Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual pada Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AKTIVITAS SEKSUAL PADA IBU MENOPAUSE DI KECAMATAN MUARA DUA
KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Oleh NURMILA 127032I85/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN
(2)
THE FACTORS WHICH INFLUENCE SEXUAL ACTIVITY AMONG MENOPAUSE MOTHERS IN MUARA DUA SUBDISTRICT,
LHOKSEUMAWE
THESIS
By NURMILA 127032185/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AKTIVITAS SEKSUAL PADA IBU MENOPAUSE DI KECAMATAN MUARA DUA
KOTA LHOKSEUMAWE
T E S I S
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh NURMILA 127032I85/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
(4)
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AKTIVITAS SEKSUAL PADA IBU MENOPAUSE DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA
LHOKSEUMAWE Nama Mahasiswa : Nurmila
Nomor Induk Mahasiswa : 127032I85
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
(5)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 28 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D
(6)
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AKTIVITAS SEKSUAL PADA IBU MENOPAUSE DI KECAMATAN MUARA DUA
KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, September 2014
Nurmila 127032I8/IKM
(7)
ABSTRAK
Kemunduran akibat masa menopause akan membawa dampak pada penurunan berbagai sistem tubuh termasuk penurunan seksualitas ibu. Penurunan seksualitas pada ibu menopause dapat terjadi karena adanya perubahan pada fisik,perubahan psikologis,kurangnya informasi dan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi pada ibu, didukung oleh penilaian negatif dari masyarakat tentang seksualitas masa tua.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor (pengetahuan, aktivitas fisik, cemas, nilai) yang memengaruhi aktivitas seksual ibu menopuase di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan crosssectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu menopause yang ada di Kecamatan Muara Dua yang masih punya pasangan hidup.Untuk menentukan alokasi sampel pada masing-masing desa ditentukan dengan teknik proporsional random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 82 ibu menopause. Analisis data menggunakan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi variabel pengetahuan, aktivitas fisik, cemas, nilaidan aktivitas seksual, dilanjutkan dengan analisis bivariat dengan uji Chi-Square untuk melihat sejauhmana hubungan variabel independen dengan variabel dependen, dan analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik ganda tujuan untuk melihat variabel independen mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 82 ibu menopause terdapat 56,1% tidak aktif aktivitas seksualnya dan hasil uji statistik dengan chi-square menunjukkan variabel aktivitas fisik (p<0,001), cemas (p<0,001), nilai (p=0,019) berpengaruh secara signifikan dalam aktivitas seksual. Uji regresi logistik ganda menunjukkan hasil bahwa aktivitas fisik berat paling dominan mempengaruhi aktivitas seksual dengan nilai (Exp B = 7,844) yang artinya ibu menopause dengan aktivitas fisik berat memiliki peluang 8 kali tidak melakukan aktivitas seksual.
Disarankan kepada ibu menopause agar tetap menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya, mengurangi aktivitas fisik dengan cara bekerjasama dengan keluarga terutama suami dan mau berbagi cerita tentang seksualitas masa menopause sehingga dapat mengurangi cemas, ibu dan suami mempunyai pandangan yang baik tentang aktivitas seksualitas masa menopause sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan seksualitas masa menopause.
(8)
ABSTRACT
The decline as the effect of menopause will cause the decline in various body system, including the decline in mothers’ sexuality. It can happen when there are physical change, psychological change, the lack of information and knowledge of the change in mothers, and people’s negative perception on sexuality in old age.
The objective of the research was to analyze some factors (knowledge, physical activity, apprehensiveness, and values) which influenced sexual activity of menopause mothers in Muara Dua Subdistrict, Lhokseumawe. The research used observational method with cross sectional design. The population was all menopause mothers who still had spouses and lived in Muara Dua Subdistrict, and 82 of them were used as the samples, taken by using proportional random sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis to obtain the description of the frequency distribution of the variables of knowledge, physical activity, apprehensiveness, values, and sexual activity, followed by bivatriate analysis with chi square test to find out the correlation between independent variables and dependent variable, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests to find out which independent variable that was the most dominant influence on dependent variable.
The result of the research showed that of 82 respondents, 56.1% of them were not sexually active. The result of chi square statistic test showed that the variables of physical activities (p < 0.001), apprehensiveness (p < 0.001), values (p = 0.019) had significant influence on sexual activity. The result of multiple logistic regression tests showed that heavy physical activities had the most dominant influence on sexual activity (Exp β = 7.844) which indicated that menopause mothers with heavy physical activities had eight times the possibility of not committing sexual activity.
It is recommended that menopause mothers should keep the health and bodies fresh, decrease physical activities by cooperating with families, especially husbands and should be willing to tell about sexuality in the menopause period to decrease apprehensiveness. Mothers and their husbands should have good perception on sexual activity during menopause so that they can increase their sexual life during menopause.
(9)
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual pada Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ”.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penyusunan tesis ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
(10)
4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga penulisan tesis ini selesai.
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
6. Seluruh dosen dan staf di lingkup Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan ilmu sangat selama penulis mengikuti pendidikan.
7. dr. Ferdian Subhan, selaku Kepala Puskesmas Muara Dua yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian dan seluruh staf Puskesmas Muara Dua yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
8. Ibu-ibu menopause di Kecamatan Muara Dua yang sudah berpartisipasi dan bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
9. Teristimewa untuk suamiku tercinta Suhadi, ST dan ketiga putriku tersayang Ifa, Ina, Aya, yang telah penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, doa dan rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi serta memberikan dukungan moril maupun materil selama penulis menyelesaikan pendidikan Program Pasca Sarjana IKM – FKM USU.
10. Kedua orang tua tercinta ayahanda Alm. H. Abu Bakar dan Ibunda Hj. Masyitah Asri dan semua adik-adikku yang senantiasa memberi perhatian, dukungan baik
(11)
moril maupun materil serta doa selama penulis menyelesaikan pendidikan Progran Pasca Sarjana IKM – FKM USU.
11. Rekan-rekan mahasiswa di lingkup Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara Khusunya Minat Studi Kesehatan Reproduksi dan rekan-rekan sekantor Akademi Kesehatan Bidang Kebidanan yang telah memotivasi penulis dalam penyelesaian pendidikan Progran Pascasarjana IKM – FKM USU
Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.
Penulis menyadari segala keterbatasan dan kekurangan, namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, September 2014 Penulis
Nurmila 127032I85/IKM
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nurmila berumur 39 tahun dilahirkan dikota Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 23 Agustus 1975. Penulis beragama Islam,anak pertama dari tujuh bersaudara dari pasangan H.Abubakar (Alm) dan Hj.Masyitah Asri.Penulis menikah pada tahun 2001 dengan Suhadi dan dikaruniai tiga orang putri (Syifa Nabilla, Syalvina Adilla dan Shazia Najla).
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri Lhoksukontamat tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Lhoksukon, tamat tahun 1991, Sekolah Menengah Atas, tamat tahun1994, melanjutkan Pendidikan Diploma III Akademi Keperawatan Depkes Jambi tamat tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan DIV Keperawatan Anak Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2001. Pada tahun 2012-2014 Penulis menempuh Pendidikan S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Pada tahun 1998 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Akademi Kesehatan Kota Lhokseumawe.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Hipotesa ... 10
1.5. Manfaat Penelitian ... 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Menopause ... 12
2.2. Aktivitas Seksual ... 23
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual ... 35
2.3.1. Pengetahuan ... 35
2.3.2. Aktivitas Fisik ... 38
2.3.3. Cemas ... 40
2.3.4. Nilai ... 43
2.4. Landasan Teori ... 45
2.5. Skema Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual .... 49
2.6. Kerangka Konsep ... 51
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 52
3.1. Jenis Penelitian ... 52
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52
3.3. Populasi dan Sampel ... 52
3.3.1. Populasi ... 52
3.3.2. Sampel ... 52
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 54
3.4.1. Cara Pengumpulan Data ... 54
3.4.2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 55
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 59
(14)
3.5.2. Definisi Operasional ... 59
3.6. Metode Pengukuran ... 60
3.6.1. Variabel Independen ... 60
3.6.2. Variabel Dependen ... 62
3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 63
3.7.1. Pengolahan Data ... 63
3.7.2. Analisa Data ... 64
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 65
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 65
4.1.1. Letak Geografi ... 65
4.1.2. Data Demografis ... 66
4.1.3. Ketenagaan dan Fasilitas Kesehatan ... 66
4.1.4. Pandangan Wanita Menopause tentang Aktivitas Seksual ... 68
4.2. Analisis Univariat ... 69
4.2.1. Umur ... 70
4.2.2. Pendidikan ... 70
4.2.3. Usia Perkawinan ... 70
4.2.4. Pengetahuan ... 71
4.2.5. Aktivitas Fisik ... 71
4.2.6. Cemas ... 72
4.2.7. Nilai ... 72
4.2.8. Aktivitas Seksual ... 72
4.3. Analisis Bivariat ... 73
4.3.1. Pengetahuan ... 73
4.3.2. Aktivitas Fisik ... 73
4.3.3. Cemas ... 74
4.3.4. Nilai ... 75
4.4. Analisis Multivariat ... 76
BAB 5. PEMBAHASAN ... 78
5.1. Aktivitas Seksual ... 78
5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Akvitias Seksual pada Wanita Menopause ... 80
5.2.1. Pengetahuan ... 80
5.2.2. Aktivitas Fisik ... 82
5.2.3. Cemas ... 83
5.2.4. Nilai ... 85
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
6.1. Kesimpulan ... 88
(15)
DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN ... 94
(16)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Keluhan Masa Klimakterium ... 21
3.1. Jumlah Sampel Berdasarkan Masing-masing Desa ... 53
3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Pengetahuan ... 56
3.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Cemas ... 58
3.4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Nilai ... 58
3.5. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 62
4.1. Distribusi Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 66
