4
di dalam teks nganggukken tangis. Dengan mendeskripsikan teks nganggukken tangis yaitu memahami makna wacanateks; yang dalam hal ini dapat diartikan melihat arti
yang tersurat maupun tersirat dari teks nganggukken tangis, serta memahami strukutur teksnya, maka akan dapat dipahami kemudian tentang fungsi nganggukken
tangis yang ada di desa Sarilaba Jahe. Oleh karena nganggukken tangis merupakan sebuah nyanyian, tentulah juga
memiliki struktur musikal. Melalui penganalisaan dimaksud diharapkan dapat memberikan gambaran umum struktur musikal nganggukken tangis ini.
Meskipun penyajian dari nganggukken tangis ini masih disajikan pada upacara kematian masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe, namum hal ini tidak
menjadi perhatian bagi masyarakat serta belum banyak dikaji oleh para peneliti. Hal itu lah yang menyebabkan penulis terdorong untuk melakukan penelitian ini. Selain
itu penulis tertarik untuk melihat apa fungsi sosial dan budaya nganggukken tangis itu sendiri dalam kehidupan masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe, dengan mengkaji
teks nganggukken tangis tersebut.
Oleh karena itu penulis memberi judul Analisis Struktur Musikal, Tekstual dan Fungsi
Nganggukken tangis Dalam Upacara Nurun Pada Masyarakat Karo di Desa Sarilaba Jahe Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang
pada tulis
1.2 Pokok Permasalahan
Ada beberapa hal pokok yang menjadi perhatian utama dalam skripsi ini, antara lain:
5
1. Apa fungsi nganggukken tangis dalam sebuah upacara nurun pada
masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe? 2.
Bagaimana struktur musikal nganggukken tangis? 3.
Bagaimana struktur tekstual nganggukken tangis?
1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui fungsi nganggukken tangis dalam kehidupan masyarakat Karo di desa Sarilaba Jahe.
2. Untuk menganalisa struktur musikal nganggukken tangis.
3. Untuk menganalisa struktur tekstual nganggukken tangis.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sebagai usaha untuk memperluas informasi mengenai kebudayaan Karo, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :
a. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai
nganggukken tangis dalam upacara nurun pada masyarakat Karo di Departemen Etnomusikologi, Fakultas sastra, Universitas Sumatera Utara.
b. Sebagai bahan masukan maupun perbandingan bagi yang memerlukan
untuk penelitian selanjutnya.
c.
Sebagai bahan pendokumentasian terhadap kesenian tradisional Karo.
d. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama
mengikuti proses perkuliahan di Departemen etnomusikologi.
6
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Nganggukken tangis adalah salah satu nyanyian atau musik vokal yang terdapat pada masyarakat Karo yang disajikan dalam konteks kematian. Nganggukken
tangis merupakan nyanyian yang tidak memiliki teks yang baku, dengan kata lain teks muncul dengan spontan berdasarkan suasana hati si penyaji dalam konteks
upacara kematian masyarakat Karo. Nganggukken yang artinya ‘mengalunkan ’, tangis yang artinya ‘menangis’, dan nurun artinya ‘upacara kematian yang
dilaksanakan sebelum jenazah dikebumikan’. Jadi, nganggukken tangis adalah tangisan yang disajikan untuk orang yang sudah meninggal dalam sebuah upacara
sebelum dikebumikan. Namun nganggukken tangis yang penulis maksud disini adalah nganggukken tangis yang terdapat dalam upacara nurun pada masyarakat Karo
di desa Sarilaba Jahe yang disajikan oleh sangkep nggeluh
3
Nyanyian merupakan bagian dari musik, secara umum musik terbagi atas tiga bagian yaitu: 1 musik vokal, 2 musik instrumental, dan 3 gabungan antara
instrumental dan vokal. Yang dimaksud dengan musik vokal adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ujar manusia seperti mulut, bibir, lidah, dan kerongkongan yang
memiliki irama, nada, ritem, dinamik, melodi dan mempunyai pola-pola serta aturan untuk bunyi tersebut. Musik vokal dapat juga disebut nyanyian. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan Poerwadarminta 1985:680, bahwa nyanyian adalah dari orang yang sudah
meninggal.
3
Sangkep Nggeluh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru, dan kalimbubu Tribal Collibium. Darwan Prinst,S.H. dalam Adat
Karo, 2008:43.
7
sesuatu yang berhubungan dengan suarabunyi yang berirama yang merupakan alat atau media untuk menyampaikan maksud seseorang tanpa iringan musik.
