Pendekatan Teori Hukum dalam Putusan Cerai Talak

hakim tersebut adil terhadap para pencari keadilan dengan melakukan penafsiran hukum 17 dengan menggunakan salah satu dari ketiga teori tersebut atau dengan menggabungkan antara undang-undang yang berlaku dengan ketiga teori tersebut. Contoh ketika suami isteri sudah tidak ada lagi kecocokan dan ingin memutuskan hubungan perkawinan dengan jalan cerai, dalam proses perceraian tersebut memperselisihkan harta bersamanya ketika didapat selama perkawinan dengan singkat cerita bahwa diketahui: perempuan kewajibannya di dapur dan suami kewajibannya bekerja ketika hal ini berjalan normal berarti Kompilasi menentukan bahwa penghasilan menjadi 50:50. Jika hakim memutus berdasarkan KHI bahwa suami dan isteri mendapatkan bagiannya 50:50 ini menjadi putusan yang tidak adil bagi isteri. Hakim tidak memutus seperti itu, maka hakim tersebut sudah keluar dari Kompilasi. Ketika keluar dari Kompilasi barulah kita kaitkan dengan pendapat ulama, kitab-kitab fikih, bisa juga hakim berpendapat sendiri. Artinya, kadang hakim menggunakan KHI, kadang menggunakan kitab-kitab fikih, kadang hakim menggunakan analog, kadang menggunakan yurisprudensi dan terkadang hakim menggabungkan semuanya. 18 Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwasannya perundang-undagan memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri ketika dihadapkan dengan suatu masalah. Suatu masalah apabila dirasa adil dengan menggunakan perundang-undangan yang berlaku maka 17 Wawancara Pribadi dengan Mustofa. Jakarta, 26 Maret 2015. 18 Wawancara Pribadi dengan Saifuddin. Jakarta, 26 Maret 2015. bisa dikatakan bahwa undang-undang tersebut sudah efektif. Tetapi apabila undang-undang dihadapkan dengan suatu masalah yang apabila tetap menggunakan undang-undang tersebut tidak terciptanya rasa adil, maka hakim diharuskan menggunakan penafsirannya dalam memutus perkara.