4.2. Distribusi Penduduk Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 66
4.3. Distribusi Tenaga Kesehatan Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 67
4.4. Distribusi Tenaga Kesehatan di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 67
4.5. Distribusi Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 68
4.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Menopause Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 70
4.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Menopause Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 70
4.8. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Menopause Berdasarkan Usia Perkawinan di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 71
(17)
4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 71 4.10. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Ibu Menopause di Kecamatan
Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 71 4.11. Distribusi Frekuensi Cemas Ibu Menopause di Kecamatan Muara
Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 72 4.12. Distribusi Frekuensi Nilai Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua
Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 72 4.13. Distribusi Frekuensi Aktivitas Seksual Ibu Menopause di Kecamatan
Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 73 4.14. Hubungan Pengetahuan dengan Aktivitas Seksual pada Ibu
Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 74 4.15. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Aktivitas Seksual pada Ibu
Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 74 4.16. Hubungan Cemas dengan Aktivitas Seksual pada Ibu Menopausedi
Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 75 4.17. Hubungan Nilai dengan Aktivitas Seksual pada Ibu Menopause di
Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 75 4.18. Hasil Analisis Multivariat dengan Regresi Logistik Ganda
terhadapAktivitas Fisik, Cemas dan Nilai dengan Aktivitas Seksual pada Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 76 4.19. Hasil Probabilitas Variabel Aktivitas Fisik, Cemas dan Nilai dengan
Aktivitas Seksual pada Ibu Menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 77
(18)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Skema Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual ... 50 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 51
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ... 94
2. Kuesioner Penelitian ... 95
3. Master Data Penelitian ... 100
4. Data SPSS UjiValiditas Reliabilitas ... 106
5. Data Output SPSS Kuesioner Uji Validitas Reliabilitas ... 122
6. Data Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan Cemas dan Nilai ... 133
7. Data Output SPSS Penelitian ... 138
(20)
ABSTRAK
Kemunduran akibat masa menopause akan membawa dampak pada penurunan berbagai sistem tubuh termasuk penurunan seksualitas ibu. Penurunan seksualitas pada ibu menopause dapat terjadi karena adanya perubahan pada fisik,perubahan psikologis,kurangnya informasi dan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi pada ibu, didukung oleh penilaian negatif dari masyarakat tentang seksualitas masa tua.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor (pengetahuan, aktivitas fisik, cemas, nilai) yang memengaruhi aktivitas seksual ibu menopuase di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan crosssectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu menopause yang ada di Kecamatan Muara Dua yang masih punya pasangan hidup.Untuk menentukan alokasi sampel pada masing-masing desa ditentukan dengan teknik proporsional random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 82 ibu menopause. Analisis data menggunakan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi variabel pengetahuan, aktivitas fisik, cemas, nilaidan aktivitas seksual, dilanjutkan dengan analisis bivariat dengan uji Chi-Square untuk melihat sejauhmana hubungan variabel independen dengan variabel dependen, dan analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik ganda tujuan untuk melihat variabel independen mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 82 ibu menopause terdapat 56,1% tidak aktif aktivitas seksualnya dan hasil uji statistik dengan chi-square menunjukkan variabel aktivitas fisik (p<0,001), cemas (p<0,001), nilai (p=0,019) berpengaruh secara signifikan dalam aktivitas seksual. Uji regresi logistik ganda menunjukkan hasil bahwa aktivitas fisik berat paling dominan mempengaruhi aktivitas seksual dengan nilai (Exp B = 7,844) yang artinya ibu menopause dengan aktivitas fisik berat memiliki peluang 8 kali tidak melakukan aktivitas seksual.
Disarankan kepada ibu menopause agar tetap menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya, mengurangi aktivitas fisik dengan cara bekerjasama dengan keluarga terutama suami dan mau berbagi cerita tentang seksualitas masa menopause sehingga dapat mengurangi cemas, ibu dan suami mempunyai pandangan yang baik tentang aktivitas seksualitas masa menopause sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan seksualitas masa menopause.
(21)
ABSTRACT
The decline as the effect of menopause will cause the decline in various body system, including the decline in mothers’ sexuality. It can happen when there are physical change, psychological change, the lack of information and knowledge of the change in mothers, and people’s negative perception on sexuality in old age.
The objective of the research was to analyze some factors (knowledge, physical activity, apprehensiveness, and values) which influenced sexual activity of menopause mothers in Muara Dua Subdistrict, Lhokseumawe. The research used observational method with cross sectional design. The population was all menopause mothers who still had spouses and lived in Muara Dua Subdistrict, and 82 of them were used as the samples, taken by using proportional random sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis to obtain the description of the frequency distribution of the variables of knowledge, physical activity, apprehensiveness, values, and sexual activity, followed by bivatriate analysis with chi square test to find out the correlation between independent variables and dependent variable, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests to find out which independent variable that was the most dominant influence on dependent variable.
The result of the research showed that of 82 respondents, 56.1% of them were not sexually active. The result of chi square statistic test showed that the variables of physical activities (p < 0.001), apprehensiveness (p < 0.001), values (p = 0.019) had significant influence on sexual activity. The result of multiple logistic regression tests showed that heavy physical activities had the most dominant influence on sexual activity (Exp β = 7.844) which indicated that menopause mothers with heavy physical activities had eight times the possibility of not committing sexual activity.
It is recommended that menopause mothers should keep the health and bodies fresh, decrease physical activities by cooperating with families, especially husbands and should be willing to tell about sexuality in the menopause period to decrease apprehensiveness. Mothers and their husbands should have good perception on sexual activity during menopause so that they can increase their sexual life during menopause.
(22)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ketahun. Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka tahun 2006 menjadi 19 juta jiwa (8,90%) dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta jiwa atau 9,77% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Diperkirakan pada tahun 2020 penduduk lansia 28,8 juta jiwa atau 11,34% dengan usia harapan hidup 71,1 tahun dan merupakan jumlah penduduk lansia terbesar didunia (Menkokesra, 2010).
Usia harapan hidup wanita lebih panjang dibandingkan dengan pria, maka jumlah penduduk lanjut usia wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 11,26 juta dibanding 9,29 juta jiwa. Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang didominasi oleh wanita (BPS, 2009).
Wanita menghadapi masalah kesehatan lebih rumit dari pada pria. Secara kodrati, wanita mengalami fase perubahan fisiologis yang berbeda dengan pria. Mengawali masa remajanya, wanita mulai mengalami menstruasi yang kemudian
(23)
secara normal terjadi setiap bulan selama masa usia reproduktif. Selanjutnya, mereka akan menjalani masa hamil dan menyusui yang melelahkan. Fase ini diakhiri dengan datangnya masa menopause yang umumnya terjadi pada usia 45 tahun (Siagian, 2007).
Menurut Wulandari (2009) mengutip data WHO (2007) menyatakan, setiap tahun sekitar 25 juta wanita diseluruh dunia akan mengalami menopause. Asia menjadi wilayah dengan jumlah perempuan bergejala awal menopause tertinggi di dunia. Usia menopause dinegara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris 51,04 tahun sedangkan dinegara-negara Asia Tenggara 51,09 tahun. Usia menopause untuk wanita Indonesia adalah 50 tahun. Jika dibandingkan dengan usia harapan hidup Indonesia, maka hampir 20 tahun lamanya wanita menopause akan mengalami berbagai permasalahan kesehatan akibat kekurangan hormon estrogen, dampaknya adalah kualitas kehidupan kaum wanita akan berkurang.
Masalah kesehatan yang dialami wanita menopause pada dasarnya disebabkan karena penurunan kadar estrogen dan progesteron dimana tubuh akan memberikan reaksi dan gejala. Sebagian wanita hanya mengalami sedikit gejala, sedangkan sebagian wanita yang lain mengalami gejala yang sangat berat. Menopause disebut juga sebagai periode klimakterium, dimana seorang wanita akan mengalami berhentinya secara definitif mentruasi. Pada fase ini banyak terjadi perubahan dalam fungsi psikis dan fisik, vitalitas tubuh semakin mundur dan menurun. Proses penuaan ini tidak bisa dihindari oleh siapapun karena terjadi secara perlahan dan pasti (Kartono, 2007).
(24)
Proses menopause terjadi secara tiba-tiba serta kecepatan perkembanganya tidak tetap, wanita akan mengalami penurunan fungsi tubuh secara bertahap sekitar usia 45- 55 tahun. Penurunan fungsi tubuh yang terjadi pada wanita usia 45 tahun menyebabkan terjadinya perubahan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti hot flashes, keringat dingin, gangguan tidur, perubahan mood, depresi dan mudah tersinggung, terjadi infeksi saluran kemih, inkontinesia urin, peningkatan lemak pada tubuh disekitar pinggang, bermasalah dengan konsentrasi dan daya ingat, tidak berminat pada hubungan seksual dan nyeri pada saat senggama (Kartono, 2007). Perubahan tubuh karena pertambahan usia tidak mungkin dihindari, namun bukan berarti usia menopause akan kehilangan aktivitas yang sehat dan menyenangkan (Asadi, 2013). Usia menopause merupakan usia bagi seorang wanita untuk bebas beraktivitas dalam berbagai aspek kehidupannya, akan tetapi hal tersebut menjadi hal yang mengganggu dan menakutkan bila dihadapkan pada penurunan organ dan fungsi reproduksi yang berdampak pada perubahan aktivitas seksual. Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas kehidupan seorang wanita. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik secara fisik maupun secara psikis (Martaadisoebrata dkk, 2005).
Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak keharmonisan dan kebahagiaan, oleh karena itu kedua pihak harus dapat menikmatinya bersama. Ketidakpuasan seks dapat menimbulkan perbedaan pendapat, perselisihan dan
(25)
akhirnya perceraian (Manuaba, 2009). Aktivitas seksual adalah hubungan intim yang dilakukan oleh suami dan istri atau melakukan kegiatan seksual merupakan ungkapan kasih sayang dan rasa cinta, menjalin kehangatan dan perasaan secara menyeluruh pada suami istri (Stuart, 2006).