Berdasarkan uraian di atas maka nganggukken tangis dapat juga disebut sebagai musik vokal atau nyanyian, karena menghasilkan bunyi yang memiliki irama, nada,
dinamik, dan pola-pola melodi. Analisis dapat diartikan menguraikan atau memilah-milah suatu hal atau ide
ke dalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut.
Analisis yang penulis maksud disini adalah menelaah dan menguraikan struktur musikal nyanyian
nganggukken tangis, seperti melodi, pola ritem, kualitas suara, dan keras lembutnya suara.
Struktur adalah cara bagaimana sesuatu itu dibangundibentuk dari beberapa unsur-unsur tertentu. Struktur musikal adalah unsur-unsur yang terdapat dalam
sebuah musik, seperti unsur melodi, pola ritem, dan lain sebagainya. Fungsi dapat dikatakan adalah manfaat atau kegunaan dari suatu hal. Sosial
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Fungsi sosial adalah manfaat maupun kegunaan suatu hal dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal ini penulis akan melihat apa fungsi atau pun kegunaan nganggukken tangis dalam kehidupan masyarakat Karo.
Sebagai landasan penelitian ini, tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Istilah teks dalam musik vokal berarti
syair. Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau
8
teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti tambahan
sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut makna sebenarnya Keraf, 1991:25. Istilah musikal menunjukkan kata sifat
yang artinya bersifat musik, memiliki unsur-unsur musik seperti melodi, tangga nada, modus, dinamika, interval, frasa, serta pola ritem.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas
bersama Koentjaraningrat 2002 : 146-147. Menurut para ahli antropologi masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah dan yang
memakai suatu bahasa umum yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya Carol R. Ember dan Melvin Ember dalam T.O. Ihromi 1994 : 22.
Masyarakat Karo yang dimaksud penulis disini adalah masyarakat Karo yang tinggal dan menempati daerah Kabupaten Deli Serdang, khususnya masyarakat Karo yang
tinggal di Desa Sarilaba Jahe Kecamatan Sibiru-biru, di mana penulis melakukan pengamatan terhadap upacara kematian yang pernah dilaksanakan disana.
1.4.2 Teori
Dalam tulisan ini ada tiga pokok permasalahan yang penulis teliti dengan menggunakan teori dari para ahli, yang akan membantu penulis untuk mengerjakan
pokok masalah tersebut. Tiga pokok permasalahan itu adalah : fungsi, musikal, dan tekstual, yang akan menggunakan tiga teori utama.
Untuk mengkaji penggunaan dan fungsi nganggukken tangis sebagai nyanyian ratapan kematian digunakan teori fungsi use and function yang ditawarkan oleh
9
Allan P. Merriam 1964. Teori fungsi adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan kepada saling ketergatungan anatara institusi-
institusi dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Kajian atau analisis terhadap fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi. Dalam
disiplin etnomusikologi, Merriam 1964:7-18 menyatakan bahwa dalam studi etnomusikologi, maka para ahlinya tidak bisa terlepas dari konteks kebudayaan secara
keseluruhan. Untuk memahami penggunaan dan fungsi musik, khususnya dalam nganggukken tangis, penulis berpedoman pada pendapat Allan P.Merriam 1962,
209-226 yang menyatakan tentang penggunaan musik yang meliputi perihal pemakaian musik dan konteks pemakaiannya atau bagaimana musik itu digunakan.
Berkenaan dalam hal penggunaan yang dikemukakan pleh Allan P.Merriam 1964, 217-218 menyatakan perihal penggunaan musik sebagai berikut: 1 penggunaan
musik dengan kebudayaan material, 2 penggunaan musik dengan kelembagaan sosial, 3 penggunaan musik dengan manusia dan alam, 4 penggunaan musik
dengan nila-nilai estetika, dan 5 penggunaan musik dengan bahasa. Untuk menemukan jawaban perihal fungsi musik, Merriam yang
menyebutkan bahwa terdapat sepuluh fungsi musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu: 1 fungsi pengungkapan emosional, 2 fungsi pengungkapan estetika, 3 fungsi
hiburan, 4 fungsi komunikasi, 5 fungsi perlmabangan, 6 fungsi reaksi jasmani, 7 fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 8 fungsi pengesahan lembaga sosial,
9 fungsi kesinambungan budaya, dan 10 fungsi pengintegrasian masyarakat. Lebih lanjut, secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua
istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya,membedakan pengertian
10
penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang
penggunaa musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan the ways musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai
bahagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain 1964:210. Lebih lanjut Merriam
menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagi berikut. Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or
may not also have a deeper function. If the lover uses song to who his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and the
perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the appoarch his god, he is employing a particular mechanism in conjuction with
other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is ensperable here from the
function religion which may perhaps be interpreted as establishment of a sense of security vis-à-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in
which music is employed in human action; “Function” concerns the reason for its employment and particularly the broader purpose which it serves
1964:210.
