12 mental anak. Anak tunagrahita kategori ringan mengalami ketertinggalan 2
atau 5 tingkatan di bidang kognitif disbanding anak normal yang usianya sebaya. Semakin bertambah usia anak tunagrahita kategori ringan,
ketertinggalan dibanding anak usia sebayanya yang dewasa dan normal semakin jauh. Hal ini disebabkan perkembangan kognitifnya terbatas pada
tahap operasional konkrit yang juga berakibat pada kesulitan untuk berpikir abstrak.
Anak yang menyandang keterlambatan di bidang kognitif melalui tahapan yang sama seperti anak yang normal dengan perbedaan pokok pada
pencapaian nilai dan level yang tertinggi. Pencapaian bagi anak yang tunagrahita akan lebih lambat. Lebih berat tingkat keterbelakangannya, lebih
lambat pula perkembangan tahapannya. Individu yang tunagrahita juga tidak mampu mencapai seluruh tahapan perkembangan.
Kesulitan berpikir abstrak dan keterbatasan di bidang kognitif ini berakibat pada aspek kemampuan lainnya yang digunakan untuk proses belajar.
Kemampuan itu menyangkut perhatian, ingatan, dan kemampuan untuk generalisasi. Hallahan dan Kauffman juga menekankan bahwa kesulitan
tunagrahita adalah di bidang perhatian, ingatan, bahasa, dan akademik Mumpuniarti, 2007:17.
1. Aspek Perhatian Tunagrahita Kategori Ringan
Brooks dan McCauley, seperti dikutip oleh Mumpuniarti 2007:18 menyatakan bahwa “Attention allocation is problem in general for mentally
retarded people that may extend to all domains of information processing.”
13 Hal tersebut berarti bahwa pengalokasian perhatian merupakan masalah
yang umum pada penyandang tunagrahita dalam taraf berbagai domain dari pemrosesan informasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa aspek perhatian
pada tunagrahita mengalami masalah pada fokus dan pendistribusian dimensi perhatian yang dipilih. Smith menyatakan bahwa penyebab dari
masalah pada aspek perhatian tunagrahita adalah tiga komponen pokok yang meliputi rentang perhatian yang tidak tahan lama, fokus perhatian yang
kacau, dan pemilihan stimulus yang diperhatikan Mumpuniarti, 2007:18. Masalah perhatian yang ada pada tunagrahita tersebut juga berakibat
pada aspek ingatannya karena pemrosesan informasi yang disimpan dan ingin digali lagi saat dibutuhkan perlu perhatian yang intensif. Perhatian
intensif yang dimaksud adalah perhatian yang tahan lama, terfokus, dan mampu memilih stimulus yang relevan. Jika ketiga aspek tersebut dibentuk
dan berjalan dengan lancar, maka akan menghasilkan dimensi informasi yang diperhatikan tersebut tersimpan secara tertata pada ingatan. Cara
menata dimensi informasi tidak dapat dilakukan oleh tunagrahita tingkat ringan sehingga aspek ingatan mereka juga tidak tahan lama.
2. Aspek Strategi Mediasional Tunagrahita Kategori Ringan
Strategi mediasional
merupakan tahapan
pengantara untuk
mengorganisasikan input rangsangan atau stimulus ke dalam proses mental. Stimulus yang hadir secara spesifik pada individu harus diorganisasikan dan
disimpan supaya dapat dipanggil jika diperlukan Mumpuniarti, 2007:19. Mengacu pada karakteristik perhatian tunagrahita yang mempunyai
14 kecacatan deficiency pada kemampuan mereka mengorganisasikan input
rangsangan untuk disimpan dan dipanggil, maka ada dua metode mengajar yang dapat meningkatkan kemampuan siswa tunagrahita mengategorikan
data yang masuk, yaitu dengan pengelompokan grouping dan pengantara mediation.
Metode grouping adalah usaha untuk mengelompokkan item-iten yang akan dipelajari atau berkelas-kelas sari materi yang akan diberikan.
Cara ini lebih menguntungkan bagi pembelajar tunagrahita daripada materi disajikan secara acak urutannya. Materi dapat dikelompokkan secara spatial
mengambil jarak untuk membedakan secara visual, secara temporer, dengan selang waktu diam di antara item-item, secara perseptual atau
tanggapan dari item-item tertentu. Pengaturan input materi menggunakan cara dan tanda yang mudah
dingat. Kemudahan itu dengan cara materi dikelompokkan, selanjutnya disajikan dengan jarak, dengan melampirkan benda tertentu, dengan
kategori, dan memaknakan tanggapan secara visual dengan rangsangan yang relevan.
Cara lain untuk metode ini menurut Stephens, yang dikutip oleh Mumpuniarti 2007:20, adalah merinci ke kategori-kategori atas dasar
kelompok isi ke dalam kesamaan fisik seperti sama warnanya, fungsi misalnya bahan pakaian, konsep tanaman dan binatang, dan kesepadanan
rangkaiannya misalnya subjek dan objek digunakan untuk penyusunan yang gramatikal.
15 Strategi mediasional berikutnya adalah dengan menggunakan
mediator. Mediator adalah sesuatu untuk mengantarai atau menghubungkan. Dalam pembelajaran verbal, mediator menunjuk pada proses yang mana
individu menghubungkan suatu stimulus untuk direspon. Meyers dan Milan mencatat tentang penyempurnaan tugas dengan tipe
mediator pada subjek tunagrahita. Subjek dibelajarkan dengan strategi mediasi atau disediakan mediator-mediator sebagai kalimat hubungan
rangsangan dan respon. Hal ini bertujuan memfasilitasi pembelajar tunagrahita dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan pasangan
Mumpuniarti, 2007:20. Dalam pembelajaran pada tunagrahita diperlukan mediasi dengan penggunaan kata-kata yang berpasangan sebagai penunjuk
antara rangsangan dan responnya. Penggunaan mediasi ini agar materi yang dipelajari ada kebermaknaannya.
Cara penggunaan mediator dan pengelompokan materi tersebut berimplikasi pada pembeljaran bagi para tunagrahita. Pertama, materi yang
disajikan adalah yang familiar atau relevan dengan kehidupan anak-aak tunagrahita
kategori ringan
sehari-hari. Kedua,
informasi harus
dikelompokkan atau diorganisasikan ke bagian-bagian yang bermakna.
3. Aspek Ingatan Tunagrahita Kategori Ringan