Pada usia lanjut tidak ada halangan untuk mempertahankan hubungan seksual, hanya frekuensinya tentu makin berkurang, tetapi diharapkan kualitasnya makin meningkat untuk keharmonisan keluarga. Usia lanjut dengan klimakterium atau menopause tidak menjadi halangan untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sudah tidak takut hamil, mungkin kepuasan seks dapat meningkat. Masalah yang dihadapi dalam hubungan seks pada usia lanjut adalah keinginan seksualitas yang sudah berkurang (Manuaba, 2009).
Keinginan untuk melakukan aktivitas seksual menurun pada masa menopause, pada dasarnya disebabkan wanita menopause mengalami perubahan fisik yaitu kekurangan hormon esterogen yang mengakibatkan vagina mengkerut dan produksi lendirnya berkurang, vagina menjadi kering dan muncul rasa perih saat senggama. Rasa perih saat bersenggama menyebabkan menurunnya libido seorang wanita pada usia menopause, faktor yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita begitu kompleks termasuk hot flushes (semburat panas), gelisah, keringat pada malam hari. Semuanya merupakan gejala umum masa menopause. Wanita yang mengalami hot flushes (semburat panas) dapat menggangu tidur dan bila kurang tidur dapat mengurangi energi dalam melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya (Northrup, 2006).
(26)
Aktivitas seksual membutuhkan tenaga, pada saat tenaga terkuras akibat bekerja atau kurang istirahat, gairah seksualitas akan menurun karena kelelahan. Fenomena ini sering terjadi dalam rumah tangga dan menjadi alasan bagi wanita untuk menolak melakukan hubungan seks dengan pasangannya, ungkapan diatas sangat sesuai dengan hasil penelitian Qamariyati (2013) di Kelurahan Sajen wilayah kerja Puskesmas Trujuk I Kabupaten Klaten bahwa aktivitas fisik (kelelahan fisik) menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna pada kehidupan seksual responden saat menopause.
Penurunan gairah seksual pada menopause juga dapat disebabkan oleh terlalu sibuk dengan pekerjaan, tekanan ekonomi, kesulitan keuangan, kelelahan mental, kelelahan fisik dan hubungan seks yang monoton serta perubahan dorongan seks. Di beberapa tempat di Indonesia masih ada pandangan dan anggapan yang salah mengenai menopause. Dengan memasuki saat terhentinya haid, sebagian orang mengganggap bahwa berhenti pula kesuburan wanita dan arti wanita bagi keluarga, khususnya untuk suami. Pandangan yang salah ini merusak suasana keluarga yang mungkin sudah mencapai titik ketenangan dan kesejahteraan karena anak-anak sudah besar dan tidak terlalu banyak memerlukan perawatan lagi. Selain itu, hubungan antara suami dan istri bisa mengalami gangguan, karena kurang waktu senggang, bahkan bisa merenggang akibat terhentinya kesuburan wanita (Gunarsa, 2002 ).
Penurunan gairah seksual pada wanita menopause juga dapat disebabkan karena kondisi kesehatan wanita menopause yang tidak baik seperti mengalami
(27)
osteoporosis, kolesterol, hipertensi, kencing manis dan wanita yang pengalami pembedahan (Mulyani, 2013).
Perubahan aktivitas seksual di usia menopause tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi akibat penurunan fungsi reproduksi tetapi juga dipengaruhi oleh kurangnya informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi terhadap penurunan respon seksual di usia menopause yang sebenarnya dapat diperoleh melalui program pelayanan kesehatan reproduksi lansia di fasilitas kesehatan (Varney, 2004).
Penelitian yang dilakukan Rohmah (2012) di Kelurahan Kedurus Surabaya terhadap 45 pasangan suami istri didapatkan hasil bahwa dengan memberikan konseling pada pasangan suami-istri sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan tentang aktivitas seksual pada wanita menopause. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan hidup pada wanita menopause, khususnya aktivitas seksual yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan sehingga dapat membantu wanita menopause dan suami mengembangkan pengetahuannya dan dapat mengatasi perubahan aktivitas seksualnya, untuk itu secara interpersoanal konseling merupakan metode yang sesuai untuk memberikan informasi dan meningkatkan serta membantu pasangan suami istri mengatasi masalah aktivitas seksualnya.
Informasi dan pengetahuan tentang klimaksterium masa senja, mengetahui gejala-gejala baik yang ringan maupun yang berat, maka menopause tidak lagi merupakan permulaan keruntuhan keutuhan keluarga dan kebahagian suami-istri.
(28)
Memasuki menopause bukan berarti istri mencapai masa pensiun sebagai istri, melainkan mengalami masa pemugaran dan penyegaran kembali (Gunarsa, 2002).
Menurut Phanjoo (2000) dalam tulisannya Sexual Dysfunction in Old Age
menyatakan bahwa banyak faktor yang berperan terhadap disfungsi seksual pada lansia. Faktor-faktor tersebut antara lain karena terjadinya perubahan biologis seperti faktor usia, persepsi yang negatif dari budaya setempat, masalah medis dan bedah, efek samping obat-obatan dan gangguan mental seperti depresi, psikosis dan demensia.
Penilaian negatif dari masyarakat juga dapat menimbulkan permasalahan pada seksualitas lansia, pandangan sebagian besar masyarakat bahwa masalah seks orang lanjut usia praktis tidak ada lagi, pelan-pelan hilang. Masih kurangnya ketersedian
privacy bagi wanita menopause juga sangat mempengaruhi dalam melakukan aktivitas seksual dalam hal ini adalah lingkungan dimana lansia tinggal, didukung dengan anggapan bahwa pada masa tua lebih baik mengutamakan ibadah dibandingkan melakukan aktivitas seksual, mereka menganggap aktivitas seksual bukan yang paling penting dalam kehidupannya namun tetap melakukannya karena kewajiban mereka melayani suami (Suparto, 2006).
Hasil survey interaktif yang dilaksanakan secara online pada tahun 2005 oleh Situs Kesrepro informasi diperoleh data sekitar 60% wanita usia menopause tidak mengalami perubahan pada aktivitas seksualnya, sedangkan 20% lainnya mengalami penurunan aktivitas seksual dan 20% lainnya mengalami peningkatan aktivitas seksual (Irawati, 2006).
(29)
Menurut Mackenzie (2002), ada wanita yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasa kehidupan seksual sepositif seperti masa menopause, tetapi yang lain juga mengatakan bahwa perasaan serta aktivitas seksual mereka menurun pada masa ini dan merasa tubuhnya tidak dapat dihandalkan lagi, akibatnya secara seksual merasa tidak mantap lagi bahkan mereka menarik diri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pria dan wanita dalam usia 70an tahun tidak banyak bedanya dengan usia 50an tahun dalam hal aktivitas seksual. Apabila satu pasangan memiliki kesehatan normal maka aktivitas seksual masih berlangsung normal pula. Di antara pasangan berusia 60-75 tahun, sekitar 1/3 memiliki aktivitas seksual paling tidak 2 kali seminggu dan lebih penting lagi mereka mengatakan seks sangat berarti bagi mereka (McKhann dan Albert, 2010).
Hubungan seksual merupakan suatu yang sangat sensitif untuk dibicarakan, namun merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Ketua Majelis Adat Istiadat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe, mengatakan wanita Aceh mempunyai sifat tertutup dan tidak suka membicarakan permasalahan keluarga pada orang lain apalagi masalah seksualitas. Masalah seksualitas dalam keluarga merupakan suatu yang sangat penting dan wanita Aceh umumnya tidak mempermasalahkan seksualitas dalam keluarga, karena kebutuhan seksualitas itu merupakan kebutuhan yang memang harus terpenuhi dan mereka menganggap memenuhi kebutuhan seksulitas suami merupakan ibadah, ibadah bagi mereka adalah suatu yang menentramkan batinnya. Menurut Yahya (2014), 40% wanita lansia Kota Lhokseumawe sudah paham tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita
(30)
menopause termasuk penurunan seksualitas dan 60% masih belum memahami tentang perubahan pada masa menopause yang berdampak pada penurunan seksualitas.
Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota yang ada di Propinsi Aceh dan memiliki luas wilayah 181,06 km². Pemerintahan Kota Lhokseumawe mempunyai 4 Kecamatan yang salah satunya adalah Kecamatan Muara Dua dimana Kecamatan Muara Dua dijadikan sebagai tempat penelitian. Kecamatan Muara Dua mempunyai luas 57,80 km² dengan jumlah penduduk 22.431 jiwa laki-laki dan 22.790 jiwa perempuan yang berdomisil di 17 desa. Jumlah penduduk wanita usia 45-65 tahun sebanyak 3.016 jiwa. Penduduk Kecamatan Muara Dua sangat heterogen.
Data yang diperoleh melalui wawancara pada 5 orang ibu menopause, 2 ibu menopause tidak lagi tidur sekamar dengan suami dan tidak lagi melakukan hubungan suami istri, karena merasa sudah tua dan tidak pantas lagi, merasa malu sama anak dan cucu karena mereka tinggal bersama anaknya dan ibadah lebih penting daripada memikirkan seksualitas, 3 ibu masih tidur sekamar dengan Suami, 2 orang ibu masih melakukan aktivitas suami istri 1 kali seminggu dan 1 orang ibu melakukan aktivitas seksual hanya 1x sebulan. Menurut ungkapan ibu, saat melakukan hubungan suami istri ada perasaan tidak nyaman dan takut sakit, mereka juga malu untuk mengajak suami melakukan aktivitas seksual karena menurut ibu perempuan itu kan sifatnya pasif hanya menunggu. Ibu juga tidak ada usaha apapun terhadap rasa nyeri yang terjadi saat aktivitas seksual dilakukan. Ibu malu untuk membicarakan masalah yang berhubungan dengan seksualitas karena dianggap tabu dan tidak pantas.
(31)
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas maka peneliti membuat rumusan masalah bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2014.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Pengaruh pengetahuan terhadap aktivitas seksual ibu menopause b. Pengaruh aktivitas fisik terhadap aktivitas seksual ibu menopause. c. Pengaruh cemas terhadap aktivitas seksual ibu menopause. d. Pengaruh nilai terhadap aktivitas seksual ibu menopause.
