Latar Belakang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis
luas di pedesaan dan perkotaan dan menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin KemenkesRI, 2013. Menurut dataWorld
Health OrganizationWHO tahun 2016 sejauh ini lebih dari 120 juta orang terinfeksi filariasis dengan sekitar 40 juta mengalami cacat dan lumpuh.
Sedangkan sebanyak 1,23 miliar orang yang tersebar di 58 negara beresiko terinfeksi filariasis. Sekitar 80 dari orang-orang tersebut tinggal di 10
negara yaitu Bangladesh, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, India, Indonesia, Myanmar, Nigeria, Nepal, Filipina dan Republik Tanzania.
Di Indonesia filariasis tersebar luas hampir di seluruh provinsi. Rata rata prevalensi
microfilaria di
Indonesia tahun
2014 adalah
4,7 KemenkesRI,2015.Hal ini berarti tingkat penularan penyakit filariasis di
Indonesia masih tinggi. Di Indonesia lebih dari 100 juta orang beresiko untuk terinfeksi filariasis, sehingga menjadikan Indonesia dengan populasi yang
beresiko terinfeksi filariasis terbesar kedua setelah negara India Naito, 2015. Menurut hasil penelitiandi Indonesia dari tahun 2012 hingga tahun 2014
kejadian filariasis mengalami peningkatan. Secara berturut –turut angka
penderita filariasis sebesar 11.903 kasus, 12.714 kasus dan 14.932 kasus. Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua dan Jawa Barat
adalah lima provinsi dengan kasus klinis tertinggi Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2015.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat dengan masalah filariasis limfatik. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
mengatakan, hingga tahun 2015 di Kabupaten Bogor telah ditemukan 55 kasus penyakit filariasis yang tersebar di 22 kecamatan. Kasus ini berasal dari
wilayah Kecamatan Rumpin, Gunung Sindur, Sukamakmur, Cisarua, Tenjo, Ciomas, Parungpanjang, Sentul, Bojonggede, Tenjolaya, Dramaga,
Citeureup, Parung, Jasinga, Cijeruk, Cibungbulang, Ciawi, Sukaraja, Jonggol, Tajurhalang dan Cibinong. Hasil pemeriksaan croos check sampel filariasis di
Kabupaten Bogor menunjukkan Mikrofilaria rate 1,92 sehingga ditetapkan Kabupaten Bogor sebagai daerah endemis filariasis. Kecamatan Bojonggede
sendiri tercatat sebanyak 14,5 penderita filariasis dan merupakan kecamatan dengan kasus filariasis terbanyak dibandingkan dengan kecamatan
yang lain PojokJabar, 2015. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor 2015 Desa Cimanggis RW 03 merupakan desa yang berada di
kecamatan Bojonggede dengan angka filariasis terbanyak yaitu 25 dari jumlah penderita filariasis di Kecamatan Bojonggede.
Penyakit filariasis tidak langsung menyebabkan kematian tetapi diakaui sebagai penyebab kedua kecacatan jangka panjang di seluruh dunia dan
permanen yang berdampak pada masalah psikososial dan ekonomi yang serius Center for Disease Control and Prevention, 2014. Filariasis
disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Filariasis ini menginfeksi jaringan limfe getah bening yang dapat
mengakibatkan pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genetal. Dampak fisik filariasis dapat menyebabkan penderita tidak dapat
bekerja secara optimal bahkan kehidupannya bergantung pada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat bahkan negara Depkes, 2009.
Selain gangguan fisik, cacat akibat manifestasi kronis sering memberikan
gambaran yang menakutkan sehingga dianggap memalukan dan menghalangi peran penderita di masyarakat WHO, 2013.
