proses sosialisasi hukum law illumination processLIP dan proses penegakan hukum law enforcement processLEP.
22
Penyiapan suatu perangkat hukum yang demokratis memerlukan beberapa syarat, yaitu: suatu masyarakat yang terbukatransparan dan
demokratis, suatu kelembagaan politik partai-partai politik yang terbuka dan demokratis, suatu kelembagaan perwakilan rakyat yang dihasilkan oleh suatu
proses pemilu yang demokratis, dan sesuatu pemerintah eksekutif yang lahir dari proses pemilu yang demokratis.
23
Penegakan hukum menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat itu sendiri, dan lembaga-lembaga peradilan yang
terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan serta lembaga-lembaga advokasi yang ada.
Terwujudnya penegakan hukum yang adil dan menjamin kepastian hukum merupakan harapan seluruh warga masyarakat yang memiliki rasa
keadilan dan telah lama mengharapkan instansilembaga-lembaga tersebut berperan aktif dengan menjungjung tinggi rasa keadilan masyarakat.
24
Sesungguhnya penegakan hukum itu berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian serta ketentraman di dalam masyarakat itu
sendiri. Oleh karena itu, masyarakat bukan saja dapat memengaruhi tetapi sangat
22
Ibid., h. 55.
23
Sutan Remy Sjahdeini dan dkk. Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006, h. 120.
24
Ibid., h. 133.
menentukan penegakan supremasi hukum. Dengan demikian, tidaklah cocok kalau aparat pembuat dan penegak hukum hanya berkiblat kepada aliran legisme
atau legal positivisme.
25
Selain masyarakat bagian penting dalam pelaksanaan penegakan hukum lainnya adalah peranan dari para penegak hukum
26
karena tujuan dari pada penegakan hukum bukan menimbulkan disintegrasi di antara
lembaga penegakan hukum, tetapi bagaimana memaksimalkan penegakan hukum yang nondiskriminatif.
27
Penegakan hukum dapat terwujud dimulai dari partisipasi masyarakat itu sendiri, kemudian dibantu oleh aparat penegak hukum dalam menerapkan
keadilan. Keduanya merupakan satu kesatuan dalam membentuk keadilan. Masyarakat mengharapkan terciptanya rasa keadilan dan aparat menginginkan
adanya kontribusi baik dari masyarakat dalam bekerja sama membangun kehidupan lebih baik lagi, kehidupan masyarakat lebih tertib lagi, dan terciptanya
rasa keadilan. Kedua faktor tersebut berperan penting dalam penegakan hukum.
25
Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum; Makna Dialog antara Hukum Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 239.
26
Sutan Remy Sjahdeini dan dkk. Penegakan Hukum di Indonesia, h. 136.
27
Indriyanto Seno Adji, Humanisme dan Pembaruan Penegakan Hukum, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009, h. 5.
9
BAB III KAJIAN UMUM TENTANG FIKIH SEBAGAI SUMBER HUKUM
PERKARA CERAI TALAK
A. Pengertian dan Dasar Hukum Cerai Talak 1. Pengertian Cerai Talak
Talak secara etimologi adalah yang mempunyai arti
“melepaskan atau meninggalkan”.
1
Wahbah Zuhaily dalam kitabnya “Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu” memberikan definisi talak sebagai berikut:
Talak ialah “Melepaskan ikatan pernikahan atau melepaskan tali akad nikah dengan lafaz at-talak dan semisalnya.”
2
Abdurrahman Al-Jaziry dalam kitabnya “Al-Fiqh Ala Mazahib Al Arba’ah mendefinisikan talak sebagai berikut:
Talak ialah “Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu.”
3
1
Imam Al-Allamah ibn Manzur, Lisan al-Arab, Kairo: Dar Al Hadis, 2003, h. 630.
2
Wahbah Zuhaily, Al-Fikh Al-Islamy Wa Adillatuhu, Juz IX Damaskus: Dar Al-Fikr, 2007, h. 6873
3
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahib Al Arba’ah, Mesir: Dar Al Haisam, t.th, h. 964.
Secara harfiyah talak itu berarti lepas dan bebas. Dalam mengemukakan arti talak secara terminologis kelihatannya ulama
mengemukakan rumusan yang berbeda namun essensinya sama. Al-Mahalli dalam kitabnya “Syarh Minhaj al-Thalibin” merumuskan:
“Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya.”
4
Talak dapat terjadi bila diantara suami dan isteri sudah tidak dapat mempertahankan mahligai rumah tangganya. Islam memang membolehkan
talak tersebut dengan catatan bahwa dalam perkawinan tersebut sudah tidak ada manfaatnya, justru yang terlihat lebih banyak mudharatnya, barulah pintu
perceraian dapat terbuka. Kata talak secara terminologi terdapat beberapa para ulama
mendefiniskannya, sebagai berikut: a. Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali mendefinisikan talak sebagai
pelepasan ikatan perkawinan secara langsung b. Mazhab Syafi’i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan
lafadz talak atau semakna dengan lafaz itu. c. Mazhab Maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang
menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami isteri.
4
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, cet. II, Jakarta: Kencana, 2005, h. 125-126.
d. Prof. Subekti, S.H. mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu.
5
e. Sayyid Sabiq dalam kitabnya Al-Fiqhu Sunnah mendefinisikan:
Talak adalah “Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.” fotenote
f. Kompilasi Hukum Islam KHI dalam Pasal 117, bahwa talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan.
6
g. Sahlani Hensyah mendefinisikan perceraian dalam hukum positif ialah suatu keadaan dimana antara seorang suami dan seorang isteri telah terjadi
ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.
7
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa talak adalah sebuah lafaz yang di ucapkan seorang suami kepada isterinya untuk
melepaskan ikatan perkawinan yang terjadi akibat ketidakcocokan diantara mereka.
5
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. XXXIII, Jakarta: Intermasa, 2011, h. 42.
6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2007, h. 227.
7
Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, cet. II, Jakarta: RMBooks, 2012, h. 174.
2. Dasar Hukum Cerai Talak
Dasar hukum yang digunakan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist, penulis akan mencantumkan beberapa ayat Al-Qur’an serta hadist yang
menjadi dasar hukum cerai talak, antara lain: a. Firman Allah SWT:
Artinya: “Talak yang dapat dirujuki dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya suami isteri tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. Kemudian jika si suami mentalaknya
sesudah Talak yang kedua, Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya bekas suami pertama dan isteri untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang mau mengetahui.” Q.S. Al-Baqarah
2: 229-230.
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin
lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang maruf. Itulah yang dinasehatkan kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.” Q.S. Al-Baqarah, 2: 232.
b. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Hakim, berbunyi:
: :