1.4. Hipotesa
Ada pengaruh pengetahuan, aktivitas fisik, cemas dan nilai terhadap aktivitas seksual ibu menopause.
(32)
1.5. Manfaat Penelitian
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu menopause terutama terhadap aktivitas seksualnya dan dapat mengubah penilaian masyarakat yang negatif tentang kebutuhan seksualitas masa lansia terutama pada ibu menopause.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan ajuan untuk tenaga kesehatan khususnya bidan dan perawat yang bertugas di puskesmas dan pos-pos pelayanan kesehatan khusus lansia dalam memberikan penyuluhan atau melakukan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi pada ibu menopause sehubungan dengan perubahan yang terjadi pada masa menopause yang berdampak pada perubahan seksualitas masa menopause.
(33)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Menopause
Menopause merupakan sebuah kata yang memiliki arti atau makna yang menjelaskan tentang gambaran terhentinya haid atau menstruasi. Menopause dapat diartikan sebagai haid terakhir. Menopause disebut juga sebagai periode klimakterium di mana seorang wanita berpindah dari tahun reproduktif ketahun non-reproduktif dalam hidupnya, pada fase ini wanita akan mengalami akhir dari proses biologis dari siklus menstruasi, yang dikarenakan terjadinya perubahan hormon yaitu penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan ovarium (Kartono, 2007).
Menurut Mulyani (2013) masa menopause dibagi ke dalam empat periode yaitu: (1) Masa klimakterium dimana pada masa ini terjadi peralihan antara masa reproduksi dan masa senium, masa ini dikenal dengan masa pramenopause yaitu 4-5 tahun sebelum masa menopause. Pada masa ini wanita mengeluh haid tidak teratur, siklus haid panjang dan jumlah haid relatif banyak. Masa ini dimulai pada usia 40 tahun dan akan mengalami penurunan kesuburan. (2) Masa perimenopause yaitu masa peralihan antara masa pramenopause dan setelah menopause sampai usia 48 tahun. (3) Masa menopause yaitu masa tidak ada lagi menstruasi atau saat haid terakhir dimana terhentinya menstruasi sekurang-kurangnya satu tahun. Masa menopause terjadi pada usia 49-51 tahun. (4) Masa senium yaitu masa setelah menopause, ketika seorang wanita telah mampu menyesuaikan diri dengan
(34)
kondisinya, telah tercapai satu keadaan keseimbangan hormonal, sehingga tidak ada lagi gangguan fisik maupun psikis. Masa ini berlangsung 3-5 tahun setelah masa menopause yaitu usia antara 65 tahun.
Setiap wanita akan mengalami masa menopause pada usia yang berbeda, pada umumnya wanita akan mengalami masa menopause sekitar usia 45-55 tahun. Ada beberapa kasus menopause dapat terjadi pada usia paling muda yaitu 30-40 tahun yang disebut menopause prematur. Menopause prematur ditandai dengan terjadi penghentian masa menstruasi sebelumnya tepat pada waktunya, terjadinya hot flushes
serta peningkatan kadar hormon gonadotropin. Faktor penyebab terjadinya menopause prematur adalah herediter, gangguan gizi yang cukup berat, penyakit menahun dan penyakit yang merusak jaringan kedua ovarium. Umumnya batas usia terjadinya menopause adalah usia 52 tahun namun ada beberapa faktor yang mendorong wanita mengalami menopause baru pada usia 58 tahun (menopause terlambat), ada beberapa penyebab wanita terlambat mengalami menopause karena
mengalami fibromioma uteri dan tumor ovarium yang menghasilkan estrogen (Mulyani, 2013). Menurut Bambang (2003) usia rata-rata wanita mengalami
menopause alami atau berhentinya haid adalah umur 50 tahun, wanita memasuki masa menopause berkisar antara umur 50 tahun hingga terjadinya penurunan atau hilangnya hormon estrogen yang menyebabkan perempuan mengalami keluhan atau gangguan pada aktivitas sehari-hari.
Perempuan pada masa Yunani kuno mengalami menopause sama seperti perempuan modern sekarang ini yaitu sekitar usia 50-51 tahun. Fakta ini telah
(35)
dilaporkan oleh Aristoteles dalam Histonia Animalonium. Pada sebagian besar wanita sekitar 70% mereka menjalani masa ini tanpa keluhan yang berarti. Jika dilihat dari berbagai kultur wanita Asia dibandingkan wanita Eropa dan Amerika, lebih banyak keluhan pada wanita Amerika dan Eropa dibandingkan wanita Asia. Di Jepang 60% wanita yang sudah menopause berpendapat bahwa menopause bukahlah hal yang penting bagi mereka bahkan tidak ada hot flushes untuk menggambarkan terjadinya perubahan yang terjadi, sementara di Eropa, wanita dari kalangan sosial ekonomi yang rendah lebih banyak bermasalah dengan menopause dibandingkan dengan ekonomi menengah ke atas, dalam hal ini pendidikan dan pengetahuan tentang perubahan masa menopause sangat berhubungan dengan keluhan menopause (Burger dan Boulet, 1991).
Menurut Yatim (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya wanita memasuki usia menopause yaitu: (1) Faktor psikis dan pekerjaan dimana keadaan seorang wanita yang tidak menikah dan bekerja akan mempengaruhi perkembangan psikis seorang wanita, mereka akan mengalami waktu menopause yang lebih mudah atau cepat dibandingkan dengan wanita yang menikah dan tidak bekerja atau bekerja dan tidak menikah. (2) Faktor cemas; kecemasan yang dialami akan sangat menentukan kecepatan atau bahkan keterlambatan masa-masa menopause. Ketika seorang perempuan lebih sering merasa cemas dalam kehidupannya, maka bisa diperkirakan bahwa dirinya akan mengalami menopause lebih dini, sebaliknya jika seorang wanita lebih santai dan rileks dalam menghadapi hidup, biasanya masa-masa menopause lebih lambat. (3) Umur sewaktu mendapat
(36)
haid pertama kali (menarch), beberapa peneliti menemukan hubungan antara umur pertama mendapat haid pertama dengan umur sewaktu memasuki menopause, semakin muda umur sewaktu mendapat haid pertama kali, semakin tua usia memasuki menopause. Wanita yang mendapatkan menstruasi pada usia 16 atau 17 tahun akan mengalami menopause lebih dini, sedangkan wanita yang haid lebih dini akan mengalami menopause sampai pada usia 50 tahun. (4) Usia melahirkan; wanita yang melahirkan diatas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause yang lebih tua atau lama, hal ini disebabkan karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat sistim kerja organ reproduksi bahkan akan memperlambat sistim penuaan tubuh. (5) Jumlah anak; makin sering melahirkan maka akan makin lama memasuki usia menopause. (6) Merokok; seorang wanita yang merokok akan lebih cepat mengalami menopause. Pada wanita perokok diperoleh usia menopause lebih awal sekitar 1,5 tahun. Merokok mempengaruhi cara tubuh memproduksi atau membuang hormon estrogen. Di samping itu juga merokok juga berpotensi membunuh sel telur. Wanita perokok akan mengalami masa menopause pada usia yang lebih muda yaitu usia 43 hingga 50 tahun. Selama menopause, ovarium wanita akan berhenti memproduksi sel telur sehingga wanita tersebut tidak bisa hamil lagi. (7) Pemakaian kontrasepsi; pemakaian kontrasepsi hormonal akan mempengaruhi wanita memasuki lebih lama usia menopause, hal ini di karenakan cara kerja kontrasepsi yang menekan kerja ovarium atau indung telur. (8) Sosial ekonomi; keadaan sosial ekonomi seseorang akan mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, pendidikan serta pekerjaan. Bila faktor tersebut cukup baik maka akan mempengaruhi beban fisiologis. Keadaan
(37)
klimakterium akan berkaitan dengan kesehatan fisiologis. (9) Penyakit diabetes; penyakit autoimun seperti diabetes melitus menyebabkan terjadinya menopause dini. Pada penyakit autoimun, antibodi yang terbentuk akan menyerang FSH. (10) Status gizi; faktor yang mempengaruhi menopause lebih awal biasanya juga dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang sembarangan. Jika ingin mencegah menopause lebih dini dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat seperti tidak merokok, serta mengkonsumsi makanan yang baik misalnya sejak masih muda rajin mengkonsumsi makanan seperti kedelai, kacang merah, bengkong atau pepaya. (11) Stress; stress juga merupakan salah satu faktor yang bisa menentukan kapan wanita akan mengalami menopause. Jika seseorang sering merasa stres maka sama halnya dengan cemas, maka wanita tersebut akan lebih cepat mengalami menopause. (12) Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut; wanita yang tinggal di ketinggian lebih dari 2000-3000 m dari permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita yang tinggal di ketinggian < 1000 m dari permukaan laut.
Hasil penelitian Astuti (2008) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menopause pada wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan 26 Ilir Kecamatan Bukit Kecil Palembang dengan desain penelitian survey dan pendekatan cross sectional terhadap 67 responden didapatkan hasil rata-rata usia menopause > 47 tahun yaitu sebanyak 38 orang (59,7%) dan jumlah usia menopause < 47 tahun sebanyak 29 orang (40,3%), responden yang mengalami menarche lambat yaitu pada usia > 13 tahun sebanyak 42 orang (67,16%) dan usia < 13 tahun sebanyak 25 orang (32,84%),
(38)
dengan uji statistik Chi-Sguare menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia menarche dengan usia menopause. Hasil univariat responden yang memiliki paritas tinggi yaitu 26 orang (70,27%) rata-rata usia menopause > 47 tahun dan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan usia menopause. Dari faktor usia ibu terdapat 35 responden melahirkan terakhir pada usia tua > 40 tahun sebanyak 26 tahun (74,26%) rata-rata usia menopause > 47 tahun, hasil penelitian ini sesuai dengan ungkapan Beth Israel dalam Kasdu (2002) yang mengungkapkan bahwa wanita yang masih melahirkan diatas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause lebih tua.