Dari kutipan diatas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bahagian dari situasi tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih
dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai
perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia, yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin, berumah tangga, dan pada akhirnya
menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik
11
untuk mendekatkan dari kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan
kegiatan-kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si
pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayani oleh adanya musik itu.
Dalam mengkaji aspek musikal ngangguken tangis yang disajikan secara melodis, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh Malm yang
dikenal dengan teori weighted scale. Pada prinsipnya teori weighted scale adalah teori yang lazim dipergunakan di dalam disiplin etnomusikologi untuk menganalisis
melodi baik itu berupa musik vokal atau instrumental. Ada delapan parameter atau criteria yang perlu diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu: 1 tangga nada
sacle, 2 nada dasar pitch center, 3 wilayah nada range, 4 jumlah nada frequency of note, 5 jumlah interval, 6 pola-pola kadensa cadence patterns, 7
formula melodi melody formula, dan 8 kontur contour Malm dalam terjemahan Takari 1993:13.
Dalam penelitian ini, sebelum menganalisis melodi nganggukken tangis yang disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data audio ditranskripsi ke
dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis. Setelah dapat ditransmisikan ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual, barulah notasi tersebut di analisis.
Untuk melihat nganggukken tangis tergolong ke dalam bagian nyanyian tradisional atau nyanyian rakyat yang bagaimana, penulis menngambil teori
Brunvand. Ia membagi nyanyian rakyat menjadi tiga bagian, yakni:
12
1. Nyanyian rakyat yang berfungsi Functional folk song adalah nyanyian yang katakata dan lagunya memegang peranan yang sama penting dan cocok dengan
irama di dalam aktivitas tertentu. 2. Nyanyian rakyat yang bersifat liris lirycal folk song adalah nyanyian rakyat yang
teksnya bersifat liris, yang merupakan pencetusan rasa haru si penyanyi tanpa menceritakan kisah yang bersambung koheren.
3. Nyanyian rakyat yang bersifat berkisah Narative folk song adalah nyanyian rakyat yang menceritakan suatu kisah. Danandjaya, 1984:146-152.
Dari keterangan di atas, nganggukken tangis merupakan nyanyian rakyat yang berfungsi dalam kebudayaannya, karena berhubungan langsung dengan kebudayaan
masyarakat Karo desa Sarilaba Jahe. Selanjutnya, untuk menganalisis teks-teks yang dinyanyikan dalam
ngangguken tangis ini, penulis juga menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting diperhatikan adalah
hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya, bila satu suku kata
dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa
dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi Malm dalam
terjemahan Takari 1993:15
13
1.5 Metode penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Koentjaraningrat 1997:16. Sedangkan penelitian diartikan
sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memproleh fakta-fakta dan prinsip –prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk
mewujudkan kebenaran. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati Bogdan dan Taylor dalam
Moleong, 1989:3. Sejalan dengan defenisi tersebut, Kirk dan Miller mendefenisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya Kirk dan Miller dalam Moleong, 1989 : 3. Menurut Curt Sachs dalam Nettl 1962:16 penelitian dalam etnomusikologi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan field work dan kerja laboratorium desk work. Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas
musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data
4
Dalam rangka mendeskripsikan sebuah musik, kita dianjurkan memperhatikan strukturnya, maka dilakukanlah transkripsi terhadap musik tersebut. Dalam
melakukan transkripsi terhadap suatu musik, kita dapat menggunakan dua .
4
Curt Sachs dalam Bruno Nettl, 1964 : 62
14
pendekatan, seperti yang diungkapkan oleh Nettl; pertama kita dapat menganalisa dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan kedua kita dapat mendeskripsikan apa
yang kita lihat dan menuliskannya di atas kertas dengan cara penulisan tertentu 1964:98.
