41 dan efisien, setiap satuan pendidikan harus melaksanakan penilaian kelas
ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta
didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik, memperbaiki proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta
didik, dan menentukan kenaikan kelas. e. Pengembangan Peserta Didik
Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kegiatan tambahan di suatu lembaga
pendidikan yang dilakukan di luar kegiatan kurikuler sebagai bentuk pengembangan minat dan bakat peserta didik, b kegiatan pengayaan
bagi siswa cemerlang dan kegiatan remedial atau pengulangan materi bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dan c bimbingan
konseling pendidikan untuk membantu kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
C. Kerangka Pikir
Kesulitan yang dialami oleh semua anak tunagrahita kategori ringan adalah kemampuan untuk berpikir abstrak dan keterbatasan di bidang
kognitif yang berakibat pada aspek kemampuan lainnya yang digunakan untuk proses belajar. Kemampuan itu menyangkut perhatian, ingatan, dan
kemampuan untuk generalisasi. Hal ini menyebabkan anak tunagrahita
42 kategori ringan tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah biasa bersama
dengan anak-anak normal lainnya. Agar anak tunagrahita kategori ringan dapat belajar bersama dengan
anak-anak normal lainnya dalam kelas reguler, guru harus melakukan modifikasi pembelajaran. Untuk anak-anak tunagrahita kategori ringan,
materi pembelajaran dimodifikasi ke arah konkrit dan fungsional serta dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, metode pembelajaran yang
digunakan guru juga harus bervariatif agar anak-anak tunagrahita ringan merasa tertarik dan lebih memahami materi pelajaran yang diberikan. Media
pembelajaran yang digunakan guru haruslah alat peraga atau situasi pembelajaran yang nyata sesuai bentuk atau situasi aslinya. Apabila benda
atau situasi nyata tidak memungkinkan, maka guru dapat menggunakan benda tiruan atau simulasi situasi atau kejadian yang mirip dengan aslinya.
Kemudian, evaluasi yang dilakukan juga haruslah berbeda dengan yang dilakukan kepada anak normal.
Selain modifikasi-modifikasi tersebut di atas, dalam membelajarkan anak-anak tunagrahita kategori ringan, guru harus memperhatikan prinsip-
prinsip khusus. Prinsip-prinsip khusus tersebut antara lain: a memberi pelajaran yang konkrit dan fungsional terhadap kehidupan anak, b
pembelajaran dilakukan secara sedikit demi sedikit, urut dari materi yang mudah ke yang sulit, dan dilakukan secara berulang-ulang, c pemberian
motivasi kepada anak dalam penyelesaian tugas-tugasnya, d menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak, e menggunakan alat
43 peraga, f berkomunikasi dengan orang tua atau keluarga anak mengenai
perkembangan belajar anak, dan g membangun kebiasaan yang baik dan kemampuan anak melalui keterampilan.
Hal tersebut dipertegas oleh Snell Mumpuniarti, 2007:141 yang menyatakan bahwa keterampilan fungsional adalah pengajaran yang
berfokus pada kemandirian anak untuk kehidupan di keluarga, sekolah, tempat kerja, maupun di masyarakat. Untuk itu, keterampilan tersebut perlu
didukung dengan pembelajaran akademik di sekolah. Kenyataannya, di kelas III SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta
terdapat lima anak tunagrahita kategori ringan. Anak ini duduk dan belajar bersama anak-anak normal dan anak-anak lain dengan karakteristik dan
kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Dalam kelas ini, materi pelajaran yang diberikan anak-anak tunagrahita kategori ringan tidak berbeda dengan
materi yang diberikan pada anak-anak yang lainnya. Selain itu, guru juga menggunakan metode, media, dan evaluasi yang sama dengan yang
digunakan pada anak-anak lainnya. Hal ini bertentangan dengan prinsip pembelajaran di sekolah inklusi
yang ramah pada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak-anak tunagrahita kategori ringan. Anak-anak tunagrahta ringan diharuskan paham
dan dapat mengikuti pembelajaran yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Padahal dalam kenyataannya, anak-anak tunagrahita mempunyai
keterbatasan dalam ranah berpikir yang menyebabkan mereka tidak mampu
44 mengikuti pembelajaran dengan standar yang digunakan pada anak-anak
normal lainnya. Maka dari itu, pelaksanaan pembelajaran bagi anak-anak tunagrahita
kategori ringan dalam setting inklusif dipandang peneliti sangat penting untuk diteliti. Berdasarkan atas hal inilah, pengkajian mengenai pelaksanaan
pembelajaran dirasa penting untuk dilaksanakan. Adapun hasil dari pengkajian mengenai pelaksanaan pembelajaran ini agar diperoleh
gambaran nyata dan objektif.
D. Pertanyaan Penelitian