Terjadinya menopause menyebabkan penurunan bahkan terhentinya produksi hormon estrogen dan progesteron, sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah. Ketika kadar estrogen menurun, maka bagian tubuh yang mendapat suplai estrogen akan bereaksi sehingga otak akan terus memerintahkan hipofisis untuk meningkatkan FSH dan LH dalam rangka memproduksi ertrogen agar dapat mencukupi kebutuhan organ yang membutuhkan. Selama masa reproduksi kelenjar pituitari memproduksi dua hormon yaitu hormon LH (luteiningsing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormon). Hormon FSH berfungsi merangsang ovum atau sel telur dan hormon LH berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi atau pelepasan sel telur. Hormon ini sangat menentukan jumlah hormon estrogen dan progesteron yang akan dihasilkan oleh ovarium. Ketika akan mendekati masa menopause ovulasi akan semakin jarang terjadi akibat ovarium melepaskan sedikit hormon ertrogen, hal ini menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur dan akhirnya sama sekali berhenti. Hormon
(39)
merupakan pembawa pesan kimia yang dilepaskan dalam sistim peredaran darah yang akan mempengaruhi organ yang ada di seluruh tubuh dan juga mengakibatkan terjadinya perubahan tubuh (Manan, 2013).
Pada masa menopause wanita akan mengalami perubahan-perubahan dimana perubahan itu akan terjadi secara menyeluruh baik fisik, sosial, mental dan moral spiritual, yang keseluruhannya saling kait mengkait antara satu bagian dengan bagian yang lain. Setiap perubahan memerlukan penyesuian diri (adaptasi), padahal dalam kenyataannya semakin menua usia kita akan semakin kurang fleksibel untuk menyesuaikan terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan disinilah berbagai gejolak yang harus dihadapi oleh setiap wanita menopause, gejolak tersebut dapat terjadi akibat perubahan fisik, perubahan psikis dan perubahan sosial (Padila, 2013).
Perubahan fisik yang dirasakan oleh wanita menopause akibat penurunan hormon estrogen dan progesteron adalah perubahan pola menstruasi dimana perdarahan akan terlihat beberapa bulan dan akhirnya akan berhenti sama sekali, rasa panas (Hot flush), gejala ini akan dirasakan mulai dari wajah sampai ke seluruh tubuh, rasa panas disertai warna kemerahan pada kulit dan berkeringat, rasa panas ini akan mempengaruhi pola tidur wanita menopause yang akhirnya akan membuat wanita menopause kekurangan tidur dan mengalami kelelahan. Hot flush dialami oleh sekitar 75% wanita menopause dan akan dialami selama 1 tahun dan 25-50% wanita akan mengalami hot flush selama 5 tahun. Hot flush juga dapat mempengaruhi wanita menopause mengalami keluar keringat malam yang akan membuat wanita menopause merasa tidak nyaman ( Mulyani, 2013).
(40)
Menurunnya hormon estrogen dan progesteron juga menyebabkan perubahan seperti pusing, mual, gerah, berdebar-debar, tremor, terjadi peningkatan berat badan, penurunan lubrinasi pada vagina, vagina menjadi kering dan kurang elastis akibat penipisan jaringan pada dinding vagina sehingga ketika melakukan hubungan seksual bisa timbul rasa nyeri dan gatal-gatal pada vagina ibu, terjadinya peradangan pada kandung kencing dan vagina, terjadinya penurunan aktivitas sehari-hari disebabkan wanita menopause akan mudah merasakan kelelahan sehingga tidak sanggup melakukan pekerjaan yang terlalu berat. Masalah menopause juga memberikan perubahan psikis karena adanya anggapan bahwa menopause adalah saat berakhirnya semua sifat kewanitaan. Keadaan ini diperkuat oleh kurang pengertian atau kurangnya informasi mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada masa menopause (Mulyani, 2013).
Pada wanita menopause penurunan fungsi seksual sering kali berhubungan dengan berbagai perubahan fisik. Wanita menopause akan berkurang keinginan seksualnya karena keringat malam, keringat malam dapat mengganggu tidur dan kekurangan tidur dapat mengurangi energi, aktivitas seksual membutuhkan energi. Penurunan fungsi seksual juga terjadi karena adanya perubahan pada organ reproduksi. Perubahan organ reproduksi terjadi akibat berhentinya menstruasi karena sel telur tidak lagi diproduksi sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi hormon dalam organ reproduksi.
Adapun perubahan organ reproduksi pada wanita menopause adalah: (1) tuba fallopi dimana saluran tuba akan mengalami penipisan dan mengkerut, lipatan-lipatan
(41)
tuba menjadi lebih pendek, endosalpingo menipis mendatar dan silia menghilang. (2) Uterus akan mengecil karena terjadi atropin endometrium dan juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat interstisal. (3) Servik atau mulut rahim akan mengkerut dan terselubung dinding vagina, saluran memendek dan menyempit. (4) Vagina akan mengalami kekeringan dan kurang elastisitas, lipatan-lipatan berkurang, dinding menipis dan mudah luka, hilangnya rugae karena penipisan. Keasaman vagina meningkat karena terhambatnya pertumbuhan basil donderlein yang menyebabkan glikogen seluler meningkat sehingga mudah terjadi infeksi. Terjadinya atrofi pada epitel vagina hingga hanya tinggal lapisan sel asal, vagina menjadi kering dan menyebabkan disreunia atau rasa sakit ketika berhubungan seksual. Pada wanita yang mengalami hal tersebut akan mudah sekali timbul infeksi dan terjadi vaginitis senilis dengan gejala fluor albus yang kadang bercampur darah, rasa nyeri dan gatal. (5) Dasar panggul; kekuatan dasar panggul juga sudah berkurang kekuatan dan elastisitasnya karena atropin dan lemahnya daya sokong disebabkan prolapsus uterus vagina. (6) Perenium dan anus; lemak subcutan menghilang, atropin dan otot sekitarnya menghilang menyebabkan tonus spinkter melemah dan menghilang. (7) Kelenjar payudara; terjadi perubahan terhadap payudara yaitu puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang, payudara kelihatan mengendor dan mendatar. Hormon estrogen mempunyai tanggung jawab terhadap penampilan luar kelenjar payudara pada wanita. Pada wanita menopause terjadinya penurunan hormon estrogen menyebabkan bentuk payudara tidak menarik lagi. (8) aktivitas kendali spinkter destrussor pada kandung kencing menghilang sehingga sering kencing tanpa disadari dan hormon estrogen memegang peranan penting dalam
(42)
mempertahankan mukosa kandung kencing dan uretra, selain itu perubahan hormonal juga sangat mempengaruhi dalam pengendalian pertumbuhan, perkembangan ciri-ciri seksual dan penyimpanan energi serta pengendalian valume cairan, kadar air dan gula dalam darah. Hormon merupakan satu zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari satu kelenjar pada sistim endokrin yang berpengaruh pada aktivitas sel-sel tubuh yang mengendalikan fungsi organ tubuh secara keseluruhan. Pada masa menopause perubahan hormon estrogen dan progesteron mampu mempengaruhi langsung perubahan pada seorang wanita. Penurunan hormon estrogen akan mempengaruhi langsung pada kondisi fisik maupun organ reproduksi (Mulyani, 2013).
Menurut Mulyani (2013) ada beberapa keluhan masa klimakterium berdasarkan persentase gejala atau tanda umum yang sering dialami oleh wanita :
Tabel 2.1. Keluhan Masa Klimakterium No Keluhan Klimakterik Menopause pada Wanita Usia
45-54 Tahun
Persentase(%) Kejadian 1 Mudah tersinggung, takut, gelisah dan mudah marah 90 %
2 Gejolak panas (hot flushes) 70 %
3 Depresi 70 %
4 Sakit Kepala 70 %
5 Cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, kurang tenaga
65 %
6 Berat badan bertambah 60 %
7 Nyeri tulang dan otot 50 %
8 Gangguan tidur 50 %
9 Obesitas 40 %
10 Jantung berdebar-debar 40 %
11 Gangguan libido 30 %
12 Kesemutan 25 %
(43)
Ketidakmampuan wanita menopause untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan-perubahan fisik dapat menimbulkan masalah psikologis seperti perasaan gelisah, mudah tersinggung, tegang, cemas, perasaan tertekan, malas, sedih, merasa tidak berdaya, mudah menangis, mudah lupa, emosi yang meluap. Gejala ini juga timbul akibat adanya penurunan hormon estrogen dan progesteron, hormon ini berfungsi untuk mengatur memori, daya persepsi dan suasana hati. Penurunan hormon estrogen menyebabkan berkurangnya neurotransmiter di dalam otak, dimana neurotransmiter di dalam otak tersebut akan mempengaruhi suasana hati sehingga apabila neurotransmiter kadarnya rendah maka akan menimbulkan perasaan cemas yang akhirnya dapat menyebabkan depresi pada wanita menopause. Perubahan seksual pada wanita menopause juga sangat dipengaruhi oleh rasa malu untuk mempertahankan kehidupan seksualitasnya, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang mendukung serta diperkuat oleh budaya dimana masalah seksual lansia merupakan masalah yang tidak penting dan tabu untuk dibicarakan, masyarakat mengganggap seks orang lanjut usia itu praktis dan pelan-pelan akan hilang sendiri (Padila, 2013).
Burns (1997) dalam Wiknjosastro ( 2006) memaparkan beberapa mitos yang merugikan seksualitas perempuan, seperti tubuh perempuan milik laki-laki, kebahagian perempuan tergantung pada keberadaan laki-laki, tubuh perempuan itu memalukan dan perempuan kurang memiliki hasrat seksual, hal ini menyebabkan perempuan tidak punya kontrol terhadap kehidupan seksualitasnya, sehingga mereka menjadi rentan terhadap problema kesehatan seksualitasnya.