D. Analisis Penulis

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya bahwa perkara cerai talak pada tahun 2010 yang diputus sebanyak 666 perkara dengan rincian: bulan Januari sebanyak 60 perkara, Februari 57 perkara, Maret 51 perkara, April 50 perkara, Mei 69 Perkara, Juni 58 Perkara, Juli 83 Perkara, Agustus 66 Perkara, September 31 perkara, Oktober 48 perkara, November 47 perkara dan Desember 46 perkara. Dari jumlah perkara tersebut penulis mengambil sample sebanyak 10 dari jumlah yang ada. Maka dapat diketahui dasar pertimbangan hakim yang digunakan pada perkara cerai talak tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah sesuai menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Peradilan Agama diantaranya: Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana yang diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan ke-II dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Aturan Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, Yurisprudensi. Dalam hal ini hakim telah tepat menerapkan hukum acara mengenai tata cara pemeriksaan dan penyelesaian sengketa cerai talak. Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa peraturan perundang- undangan yang digunakan hakim sebagai dasar pertimbangan hukum pada perkara cerai talak 2010, sebagai berikut: KHI digunakan sebanyak 50 atau 100 pada perkara cerai talak, PP No. 9 Tahun 1975 digunakan sebanyak 47 atau 94 pada perkara cerai talak, UU No. 1 Tahun 1974 digunakan sebanyak 43 atau 86 pada perkara cerai talak, UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan ke-II dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 digunakan sebanyak 40 atau 80 pada perkara cerai talak, kitab Ahkam Al-Qur’an juz II atau kaidah fiqhiyah digunakan sebanyak 3 atau 6 pada perkara cerai talak, dan Yurisprudensi digunakan sebanyak 3 atau 6 pada perkara cerai talak. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara cerai talak tahun 2010 menganut teori hukum positivisme telihat pada semua dasar pertimbangan hukum menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang pada dasarnya teori hukum positivisme adalah hukum positif di Indonesia yang tertulis yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan itu pasti karena hukum merupakan perintah dari penguasa, bersifat tetap dan sistem hukum haruslah sistem yang bersifat logis. Dari sisi sumber hukum yang digunakan dalam memutus perkara hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan hanya menggunakan rujukan Undang-undang atau hukum yang berlaku di Indonesia. Jadi teori positivisme adalah hukum yang diputus berdasarkan aturan yang berlaku dengan istilah hakim menjadi corong + , undang-undang tidak lagi berijtihad. Hanya sedikit hakim agama yang menganut teori hukum progresif yaitu hakim menggunakan pemikiran hukum atau ijtihad dalam pertimbangannya, hakim tidak hanya menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga menggunakan dalil- dalil diluar perundang-undangan, karena teori hukum progresif ini diartikan sebagai kearah kemajuan yang melakukan terobosan pembebasan. Pembebasan tersebut didasarkan pada prinsip bahwa hukum itu untuk manusia bukan sebaliknya, hukum ada karena kebutuhan manusia. Hakim bisa dengan bebas berijtihad menggunakan pemikirannya atau tafsirannya dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang disesuaikan dengan kebutuhan saat itu, dengan demikian teori progresif ini merupakan terobosan hukum yang menegaskan bahwa hukum itu tidak dibuat secara sengaja, tetapi ada dari manusia itu sendiri dengan mengutamakan asas keadilan. Namun dari sini, penulis menganalisa bahwa sesungguhnya syarat lulus menjadi hakim yaitu dapat membaca kitab kuning, tidak terlalu relevan bahkan tidak digunakan kembali oleh hakim ketika mereka membuat pertimbangan hukum. Namun demikian, penulis menilai hakim di Pengadilan Agama tetap menggunakan asas teori keadilan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Keadilan ini merupakan sebuah harapan dari para pencari keadilan yang mempercayakan kepada hakim untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya tidak peduli pertimbangan hakim tersebut bersumber dari perundang-undangan yang berlaku atau sebuah ijtihad hakim itu sendiri. Karena hukum mempunyai fungsi untuk memberikan keadilan atau - . perlindungan terhadap kepentingan manusia. Hal ini terlihat pada kepala putusan yang menyatakan “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.” Oleh karena itu, hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanannya, hukum terkadang berlangsung secara normal dan damai, akan tetapi terkadang juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam hal ini, hukum yang dilanggar harus ditegakkan dalam penegakan hukum karena penegakan hukum ini menyangkut kegiatan penindakan terhadap segala pelanggaran atau penyimpangan terhadap perundang-undangan melalui proses peradilan. Ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam menegakkan hukum yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi masalah atau sengketa karena hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, dengan adanya kepastian hukum maka masyarakat akan merasa lebih aman dan sejahtera. Dari pelaksanaan atau penegakan hukum masyarakat mengharapkan manfaat karena dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. Lain halnya dengan hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat, sehingga menyulitkan aparat penegak hukum dalam hal ini adalah hakim dalam menyelesaikan suatu perkara. Adakalanya hakim dihadapkan dengan suatu masalah yang belum ada hukum atau peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan masalah yang bersangkutan. Dengan menggunakan metode penafsiran hakim atau ijtihad para ulama dalam kitab fikih klasik hakim diharapkan dapat menyelesaikan masalah dengan cara menganalogikannya. Segenap pertimbangan putusan hakim diatas hanya menggunakan konsep perundang-undangan tidak lagi kitab fikih digunakan sebagai sumber rujukan pada putusan cerai talak. Hal ini sangat disayangkan mengingat syarat menjadi seorang hakim adalah dapat membaca kitab kuning artinya seorang hakim dituntut untuk bisa memahami isi dari kitab-kitab fikih klasik hasil para ijtihad ulama agar hakim di Pengadilan Agama dapat berijtihad berdasarkan kitab fikih dalam membuat pertimbangan putusan dan lebih menggali lagi dari hukum yang telah ada, tidak dengan semata-mata hanya merujuk kepada perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saja, dengan tidak diterapkannya kembali kitab fikih dalam pertimbangan putusan maka hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak lagi membuat pertimbangan selain dari peraturan perundang-undangan atau ijtihad baru dan hakim hanya lebih menerapkan aturan dari yang telah ada.

Dokumen yang terkait

Efektifitas hakim mediasi dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

1 21 100

Putusan Pengadilan Agama Kota Tangerang dalam perkara cerai talak dengan alasan isteri mafqud

7 109 72

Penerapan maslahah mursalah dalam Khi dan pengaruhnya terhadap Putusan Hakim: studi kasus Putusan Cerai gugat karena suami poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2007

4 52 117

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PERKARA PERCERAIAN (Studi Kasus Putusan Nomor Register Perkara 1055Pdt.G2009PA. Kra di Pengadilan Agama Karanganyar)

0 8 87

HAK EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA.

3 12 75

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM TENTANG AKIBAT HUKUM CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 146

PENETAPAN KADAR NAFKAH IDDAH DAN MUT’AH OLEH HAKIM PADA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA (Studi Putusan Cerai Talak Tahun 2017) - Test Repository

0 1 229

Kaidah Hukum Islam dalam Pertimbangan Hukum Putusan Hakim ( Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Tahun 2017 di Pengadilan Agama Kelas 1 A Makassar) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 136

Tinjauan KHI dan PP No. 10 tahun 1983 terhadap pertimbangan hakim tentang hak-hak istri dalam perkara cerai talak di pengadilan agama Pacitan tahun 2016. - Electronic theses of IAIN Ponorogo

0 0 104

ANALISIS PERKARA DALAM PUTUSAN NOMOR 0022Pdt.G2014PA.Mn TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA KOTA MADIUN SKRIPSI

0 1 75