BAB II TINJAUAN TEORI HUKUM DALAM PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA
A. Teori Hukum Positivisme
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan positivisme sebagai aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan
pengalaman dan ilmu yang pasti.
1
Positivisme adalah sebuah posisi filosofis yang menegaskan bahwa pengetahuan ilmiah yang berasal dari observasi terhadap data
dari pengalaman dan bukan dari spekulasi yang berusaha untuk “melihat ke balik” fakta-fakta yang diobservasi untuk mengetahui sebab utama, makna
ataupun esensi.
2
Hukum tidak bisa dilepaskan dari sejarah manusia, maka sudah sangat jelas bahwa perkembangan dan perubahan hukum tidak lepas daari dinamika
sosial dengan segala kepentingan yang sesungguhnya berada dibelakang hukum. Hukum itu sendiri
tidak bisa dielakkan selalu berkembang, namun perkembangannya tidak bisa dipastikan berkembang kearah-arah tertentu.
Masyarakat berubah, hukum juga harus berubah. Jika masyarakat Indonesia
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 890.
2
Roger Cotterrell, Sosiologi Hukum, Bandung: Nusa Media, 2012, h. 12.
sudah merdeka dari bangsa jajahan, maka hukumnya juga harus bersejalan dengan perubahan itu.
3
H.L.A. Hart mengemukakan ciri-ciri positivisme, sebagai berikut: 1. Hukum hanyalah perintah penguasa,
2. Tidak ada hubungan mutlak antara hukum, moral dan etika,’ 3. Analisa tentang konsepsi-konsepsi hukum dibedakan dari penyelidikan
sejarah dan sosiologi, 4. Sistem hukum haruslah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup yang
diperoleh atas dasar logika, tanpa mempertimbangkan aspek sosial, politik, moral, maupun etika.
4
Positivisme hukum dalam perkembangannya terbagi menjadi 2 dua aliran, yaitu: aliran Hukum Positif Analitis Analitical Jurisprudence dengan
tokohnya John Austin, dan aliran Hukum Murni Reine Rechts Lehre dari Hans Kelsen. Austin mengemukakan tiga hal pokok positivisme hukum, yaitu:
1. Satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan yang tertinggi pada suatu negara. Dengan demikian, hukum adalah perintah dari kekuatan politik di
suatu negara yang memegang kekuasaan tertinggi kedaulatan di suatu negara,
3
Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum; Makna Dialog antara Hukum Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 219-220.
4
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, cet. II, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2007, h. 162.