(44)
Upaya pencegahan terhadap keluhan atau masalah menopause yang dilakukan pada tingkat pelayanan dasar adalah pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar seperti liang dan leher rahim untuk melihat adanya kelainan yang mungkin timbul seperti lecet, keputihan, pertumbuhan abnormal atau adanya benjolan dan tanda radang, melakukan papsmear untuk melihat adanya tanda radang dan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya kanker pada saluran reproduksi, melakukan perabaan payudara; ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormon estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara, hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormon pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause, perabaan payudara sendiri atau SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) dapat dilakukan secara teratur untuk menentukan tumor payudara sedini mungkin, penggunaan bahan makanan yang mengandung unsur fito-estrogen yang dapat menggantikan penurunan hormon estrogen seperti mengkonsumsi kacang kedelai, pepaya, semanggi merah, penggunaan bahan makanan sumber kalsium (susu, yoghurt, keju, teri), menghindari makanan yang mengandung banyak lemak, kopi dan alkohol (Pusdiknakes, 2006).
2.2. Aktivitas Seksual
Aktivitas seksual merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui beberapa prilaku, misalnya berfantasi, masturbasi, nonton atau membaca buku pornografi, cium pipi, cium bibir, petting dan hubungan seks (Ingrid,2001).
(45)
Banyak wanita setelah menopause ragu melakukan aktivitas seksual, padahal membiarkan menopause menjadi penghalang dalam melakukan aktivitas seksual adalah hal yang salah, inilah yang menjadi penyebab wanita menopause kehilangan kemampuan dalam fungsi dan kenerja seksualnya bersama pasangan. Melakukan aktivitas seksual pada usia premenopause atau menopause tidak menjadi kendala, wanita tidak perlu khawatir akan kehamilan, justru pada masa itu aktivitas seksual merupakan rekreasi, relasi dan ekspresi cinta suami istri (Sitepoe, 2008).
Seksualitas pada wanita menopause menjadi isu yang penting sejak dahulu sampai sekarang. Secara teori telah diakui bahwa seksualitas adalah hal yang penting, namun tidak diikuti oleh tindakan dalam kehidupan kesehariannya. Bagi wanita menopause, sentuhan pada malam hari, mendengar irama jantung suami dan percakapan terbuka ditempat tidur merupakan hal yang penting dilakukan, karena mampu meningkatkan keintiman dan meningkatkan komunikasi dengan pasangan. Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak keharmonisan dan kebahagian, oleh karena itu kedua belah pihak harus dapat menikmatinya bersama. Ketidakpuasan seks dapat menimbulkan perbedaan pendapat, perselisihan dan akhirnya menjadi penyebab perceraian, itulah sebabnya seksualitas harus dibicarakan secara terbuka sehingga tidak mengecewakan kedua belah pihak (Manuaba dkk, 2009).
Pada tahun-tahun dimana seorang wanita mengalami menopause, wanita mungkin akan mengalami perubahan dalam kehidupan seksualitasnya. Aktivitas seksual selama menopause sangat bervariasi, tergantung pada pembinaan. Wanita yang memiliki kesempatan berhubungan seksual dengan pasangannya secara teratur
(46)
menunjukkan stabilitas perilaku seksual pada masa menopause, hanya 25% dari jumlah wanita menopause yang pergi konsultasi pada dokter untuk mengeluh mengenai seksual masa menopause. Beberapa wanita mengatakan mereka lebih menikmati seks setelah mereka tidak perlu khawatir akan terjadinya kehamilan dan mereka mengatakan tidak pernah merasa kehidupan seksualitasnya sepositif seperti masa menopause ini, tapi ada pula yang merasa bahwa tubuhnya tidak handal lagi sehingga aktivitas seksualnya tidak mantap lagi, alasan utama adalah karena muncul perubahan fisik, perubahan organ reproduksi dan juga perubahan psikis yang memegang peranan penting pada perilaku seksualitas wanita menopause (Sitepoe, 2008).
Menurut Ebersole dan Hess (1981) seksualitas merupakan ungkapan cinta, kehangatan, saling berbagi, sentuhan maupun hal yang menyentuh antara manusia, bukan hanya tindakan fisik berupa hubungan seksual. Seksulitas dapat mengandung arti apa saja yang dapat memberikan kenikmatan seksual atau kesenangan, kegembiraan dan kenyamanan. Menurut konferensi APNET (Asia Pasifik Networks for Sosial Health) di Cepu, Filiphina 1996 mengatakan seksualitas adalah ekspresi seksual seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima serta mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya didasari pada ciri seks secara biologis, tetapi juga merupakan satu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain.
(47)
Seksualitas adalah konsep terpadu yang meliputi kemampuan fisik seseorang dalam menerima rangsangan dan kenikmatan seksual serta pembentukan identitas seksual dan gender yang melekat pada perilaku seksual yang dipahami oleh individu maupun masyarakat, jadi seksualitas tidak hanya meliputi konsep biologis tetapi juga konsep sosial (Pusdinakes, 2006). Dalam pengertian seksualitas mempunyai 2 aspek yaitu: (1) Seksualitas dalam arti sempit yang artinya alat kelamin itu sendiri, kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat-alat kelamin, ciri dari anggota –anggota tubuh yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, hubungan kelamin dan proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran. (2) Seksualitas dalam arti luas yaitu segala hal yang terjadi akibat adanya perbedaan jenis kelamin seperti perbedaan tingkah laku, perbedaan atribut dan perbedaan peran (Abineno,1999).
Menurut Mckhann dan Albert.M (2010) respons seksual dibagi dalam tiga fase yaitu: (1) Fase hasrat; hasrat seksual bekerja melalui bagian otak yang disebut dengan hipotalamus. (2) Fase kenikmatan yaitu kesadaran seksual diawali dengan stimulasi mental. (3) Fase orgasme dimana orgasme bisa bersifat refleks tapi sering memiliki bahan yang diarahkan otak dan secara sadar. Tujuan seksualitas secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia dan tujuan secara khusus adalah sebagai prokreasi yaitu menciptakan atau meneruskan keturunan dan sebagai rekreasi yaitu untuk memperoleh kenikmatan biologis atau seksual.kesehatan seksualitas adalah integrasi dari somatis (badan), emosional, intelektual dan aspek sosial yang dapat memperkaya dan meningkatkan personalitas kepribadian,
(48)
komunikasi dan cinta. kesehatan seksualitas mempunyai empat komponen yaitu (1) Prilaku personal maupun sosial dalam kesepakatan terhadap identitas individu gender. (2) Kenyamanan dalam berprilaku seksual dan hubungan interpersonal yang efektif serta komitmen untuk hidup bersama antara pria dan wanita sepanjang hidup. (3) Respons terhadap stimulus erotis yang dapat membangkitkan aktivitas seksual yang menyenangkan. (4) Kemampuan untuk dapat mewujudkan prilaku seksual yang harmonis terhadap seseorang beserta nilainya.
Secara psikologis seksualitas berhubungan erat dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas itu sendiri dan bagaimana menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual. Dari dimensi sosial berkaitan dengan bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan mengenai seksualitas dan prilaku seksualitas, dari dimensi budaya menunjukkan bagaimana perilaku seks menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Perilaku seksual mencakup tindakan-tindakan seksual terhadap orang lain atau diri sendiri yang dapat diamati.
Saat memasuki menopause perempuan dilanda rasa takut karena berhentinya masa subur dan terjadi perubahan organ reproduksi yang juga mengakibatkan terjadinya perubahan seksualitas. Perubahan fisik masa itu bukan berarti kehidupan seks akan ikut mati. Kekhawatiran terbesar bagi wanita dan pasangan hidupnya adalah hilangnya keinginan untuk berhubungan intim dengan pasangannya, banyak mitos yang berkata wanita tidak bergairah terhadap seks dan tidak bisa mencapai kepuasaan seksual, hal ini tidak benar. Bertambahnya usia, maka perilaku seks juga akan berubah, perubahan seksualitas pada wanita menopause berhubungan dengan
(49)
penurunan hormon estrogen dan progesteron yang mengakibatkan hubungan intim menimbulkan rasa sakit karena dinding vagina menjadi tipis, namun banyak study yang mengungkapkan bahwa wanita menopause ternyata memiliki gairah seks tinggi ketimbang mereka yang masih subur dan aktivitas seksual wanita menopause lebih baik daripada wanita usia subur. Pada wanita menopause aktivitas seksual lebih mementingkan kualitasnya (Nugraha. B, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan dan kemampuan seks pada wanita setelah klimakterium terus berlanjut, dari 250 orang responden yang berusia 60-93 tahun ada 54% pasangan menikah yang masih aktif secara seksual (Suparto, 2006). Survei menemukan fakta lain, dimana kelompok usia paling aktif secara seksual adalah kelompok umur 31- 45 tahun yaitu 87%, usia 18-30 tahun 85%, usia 46-54 tahun 74%, usia hubungan seksual tidak aktif lagi yaitu pada rentang 55-70 tahun 45% dan diatas 70 tahun 15% (Manan, 2010).
Menurut Gramegna tahun 1998 dalam Phanjoo tahun 2000 sebuah studi pada wanita Chili dilaporkan bahwa wanita usia 60 tahun, 40% masih aktif secara seksual. Menurut Hutapea (2005) frekuensi hubungan seksual pada masa lansia memang mengalami penurunan dari 4 kali seminggu pada usia 25 tahun menjadi sekali seminggu pada usia 50 tahun, tiga kali sebulan pada usia 70 tahun dan sekali sebulan pada usia 75 sampai 79 tahun.
