
manggukken tangis dalam upacara nurun. Karena dulunya kegiatan ngangguk ini dilakukan oleh setiap kelompok-kelompok kerabat yang berkesempatan untuk
menyampaikan kesan dan pesannya.
106
5.2 Saran