Persepsi Masyarakat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis

hasil penelitian Ogbonnaya dan Okeibunor 2005 menunjukkan bahwa sebesar 51,3 mengatakan bahwa filariasis dan hidrokel adalah penyakit yang sangat serius. Semakin masyarakat berpersepsi serius dan parah terhadap suatu penyakit yang diderita maka semakin besar pula untuk mencari tindakan pencegahannya. Masyarakat akan mengubah perilaku mereka berdasarkan persepsi ancaman yang berasal dari ancaman keparahan suatu penyakit. Persepsi masyarakat mengenai manfaat pengobatan sebagian besar positif dengan nilai 66,7. Hasil tersbut lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Santhi 2012 menunjukkan bahwa sebesar 89,1 masyarakat memiliki persepsi terhadap manfaat minum obat pencegahan filariasis. Penelitian yang dilakukan Oktarina 2010 yaitu ada hubungan antara persepsi manfaat responden dengan praktek minum obat pencegahan filariasis.Masyarakat yang merasakan manfaat pencegahan filariasis akan melakukan cara untuk menurunkan peluang mereka untuk terkena penyakit tersebut yaitu dengan minum obat pencegahan filariasis. Akan tetapi jika masyarakat berpersepsi manfaat yang dirasakan kecil dari suatu tindakan pencegahan penyakit maka kemungkinan tindakan yang dilakukan untuk pencegahan akan semakin kecil. Mayoritas mayarakat memiliki persepsi positif terhadap hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis yaitu sebesar 55,6.Penelitian yang dilakukan Astuti, et all 2013 menunjukkan bahwa pada responden yang menghabiskan obat pencegahan filariasis sebanyak 90, sedangkan 78,3 nya menyatakan merasa ada keluhan setelah minum obat, keluhan yang dinyatakan responden adalah merasa pusing sebesar 65,13, kemudian diikuti oleh mual sebesar 29,61 dan ngantuk 28,95. Sebagian responden menyatakan bahwa keluhan dirasakan ketika mengkonsumsi obat pencegahan pada periode awal atau tahun pertama dan kedua kegiatan POMP. Penelitian yang dilakukan Santhi 2012 bahwa persepsi hambatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan minum obat pencegahan filariasis.Hambatan yang ditemukan dalam melakukan tindakan pencegahan suatu penyakit akan mempengaruhi besar kecilnya usaha dari individu tersebut. Masyarakat untuk melakukan suatu tindakan pencegahan penyakit perlu percaya bahwa manfat dari perilaku pencegahan harus lebih besar dibandingkan dengan hambatan yang akan dihadapi CDC, 2004.

D. Perilaku Minum Obat Pencegahan Filariasis

Hasil menunjukkan bahwa 64 responden 71,1 masyarakat sudah meminum obat pencegahan filariasis.Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan kesadaran masyarakat untuk minum obat pencegahan filariasis sudah cukup baik. Namun hasil ini perlu diteliti lebih lanjut karena pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan lembar pertanyaan apakah masyarakat meminum obat pencegahan filariasis, yang dimana ditakutkan adanya hasil bias pada jawabannya. Hasil ini tidak sesuai dengan jumlah sasaran di Desa Cimanggis yaitu sebesar 95,3 masyarakat minum obat pencegahan Filariasis. Hasil pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Noerjoedianto, Ekawaty, dan Herwansyah 2013 di Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan bahwa 71,8 responden sudah meminum obat 2-3 kali yang diberikan oleh petugas kesehatan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Santhi 2012 di Depok menghasilkan perilaku miumm obat pencegahan filariasis sebesar 72,9 dan hasil penelitian yang dilakukan Oktarina 2010 menghasilkan perilaku minum obat pencegahan filariasis sebesar 79,1. Kepatuhan untuk minum obat menurut Sacket Chow 1979 dalam Santhi 2012 sebesar 70 sampai dengan 80 kepatuhan dilakukan dengan tujuan untuk pengobatan dan sebesar 60 sampai dengan 70 kepatuhan dilakukan untuk tindakan pencegahan.

E. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi

1. Hubungan Jenis kelamin dengan Persepsi

Hasil analisis menggunaka Chi square pada persepsi keseluruhan didapatkan nilai p value 1,000, sedangkan pada persepsi kerentanan didapatkan p value 0,684, pada persepsi keseriusan didapatkan p value 0,959, pada persepsi manfaat didapatkan p value 0,819, dan pada persepsi hambatan p value 0,516 dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi masyarakat secara keseluruhan maupun persepsi masyarakat mengenai kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Green yang dikembangkan oleh Rosentstock 1974 dalam Harari dan Legge 2001 yang dikenal dengan health belief model mengatakan bahwa faktor sosiodemografi salah satunya adalah jenis kelamin berpengaruh terhadap persepsi masyarakat. Penelitian mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi pernah dilakukan oleh Suci 2011 di Makasar, dengan sampel yang diteliti berjumlah 60 orang didapatkan nilai p0,05, dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi sakit pada perawatan. Penelitian Suci didukung oleh Kaleta 2009 di Parague dengan sampel lebih banyak yaitu 1,056 orang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi kesehatan. Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dan persepsi dimungkinkan karena tidak seimbangnya jumlah responden antara laki-laki dan perempuan yang dimana jumlah responden laki-laki lebih sedikit dibandingkan