Hasil penelitian Melaniani tahun 2007 di Kelurahan Renon Kecamatan Denpasar Selatan dengan judul faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas seksual pada wanita perimenopause terhadap 77 responden yang berumur 45-55 tahun
(50)
dengan desain penelitian observasional, penelitian bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional didapatkan hasil rata-rata usia wanita yang telah mengalami menopause sebesar 57,1% yaitu pada usia 50 tahun, perubahan yang paling banyak dialami oleh responden adalah perubahan fisik yaitu ketidakteraturan siklus haid sebesar 78.0% dan perubahan psikologis dalam bentuk cepat marah dan tersinggung sebesar 49,4%, untuk aktivitas seksual, ketertarikan responden terhadap pasangannya sebahagian besar diungkapkan dengan cara memegang tangan dan membelai sebesar 40,3% dan melakukan aktivitas seksual secara teratur dengan frekuensi >1 x seminggu sebesar 61%. Hasil penelitian pada faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual, responden yang tidak bekerja dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 58,6% sedangkan responden yang bekerja dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 77,1%, responden yang tidak memakai alat kontrasepsi dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 100% sedangkan responden yang memakai alat kontrasepsi dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 69,9%, responden yang masih memiliki anak hidup dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 71,1%, responden yang tidak memiliki anak hanya sebesar 1,3%, kesiapan renponden menghadapi menopausenya baik dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 82% dan responden yang kurang siap dalam menghadapi menopause dan aktivitas seksualnya masih aktif sebesar 57,1%, perubahan fisik yang dialami responden dalam batas tidak wajar dan aktivitas seksual masih aktif sebesar 36,4% dan aktivitas seksual kurang aktif sebesar 13,6%, responden dengan perubahan fisik masih dalam batas wajar dengan aktivitas seksual masih aktif 83,6% dan aktivitas
(51)
seksual kurang aktif 5,5%. Perubahan psikologis yang dialami responden dalam tidak batas wajar dengan aktivitas seksual masih aktif sebesar 36,4% dan aktivitas kurang aktif sebesar 13,6%, untuk perubahan psikologi masih dalam batas wajar dengan aktivitas seksual masih aktif sebesar 83,6% dan aktivitas seksual kurang aktif sebesar 5,5%. Hasil analisis dengan uji regresi ordinal ternyata variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap aktivitas seksual wanita usia 45-55 tahun pada masa menopause hanya variabel perubahan fisik dengan signifikasi p< 0,05 dimana nilai p=0,017.
Dua faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual pada wanita menopause adalah: (1) Faktor internal yaitu perubahan berupa kemunduran fisik yang khususnya berkaitan dengan hormon seks yang memberikan pengaruh pada stimulasi sensori dan aliran darah akibat penurunan hormon estrogen seperti penurunan lubrinasi vagina, dinding vagina menjadi tipis dan mudah teriritasi, penurunan aktivitas seksual pada wanita menopause juga dapat disebabkan karena penyakit yang diderita dan perubahan psikologis seperti kesepian, depresi, merasa tidak pantas berpenampilan untuk menarik perhatian pasangannya. (2) Faktor eksternal berupa kebudayaan yang berkembang di masyarakat yang mengganggap bahwa wanita menopause tidak layak lagi dilakukan sehingga memberikan dampak penurunan aktivitas seksual (Darmojo dan Martono, 2006).
Menurut Mulyani (2013) hilangnya gairah seksual secara jangka panjang terjadi pada sejumlah wanita selama dan sesudah menopause, penyebab hilangnya gairah seksual pada perempuan menopause atau penurunan libido disebabkan oleh beberapa faktor: (1) Depresi (stres) ketika wanita sudah tidak haid lagi, rasa depresi
(52)
selalu timbul dengan interval waktu yang tetap. Perasaan depresi itu biasanya tiba bersamaan dengan datangnya siklus menstruasi setiap bulannya. Depresi tersebut timbul berupa bentuk kekecewaan hati seorang wanita karena dirinya sudah tidak lagi mengalami menstruasi dan merasa kurang lengkap dirinya sebagai seorang wanita. (2) Kelelahan; pekerjaan sebagai seorang wanita yang mengurus anak dan suami membuat seorang wanita mempunyai peran ganda apalagi jika wanita tersebut wanita karier, sehingga membuat dirinya mencapai titik kelelahan yang sangat berat. Kelelahan juga terjadi karena kurang tidur atau insomnia sehingga menimbulkan perasaan lelah yang berkepanjangan. (3) Gangguan kesehatan; pada wanita menopause pola makan tidak sama seperti usia produktif sehingga bila tidak mengontrol pola makan akan terjadi kelebihan lemak yang tersimpan pada payudara, perut, bokong dan paha. Selain itu kelebihan makanan di dalam keadaan tubuh yang kemampuan metabolisme kurang baik dapat menimbulkan penyakit kolesterol, hipertensi, diabetes dan jantung. (4) Masalah psikologis; mulai menurunnya kemampuan berpikir dan kemampuan mengingat dapat menimbulkan penyakit pikun. Perasaan takut menjadi tua, tidak menarik, tidak enak dipandang lagi, susah tidur, mudah tersinggung, dan cepat marah, merasa tertekan, sedih tanpa diketahui penyebabnya, sangat emosional dan spontan, ada perasaan takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri. (5) Masalah pribadi dengan pasangan; pada setiap pasangan diperlukan komunikasi agar terjadi keharmonisan dalam keluarga. Seorang wanita perlu mendiskusikan pada pasangannya perubahan yang sedang dialaminya, dengan adanya komunikasi yang baik diharapkan mendapatkan solusi yang tepat dari
(53)
pasangan sehingga dapat menyesuaikan diri selama berhubungan intim dan merasakan kenyamanan. (6) Efek samping terapi medikamentosa; masa menopause adalah masa rawan bagi wanita karena sering timbul berbagai penyakit sehingga harus mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi sistim metabolisme tubuh (7) Perubahan hormon; pada wanita menopause, secara menyeluruh sistim hormonal pada tubuh mulai menurun fungsinya sehingga mempengaruhi metabolisme dalam tubuh. Penurunan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh memberikan dampak pada penurunan organ reproduksi sehingga berpengaruh pada aktivitas seksual wanita menopause.
Selain faktor fisiologis dan psikologis, hal lain yang mempengaruhi seksualitas pada wanita lansia adalah penyakit maupun tindakan bedah. Penyakit jasmani secara langsung yang dapat mempengaruhi fungsi seksual adalah endokrin seperti kencing manis, saraf, dan vaskuler. Penyakit tidak langsung yang dapat mempengaruhi fungsi seksual adalah penyakit yang menyebabkan kelemahan, nyeri dan secara psikologi menyebabkan gangguan gambaran diri maupun self esteem yang rendah (Mulyani, 2013).
Dalam beberapa artikel kesehatan, dilaporkan bahwa penyakit Diabetes Melitus berkontribusi terhadap disfungsi seksual dengan prevalensi berkisar antara 20– 80%, sedangkan studi yang dilakukan di Jordania, dilaporkan bahwa wanita dengan usia 50 tahun atau lebih yang menderita diabetes, lebih banyak mengalami disfungsi seksual yaitu sebesar 59,6% (Ali, 2008). Masalah seksual yang dapat timbul karena penyakit diabetes antara lain masalah lubrikasi vagina, penurunan libido dan
(54)
orgasme. Disamping itu penyakit sistemik seperti gagal ginjal, penyumbatan pulmonary kronis, sirosis dan distropika myotonia, dapat menyebabkan melemahnya orgasme hingga anorgasme, penurunan libido dan mengurangi lubrikasi vagina (Meston, 1997).
Tindakan bedah yang berhubungan dengan masalah seksual pada lansia seperti operasi histerektomi, mastektomi dan bedah urologi lainnya misalnya radical cystectomy pada keganasan saluran kemih, bedah panggul pada kanker rektum dan lain sebagainya, hal ini berhubungan dengan masalah psikologi seperti body image dan self esteem yang rendah. Meskipun tindakan bedah vulvovaginal tidak diragukan lagi merupakan penyebab gangguan bodi image dan self esteem yang rendah pada semua usia, pada wanita lansia akan terasa semakin berat karena gangguan bodi image telah terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Kejadian inkontinentia urin terjadi pada saat intercourse sekitar 25% pada lansia, dimana hal tersebut menggangu hubungan seksual karena ketidakpuasan dan memberikan rasa malu karena keadaan tersebut (Hoehl dkk, 1998).
Histerektomi merupakan operasi yang terbanyak dialami pada wanita. Di Amerika lebih dari satu diantara tiga wanita dioperasi histerektomi pada usia 60 tahun. Wanita lain merasa terganggu dalam hal kepuasan seksual. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kontraksi uterus saat orgasme berlangsung. Pada wanita dengan paham feminis akan merasa kehilangan kefeminimannya, karena ketiadaan uterus sehingga terjadi gangguan body image dan self esteem yang rendah. Sebaliknya wanita lain yang merasa tertolong dengan diangkatnya uterus mereka, akan
(55)
menikmati hubungan seksual karena hilangnya nyeri pada perut, hilangnya perdarahan yang abnormal atau kram perut (Hoehl dkk,1998).
Pada masa menopause, yang perlu diperhatikan dalam hubungan seksual adalah keteraturannya bukan lamanya, namun tetap terjadi perubahan frekuensi dalam melakukan hubungan seksual. Wanita menopause masih melakukan hubungan seksual dan merasa bergairah hingga usia menjelang 80 tahun, berhentinya hubungan seksual karena ketiadaan pasangan (Bambang, 2003). Wanita menopause yang secara teratur dan aktif bersetubuh walaupun tidak sesering dulu akan menikmati seks lebih lama daripada mereka yang secara tidak teratur melakukan hubungan seksual, prinsipnya adalah “ Use It or lose It “(Suparto, 2002).
Pada usia menopause tidak ada halangan untuk mempertahankan hubungan seksual hanya frekuensinya semakin berkurang tetapi diharapkan kualitasnya semakin meningkat sehingga dapat meningkatkan keharmonisan keluarga. Masalah yang dihadapi dalam hubungan seksual pada wanita menopause adalah keinginan seksual sudah berkurang, daerah erotik kurang sensitif dan agak sulit mencapai orgasme (Manuaba, 2009).