Apa yang dikemukakan oleh Nettl ini akan dijadikan pedoman oleh penulis dalam menganalisis. Dengan berpedoman pada pendekatan yang ke dua, gaya melodi
yang terdapat dalam nganggukken tangis. Penulis juga melakukan pendekatan emik dan etik dalam penelitian ini, karena penulis adalah
‟orang dalam‟ insider. Penulis menganggap hal ini penting karena dapat membantu penulis untuk mendapatkan
semua informasi. Conrad dalam bukunya Cultural Anthropology mengemukakan: Emic approaches focus on native perceptions and explanations. Etic
approaches give priority to the ethnographer’s own observations and conclusions.
Conrad menyebutkan
pendekatan emik merupakan
fokus pendekatan menurut pandangan dan keterangan pemilik budaya tersebut,
sedangkan
pendekatan
etik
adalah pendekatan berdasarkan pengamatan dan kesimpulan peneliti itu sendiri
5
.
Dalam hal ini penulis bisa
memandang budaya Karo
dengan pendekatan emik maupun etik. Kedua
pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang objektif.
Adapun metode- metode yang penulis lakukan dalam penulisan skripsi
ini adalah: studi kepustakaan, penelitian lapangan dan kerja laboratorium.
Untuk lebih jelas lagi ke tiga metode tersebut akan dijelaskan selajutnya.
5
Dalam Conrad Phillip Kottak dalam Cultural Anthropology
15
1.5.1 Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk
mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis akan mendapat input atau masukan tentang apa yang sudah dan
belum diteliti. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti.
Untuk melengkapi pengetahuan penulis dalam menulis skripsi ini, penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap topik-topik lain yang berhubungan
dengan penelitian skripsi ini. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis mempelajari
skripsi yang sudah pernah ditulis oleh salah seorang sarjana Etnomusikologi yaitu Tety Silva Kurnia Ginting dengan judul Analisis Struktur Musikal, Tekstual Dan
Fungsi Sosial Didong Doah Bibi Si Rembah Ku Lau Pada Masyarakat Karo Di Berastagi 2012, Marliana Manik dengan judul Analisis Fungsi, Tekstual, dan
Musikal Tangis Simate Suatu Genre Nyanyian Ratapan dalam Konteks Kematian pada Masyarakat Pakpak-Dairi di Desa Siompin, Aceh Singkil 2012, Ucok
Haleluya Silalahi dengan judul Ahoi Mengirik Padi Pada Masyarakat Melayu Daerah Batang kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara : Suatu Kajian
Tekstual dan Musikal 2011, Vanesia Sebayang dengan judul Dalan Gendang: Analisis Pola Ritme Dalam Ensambel Gendang Lima Sendalanen Oleh Tiga Pemusik
Karo 2011. Dengan mempelajari skripsi ini penulis menemukan cara yang akan sangat membantu untuk penambahan informasi dalam penulisan skripsi ini.
16
Disamping itu, penulis juga membaca dan mendapat informasi dari beberapa buku, seperti The Anthropology of Music, tulisan Alan P. Merriam, 1964; Theory and
Method in Ethnomusicology, karya Bruno Nettl, 1864; Pokok-pokok Antropologi Budaya, karya T.O. Ihromi, 1987;
Drs. Sarjani Tarigan, MSP 2010, M. Ukur Ginting Bp. Sulngam 2013 Darwan Prints S.H 2008. Adapun informasi yang
penulis peroleh dari buku-buku tersebut adalah berupa pengetahuan menganai adat istiadat dalam upacara kematian pada masyarakat Karo, sistem kekerabatan, dan
sistem religinya.
1.5.2 Kerja lapangan
1.5.2.1 Observasi
Dalam kerja lapangan penulis melakukan kegiatan pengamatan dan pengambilan data terhadap jalannya upacara kematian tersebut. Penelitian
lapangan dilakukan agar penulis dapat mengetahui secara keseluruhan mengenai objek yang diteliti. Dengan melakukan penelitian lapangan, penulis dapat terlibat
langsung dengan objek yang sedang diteliti dan mendapat lebih banyak informasi.
1.5.2.2 Wawancara
Penulis akan melakukan berbagai wawancara dengan beberapa tokoh adat, penyaji maupun individu-individu yang pernah terlibat dalam menyajikan
nganggukken tangis ini. Wawancara dengan informan yang pernah terlibat melaksanakan nganggukken tangis penulis lakukan di desa Sarilaba Jahe, tempat
dimana informan tersebut menetap. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus focus interview yaitu melakukan pertanyaan selalu
berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas free
17
interview yaitu pertanyaan tidak hanya terfokus pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk
memperoleh berbagai ragam data, namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan Koentjaraningrat, 1985:139. Hal ini penulis lakukan untuk
mendukung data yang telah diperoleh dari kerja lapangan maupun dari studi kepustakaan.