Untuk menekan angka kejadian filariasis penanggulangan dan eliminasi penyakit filariasis telah menjadi pusat perhatian dan merupakan salah satu
program pengendalian penyakit menular yang harus terus diupayakan secara lebih sistematis dan berkelanjutan. Pada tahun 2000 WHO telah meluncurkan
“The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020”. Indonesia sepakat dengan ikut serta dalam
program eliminasi filariasis. Program eliminasi filariasis terdiri dari dua pilar yaitu dengan
penatalaksanaan kasus dan pemutusan rantai penularan melalui pengobatan masal. Penatalaksanaan kasus dilakukan dengan berbasis perawatan mandiri
dan rumah sakit, sedangkan untuk pengobatan masal dilakukan dengan memberikan DEC yang dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun
minimal 5 tahun DitJen PP dan PL, 2010. Program eliminasi filariasis untuk pertamakali telah dilaksanakan di Kabupaten Bogor termasuk di Desa
Cimanggis pada bulan Oktober 2015 yaitu dengan minum obat pencegahan penyakit filariasis secara serentak. Dari tiga desa yang termasuk dalam wilayah
kerja UPF Puskesmas Kemuning, desa cimanggis adalah desa dengan pencapaian terendah dalam pelaksanaan POPM sebesar 83,9 dari penduduk
minum obat yang sesuai dengan pendataan. Seseorang untuk ikut melaksanakan program kesehatan yang dalam
penelitian ini adalah program eliminasi filariasis dipengaruhi oleh persepsi
masyarakat. Persepsi membentuk pandangan seseorang terhadap suatu kejadian. Pandangan individu ini memotivasi seseorang untuk bersikap dan
bertindak dalam sebagain besar aktivitas hidupnya. Adanya Persepsi masyarakat yang salah terhadap suatu penyakit dapat menyebabkan program
kesehatan akan berjalan kurang intensif, tidak konsisten dan tidak berkelanjutan. Masih adanya Persepsi masyarakat yang salah mengenai
penyakit filariasis dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso, et all2014 sebagian masyarakat yang tidak mengetahui penyebab Filariasis
memiliki persepsi bahwa filariasis bukan penyakit menular melainakan karena keturunan, sehingga bila tidak ada anggota keluarga yang terkena filariasis
maka mereka beranggapan bahwa tidak mungkin akan terkena filariasis. Pemahaman masyarakat terhadap suatu penyakit berbeda
–beda antara kelompok masyarakat.
Studi pendahuluan telah dilakukan peneliti terhadap warga di RW 03 Desa Cimanggis mengenai persepsi mereka terhadap penyakit Filariasis. Studi
pendahuluan dilakukan dengan metidewawancara pada 10 orang warga. 6 dari 10 warga mengatakan mereka tidak meminumobat pencegahan filariasis karena
takut dengan efek samping obat tersebut. Sedangkan 4 dari 10 mengatakan filarisis adalah bengkak pada daerah kaki dan lengan, filariasis disebabkan oleh
nyamuk, mereka mengatakan rentan terkena filariasis karena lingkungan terdapat pohon
–pohon yang rimbun dan got bergenang dan filariasis termasuk penyakit yang serius. 1 orang mengatakan karena kualat terhadap orang dan
menginjak beras dan 5 orang mengatakan tidak tahu penyabeb filariasis, filariasis hanya bengkak pada daerah kaki, tidak tahu bagaimana penularannya,
penularan melalui kontak langsung dengan penderita, mereka mengatakan tidak rentan terkena filariasis karena belum pernah melihat penderita filariasis.
Dari hasil studi pendahuluan dapat dilihat bahwa persepsi individu berbeda
–beda, hal tersebut sejalan dengan teori Notoatmodjo 2007 yang mengungkapkan bahwa persepsi masyarakat dapat berbeda pada tiap kelompok
masyarakat. Menurut Becker, 1974 dalam Noorkasiani, 2009 persepsi yang berbeda di pengaruhi oleh faktor demografi usia, jenis kelamin, pendidikan,
faktor sosiopsikologis, faktor struktural pengetahuan, pengalaman terhadap suatu penyakit. Adanya persepsi yang berbeda
–beda di RW 03 Desa Cimanggis membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
Faktor- faktor yang berhubungan dengan persepsi di RW 03 Desa Cimanggis.