Hasil penelitian Widodo (2010) tentang persepsi ibu menopause terhadap aktivitas seksual masa menopause di desa Jagalan Kecamatan Tawangmangun Karanganyar dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan fenomenologi di dapatkan hasil ibu menopause menganggap aktivitas seksual adalah satu bentuk dari ungkapan kasih sayang dan rasa cinta, kumpul dengan suami saling merayu, persepsi ibu menopause tentang aktivitas seksual adalah adanya rasa tidak nyaman saat
(56)
melakukan aktivitas seksual dan perasaan ibu cemas saat melakukan aktivitas seksual, ibu berkenyakinan bahwa melakukan aktivitas seksual pada masa menopause sudah tidak penting lagi karena merasa sudah tua dan tidak pantas lagi namun ibu percaya bahwa dengan tetap melakukan aktivitas seksual dapat mencegah suami mencari wanita lain dan itu tetap dilakukan karena satu kebutuhan yang harus dipenuhi. Pengaruh menopause terhadap aktivitas seksual menjadi kurang bahkan tidak sama sekali melakukan aktivitas seksual karena tidak bergairah lagi dan hasil wawancara pada ibu menopause sebanyak 75% responden tidak ada upaya atau keinginan untuk bertanya pada tenaga kesehatan ataupun mencari informasi dengan cara membaca buku, cukup dengan mendengarkan dari orang lain dan anggapan-anggapan yang ada di masyarakat.
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Seksual 2.3.1. Pengetahuan
Terjadi kekhawatiran akan perubahan-perubahan yang terjadi sebelum menopause dan sesudah menopause dapat menjadi masalah apabila wanita tersebut tidak mengetahui secara benar tanda-tanda atau sindrom yang terjadi pada diri mereka ketika memasuki menopause. Adanya keluhan fisik seperti kekeringan pada vagina, kurangnya lubrinasi dan menurunnya fungsi seksual akan mempengaruhi perubahan aktivitas seksual di usia menopause. Hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi akibat penurunan fungsi reproduksi tetapi juga dipengaruhi oleh kurangnya informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi
(57)
terhadap penurunan respons seksual di usia menopause (varney, 2004). Masalah lain yang muncul akibat kurangnya pengetahuan tentang penurunan fungsi reproduksi dan fungsi seksual di usia menopause adalah gangguan biopsikososial yang akan mempengaruhi kinerja wanita usia menopause dan juga mengakibatkan tergangguanya hubungan suami istri (Martaadisoebrata, dkk, 2005). Banyak wanita pada masa menopause merasa takut akan kehilangan seksualitasnya, khususnya kemampuan melakukan aktivitas seksual yang menyebabkan hubungan interpersonal dengan pasangan kurang harmonis (Nappy, 2009).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan hidup wanita menopause khususnya pada aktivitas seksual yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan pada wanita menopause dan suami agar dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan bagaimana cara mengatasi jika terjadi perubahan aktivitas seksual melalu kegiatan konseling karena kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, untuk itu secara interpersonal, konseling merupakan satu metode yang sesuai untuk memberikan informasi dan membantu pasangan suami dan istri memahami dan mengerti bagaimana cara mengatasi perubahan aktivitas seksual pada masa menopause (Potter dan Perry, 2005).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, proses adopsi perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri, pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Notoatmojo, 2003).
(58)
Hasil penelitian Ika (2010) di Puskesmas Arjuno Malang terhadap 67 responden tentang pengetahuan mengenai menopause didapatkan hasil tingkat pengetahuan wanita mengenai menopause berada pada katerori kurang yaitu sebesar 43%, sedangkan 31% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 26% pada kategori baik. Tingkat keluhan wanita menopause yang paling banyak adalah pada keluhan ringan yaitu 60% dan keluhan sedang sebanyak 33%, keluhan ringan 7%. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa ada hubungan antara kedua variabel ( p=0,002<0,05). Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan bahwa arah korelasi positif yaitu semakin kurang tingkat pengetahuan seseorang mengenai menopause maka semakin ringan pula tingkat keluhannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) dengan judul hubungan tingkat pengetahuan tentang menopause dengan dukungan sosial suami saat istri menghadapi menopause di desa Somagede Kecamatan Somagede Banyumas dengan jumlah responden 172 orang didapatkan hasil mayoritas pengetahuan responden tentang menopause pada kategori cukup 54,3%, hasil penelitian untuk dukungan sosial suami berada pada kategori sedang yaitu 54,3% dan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan dukungan sosial suami saat istri menghadapi menopause di dapatkan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan dengan dukungan sosial suamu saat istri menghadapi menopause dengan nilai koefisien sebesar 0,523 dan secara statistik bermakna di lihat dari nilai signifikan adalah 0,000 lebih kecil dari nilai alpa 0,05.
(59)
Penelitian yang dilakukan oleh Ulfiana (2012) di desa Candi Mulyo Jombang dengan desain penelitian guasy exsperiment terhadap 45 pasangan suami istri dengan judul konseling pasangan suami istri tentang aktivitas seksual pada wanita menopause didapatkan hasil konseling pasangan suami istri tentang aktivitas seksual memberikan hasil yaitu peningkatan pengetahuan, perubahan sikap menjadi positif dan peningkatan tindakan dalam upaya mengatasi perubahan aktivitas seksual pada wanita menopause. Pasangan suami istri terdorong motivasinya dalam upaya untuk mengatasi perubahan aktivitas seksual pada wanita menopause, karena apabila seseorang mendapat ilmu atau informasi baru yang berguna untuk dirinya dan sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi, maka akan timbul motivasi untuk memahami, menerima dan akhirnya akan mengadaptasikan dalam kehidupan kesehariannya.
2.3.2. Aktivitas Fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada masa menopause menyebabkan rasa panas (Hot flush), gejala ini akan dirasakan mulai dari wajah sampai ke seluruh tubuh, rasa panas disertai warna kemerahan pada kulit dan berkeringat, rasa panas ini akan mempengaruhi pola tidur wanita menopause yang akhirnya akan membuat wanita menopause kekurangan tidur dan mengalami kelelahan didukung oleh pekerjaan sebagai seorang wanita yang mengurus anak dan suami membuat seorang wanita mempunyai peran ganda apalagi jika wanita tersebut wanita karier, sehingga membuat dirinya mencapai titik kelelahan yang sangat berat. Aktivitas seksual membutuhkan waktu dan tenaga, dengan terkurasnya stamina karena bekerja, kurang
(1)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probabi
lity
Pearson Chi-Square .032a 1 .858 1.000 .519
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .032 1 .858 1.000 .519
Fisher's Exact Test 1.000 .519
Linear-by-Linear Association
.032c 1 .859 1.000 .519 .178
N of Valid Cases 82
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,61.
b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is -,178. Aktiv_Fisik * Aktiv_Seksual
Crosstab
Aktiv_Seksual
Total Aktif Tidak Aktif
Aktiv_fisik Ringan Count 25 13 38
% within aktiv_seksual 69.4% 28.3% 46.3%
Berat Count 11 33 44
% within aktiv_seksual 30.6% 71.7% 53.7%
Total Count 36 46 82
(2)
Chi-Square Tests Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability
Pearson Chi-Square 13.775a 1 .000 .000 .000
Continuity Correctionb
12.168 1 .000
Likelihood Ratio 14.144 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
13.607c 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 82
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,68.
b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is 3,689. Cemas * Aktiv_Seksual
Crosstab Aktiv_Seksual Total Aktif Tidak Aktif
Cemas Tidak Cemas Count 29 17 46
% Within Aktiv_Seksual 80.6% 37.0% 56.1%
Cemas Count 7 29 36
% Within Aktiv_Seksual 19.4% 63.0% 43.9%
Total Count 36 46 82
% Within Aktiv_Seksual 100.0% 100.0% 100.0% Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability
Pearson Chi-Square 15.587a 1 .000 .000 .000
Continuity Correctionb 13.867 1 .000
Likelihood Ratio 16.384 1 .000 .000 .000
(3)
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,80.
b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is 3,924. Nilai * Aktiv_Seksual
Crosstab
Aktiv_Seksual
Total Aktif Tidak Aktif
Nilai Positif Count 31 29 60
% Within Aktiv_Seksual 86.1% 63.0% 73.2%
Negatif Count 5 17 22
% Within Aktiv_Seksual 13.9% 37.0% 26.8%
Total Count 36 46 82
% Within Aktiv_Seksual 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 5.474a 1 .019 .024 .017
Continuity Correctionb 4.362 1 .037
Likelihood Ratio 5.760 1 .016 .024 .017
Fisher's Exact Test .024 .017
Linear-by-Linear Association
5.407c 1 .020 .024 .017 .013
N of Valid Cases 82
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,66. b. Computed only for a 2x2 table
(4)
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 82 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 82 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 82 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Aktif 0
Tidak aktif 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted Aktiv_Seksual
Percentage Correct Aktif Tidak Aktif
Step 0 Aktiv_Seksual Aktif 0 36 .0
Tidak Aktif 0 46 100.0
Overall Percentage 56.1
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
(5)
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Aktiv_Fisik 13.775 1 .000
Cemas 15.587 1 .000
Nilai 5.474 1 .019
Overall Statistics 29.904 3 .000
Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald)
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 34.608 3 .000
Block 34.608 3 .000
Model 34.608 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
1 77.846a .344 .461
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.
Classification Tablea
Observed
Predicted Aktiv_Seksual
Percentage Correct Aktif Tidak Aktif
Step 1 Aktiv_Seksual Aktif 23 13 63.9
Tidak Aktif 8 38 82.6
Overall Percentage 74.4
(6)
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% c.i.for exp(b) Lower Upper Step 1a Aktiv_Fisik 2.060 .600 11.803 1 .001 7.844 2.422 25.400
Cemas 1.832 .586 9.772 1 .002 6.244 1.980 19.689 Nilai 1.696 .697 5.914 1 .015 5.453 1.390 21.393 Constant -7.589 1.742 18.981 1 .000 .001