1.5.2.3 Rekaman
Perekaman terhadap upacara kematian yang menyajikan nganggukken tangis dilakukan di Jambur Kuta desa Sarilaba Jahe. Penulis juga melakukan perekaman
tambahan dengan meminta informan yang pernah terlibat dalam penyajian nganggukken tangis untuk menyajikan nganggukken tangis itu sendiri. Perekaman
audio-visual juga dilakukan selama upacara berlangsung. Perekaman audio menggunakan kamera DSLR Canon 700D yang sudah dilengkapi dengan alat
perekam di dalamnya. Selain itu ada juga rekaman yang dibuat di luar kegiatan. Rekaman ini dimaksudkan untuk memperjelas detil-detil yang tak terekam dengan
baik pada saat kegiatan. Rekaman ini dilakukan secara digital. Gelombang suara yang muncul dari suara si penyaji sesuai dengan permintaan penulis. Direkam secara
langsung juga dari kamera digital
DSLR Canon 700D
.
Sedangkan rekaman audiovisual untuk mengabadikan adegan-adegan yang terjadi dalam upacara juga tetap dilakukan
dengan menggunakan kamera
digital
DSLR Canon 700D
.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium akan dilakukan proses penganalisisan terhadap semua data-data yang telah didapat. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan
18
maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan
pentranskripsian dan selanjutnya dianalisis. Pada akhirnya, data-data hasil pengolahan dan analisis disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka
penulisan.
1.6 Lokasi penelitian
Lokasi yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal masyarakat karo yang ada di Desa Sarilaba Jahe Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten
Deli Serdang. Adapun alasan penulis memilih lokasi ini adalah, karena Sarilaba Jahe
merupakan salah satu daerah tempat bermukimnya sebagian masyarakat suku Karo di Kabupaten Deli Serdang, dengan begitu praktek penyajian nganggukken tangis masih
sangat mudah ditemukan. Selain itu Desa Sarilaba Jahe juga merupakan daerah yang tidak jauh letaknya dari kampung halaman penulis dan semua kerabat dekat penulis
menetap disana, sehingga mudah bagi penulis untuk mencari dan mendapatkan informan. Dalam melakukan wawancara dengan beberapa informan penulis juga
tidak menemukan adanya kendala ataupun kesulitan, karena penulis menguasai bahasa Karo dengan baik, yang merupakan bahasa pengantar masyarakat di Desa
Sarilaba Jahe. Dekatnya jarak dari kampus penulis yang berada di Medan dengan
Sarilaba Jahe merupakan salah satu alasan penulis memilih lokasi ini. Karena dekatnya jarak tempuh tersebut, penulis dapat melakukan perjalanan pulang dan pergi
hanya dalam waktu sehari saja.
19
BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO - DI DESA SARILABA JAHE
KECAMATAN SIBIRU-BIRU
Pada bab II ini, penulis akan menguraikan tentang etnografi umum masyarakat Karo yang tinggal di desa Sarilaba Jahe serta menggambarkan lokasi
penelitian yang diteliti. Penulis akan menjelaskan beberapa hal, seperti lokasi lingkungan alam dan demografi, mata pencaharian dan sistem bahasa, serta etnografi
umum masyarakat Karo seperti sistem religi, sistem kekerabatan maupun sistem keseniannya. Beberapa aspek tersebut menurut penulis juga penting untuk di jelaskan,
karena selain untuk mengenalkan daerah penelitian penulis kepada pembaca, beberapa aspek seperti sistem bahasa, sistem kekerabatan dan sistem keseniannya
juga berhubungan dengan nganggukken tangis. Penyajian nganggukken tangis menggunakan bahasa Karo dan disajikan dalam upacara kematian, dimana upacara
nurun disini berhubungan erat dengan sistem kekerabatan. Penulis juga berpendapat bahwa sistem kesenian juga menjadi aspek yang sangat penting untuk dibahas disini,
karena nganggukken tangis merupakan salah satu bentuk seni vokal dari kebudayaan musikal Karo. Berikut ini akan dijelaskan beberapa aspek tersebut secara umum.
2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Sibiru-biru
Daerah yang penulis ambil sebagai lokasi penelitian adalah Sarilaba Jahe, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang. Sarilaba Jahe berjarak ± 65 km dari
ibukota propinsi Sumatera Utara dan dapat di tempuh dengan menggunakan angkutan