Syarat-syarat Talak Konsep Fikih tentang Cerai Talak 1. Macam-macam Perceraian
Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Kewenangan pengadilan dalam melaksanakan proses perceraian dapat dilihat dari agama yang dianut oleh suami isteri. Jika perkawinan mereka
dilakukan menurut agama Islam, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Agama. Bagi suami isteri yang melaksanakan
pernikahan menurut agama selain Islam dan perkawinannya dicatat di Kantor Catatan Sipil, maka yang berwenang adalah Pengadilan Negeri.
Perceraian di lingkungan Peradilan Agama sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 pada Bab IV Bagian kedua
paragrap 2 dan 3 bahwa perceraian itu ada dua bentuk: pertama, cerai talak adalah pemecahan perkawinan atau perceraian yang datang dari pihak suami,
kedua, cerai gugat adalah pemecahan perkawinan atau perceraian yang diajukan oleh isteri.
26
Kedua bentuk tersebut hasil akhirnya memang sama-sama perceraian, akan tetapi prosedurnya menurut perundang-undangan adalah
berbeda. Perundang-undangan
memberikan pembedaan
terhadap perkara
perceraian, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Hal ini disebabkan karena karakteristik perundang-undangan menghendaki demikian, sehingga proses atas
kehendak suami berbeda dengan proses atas kehendak isteri. Yang dimaksud
26
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: Dina Utama, 1993, h. 139.
dengan cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
27
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 66 ayat 1 menjelaskan bahwa, pengertian cerai talak yaitu “Seorang suami yang
beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak”.
Dengan demikian, apabila suami hendak mengucapkan ikar talak, ia tidak mengajukan gugatan cerai melainkan mengajukan permohonan izin untuk
mengucapkan ikrar talak.
28
Sedangkan cerai gugat yaitu perceraian suami isteri yang inisiatif perceraiannya itu berasal dari isteri.
29
Dalam UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 73 ayat 1, menjelaskan bahwa “Gugatan perceraian diajukan oleh isteri
atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat”. Pada Kompilasi Hukum Islam KHI Pasal 132 ayat 1 menerangkan bahwa “Gugatan perceraian diajukan
oleh isteri atau kuasanya, pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
27
Undang-undang Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusindo Mandiri, 2003, h. 46.
28
A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, h. 41.
29
A. Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN JKT, 2006, h. 65.