ski, tenis, menari, berat berjalan mendaki, menebang pohon, menggali tanah, basket, panjat tebing, sepak bola.
Hasil penelitian Qamariyati 2013 dengan judul hubungan kecemasan dan aktivitas fisik dengan kehidupan seksual pada wanita menopause di kelurahan Sajen
wilayah kerja puskesmas Trucuk I kabupaten Klaten terhadap 81 responden dengan metode survey explanatory dan pendekatan yang digunakan cross sectional
didapatkan hasil mayoritas responden tidak mengalami kecemasan yaitu 98,8 dan sebagian besar responden yaitu 56,8 memiliki aktivitas fisik dengan level sedang
serta responden yang memiliki kehidupan seksual normal sebanyak 74,1. Dari hasil uji korelasi Rank Sperman dapat diketahui bahwa kecemasan yang dialami responden
tidak memiliki hubungan dengan kehidupan seksual responden saat menopause dengan p-value 0,158, dan hasil uji Anova dapat diketahui bahwa aktivitas fisik
responden menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna pada kehidupan seksual responden saat menopause dengan p-value 0,044.
2.3.3. Cemas
Faktor psikologis seperti kecemasan juga dapat mempengaruhi fungsi seksual seseorang, 70 disfungsi seksual disebabkan karena faktor psikologis Phanjoo,
2000. Kecemasan timbul karena adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah di khawatirkan. Cemas merupakan sesuatu keadaan
yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam hidupnya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala bentuk kegagalan serta sesuai
dengan harapannya.
Universitas Sumatera Utara
Kecemasan adalah satu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis. Kecemasan
merupakan keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini di alami secara subjektif Stuart, 2001. Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan
atau dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari berat atau tingkatan yang dirasakan oleh individu tersebut. Keluhan secara umum pada kecemasan seperti
khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, gangguan pola tidur, mimpi yang
menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan
perkemihan, tangan terasa dingin, dsb Hawari, 2001. Stuart 2001 mengidentifikasikan kecemasan dalam empat tingkatan yaitu:
1 Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan persepsinya. 2 Cemas sedang merupakan cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. 3 Cemas berat adalah
cemas yang cederung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. 4 Panik berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur instrumen yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety HRS-A yang terdiri
dari 14 kelompok gejala dan masing-masing kelompok gejala akan diberi penilaian angka score antara 0-4 dengan penilaian jika nilai 0 tidak ada gejala, nilai 1 gejala
ringan, nilai2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat dan nilai 4 gejala berat sekalipanik Hawari, 2001. Rentang respons kecemasan individu terhadap cemas berfluktuasi
antara respons adaptif dan maladaptif. Rentang respons adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul,
sedangkan rentang maladaptif adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami gangguan fisik dan
psikologis Stuart, 2001. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti 2007 di Kabupaten Purworejo
Yogyakarta, terhadap 6698 wanita usia lanjut terdapat 38,52 masih aktif melakukan aktivitas seksual dengan frekuensi aktivitas seksual bulanan yaitu 54,87,
prevalensi disfungsi seksual sebesar 45,20, yang mengalami kecemasan 34,92 dan kecemasan meningkatkan resiko untuk tidak melakukan aktivitas seksual
63,24, kecemasan meningkatkan resiko terjadinya disfungsi seksual sebesar 52,72, resiko ketidakpuasan seksual pada wanita usia lanjut berdasarkan pada
kecemasan sebesar 17,94 dan uji statistik yang yang digunakan adalah multinominal logistik regression dengan tingkat kemaknaan p0,05. Pada analisis ini
Universitas Sumatera Utara
dinilai OR, 95 CI, nilai -2log likehood dan derajat bebas df. Tehnik yang digunakan adalah stepwise. Hasil analisis didapatkan resiko terjadinya disfungsi
seksual pada wanita yang mengalami kecemasan berubah menjadi 1,5 kali dibandingkan dengan tidak cemas. Wanita yang mengalami cemas cenderung akan
mengalami penurunan frekuensi seksualitasnya.
2.3.4. Nilai