2.10 Kerangka Konseptual
Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan variabel ukuran perusahaan, winnerloser stock, nilai
perusahaan, debt to equity rasio, dan leverage finansial sebagai variabel
independen dan perataan laba sebagai variabel dependen. Kerangka koseptual
dalam penelitian ini aadalah sebagai berikut :
H1
H2
H3
H4
H5
H6
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Ukuran Perusahaan X1
WinnerLoser Stock X2
Nilai Perusahaan X3
Debt to Equity Ratio X4
Leverage Finansial X5
Perataan Laba Y
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hipotesis Penelitian 2.9.1 Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba
Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya perusahaan. Secara umum ada tiga kategori ukuran perusahaan
yakni perusahaan besar large firm, perusahaan sedang medium firm, dan perusahaan kecil small firm. Salah satu cara untuk mengukur suatu perusahaan
ialah dengan melihat total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal ini didukung dengan penyataan yang diberikan oleh Wijaya 2009 yang mengatakan
bahwa“ total akita biasanya dipakai untuk mengukur perusahaan karena perusahaan yang besar selalu diidentikkan dengan total
aktiva yang besar juga”.
Perusahaan dengan jumlah aktiva yang lebih besar akan dikategorikan sebagai perusahaan besar. Perusahaan ini umumnya akan mendapatkan perhatian
lebih dari berbagai pihak seperti analisis, investor, maupun pemerintah. Oleh karena itu perusahaan ini akan berusaha semaksimal mungkin menghindari
fluktuasi laba yang terlalu drastis. Moses 1987 dalam Arfan dan Wahyuni 2010 menemukan bukti bahwa “perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan
yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan yang lebih besar
menjadi subjek pemeriksaan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum.” Pernyataan ini didukung oleh Watts dan Zimmerman 1986 dalam
Suryandari 2013 yang menyatakan bahwa ada tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya income smooting salah satunya ialah political cost
hypothesis. Ia mengatakan bahwa “perusahaan yang lebih besar melakukan
Universitas Sumatera Utara
income smoothing dikarenakan aktivitasnya yang melibatkan hajat hidup orang banyak dan dengan laba yang tinggi pemerintahn akan segera mengambil tindakan
misalnya menaikkan pajak pendapatan perusahaan”.
Hal diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsidatul Hasanah2008 dan Muhammad Arfan dan Desry Wahyuni 2010 yang
mengatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik peratan laba. H1 : Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.
2.9.2 WinnerLosser Stock Terhadap Perataan Laba
WinnerLosser Stock menggambarkan perubahan harga saham suatu perusahaan dalam satu periode perusahaan. Dikatakan winner stock jika harga
saham pada periode sekarang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan dikatakan losser stock jika harga saham pada periode sekarang lebih
rendah dari harga saham periode sebelumnya. Investor lebih menyukai perusahaan yang mempunyai posisi winner stock karena akan memberikan keuntungan yang
lebih besar kepada investor. Capital gain yang bisa didapatkan oleh investor akan lebih tinggi lagi karena jika harga saham terus meningkat maka harga jualnya juga
akan meningkat. Dengan begitu capital gain yang akan didapatkan oleh investor lebih tinggi lagi. Harga saham yang tinggi juga akan menarik minat investor
karena investor menilai manajemen perusahaan dapat mengelola usahanya dengan baik.
Oleh sebab itu manajemen perusahaan winner stock akan berusaha mempertahankan posisi perusahaannya pada posisi winner stock dan manajemen
Universitas Sumatera Utara
perusahaan losser stock akan berusaha untuk meningkatkan posisi perusahaannya ke posisi winner stock. Salah satu cara yang akan dilakukan oleh manajemen
perusahaan untuk mempertahankan posisinya pada winner stock ialah dengan melakukan tindak perataan laba. Jika perusahaan tersebut terus mengalami
peningkatan laba, maka investor akan semakin tertarik kepada perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut dianggap dapat terus memberikan keuntungan kepada
investor. Dengan begitu harga saham perusahaan tersebut dipasaran juga akan terus mengalami kenaikan dan perusahaan tersebut akan tetap pada posisi winner
stock. Pernyataan ini didukung oleh Salno dan Baridwan 2000 dalam Arfan dan Wahyuni 2010 yang mensinyalir bahwa “ adanya kemungkinan manajemen
perusahaan winner stock melakukan perataan laba untuk mencapai atau mempertahankan posisinya di kelompok winnor stock.” Selanjutnya Salno dan
Baridwan 2000 dalam Arfan dan Wahyuni 2010 mengemukakan bahwa “hal ini dilatarbelakangi oleh kepentingan manajemen perusahaan winner stock untuk
mencapai dan mempertahankan shareholder’s value melalui posisinya di kelompok winner stock dengan tetap menjaga variabilitas laba perusahaan dari
waktu ke waktu.”
H2 : Winnerlosser stock mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.
2.9.3 Nilai Perusahaan Terhadap Perataan Laba
Salah satu tujuan dari perusahaan ialah meningkatkan kesejahteraaan pemiliknya. Investor akan berminat untuk membeli saham suatu perusahaan bila
ia yakin bahwa perusahaan tersebut akan menjamin kesejahteraannya. Dengan
Universitas Sumatera Utara
semakin tingginya nilai perusahaan maka akan ssemakin tinggi pula kemakmuran para pemegang sahamnnya. Menurut Retno dan Priantinah 2012 “ Nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat
Harga saham merupakan cerminan dari nilai suatu perusahaan. harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran saham tersebut.
Juka permintaan akan saham terus meningkat maka harga saham perusahaan tersebut juga akan mengalami peningkatan demikian sebaliknya. Hal ini juga
dapat berarti bahwa jika semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, maka harga saham tersbut akan semakin tinggi. Harga
saham suatu perusahaan dipasaran akan menentukan nilai perusahaan tersebut di mata investor. Jika harga sahamnya semakin tinggi maka akan semakin baik pula
nilai perusahaan tersebut. Harga saham yang tinggi dapat menggambarkan bahwa manajemen perusahaan dapat mengelola perusahaannya dengan baik sehingga
dapat menghasilkan laba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Algery 2013 bahwa “ Semakin baik perusahaannya mengelola usahanya dalam memperoleh
keuntungan, semakin tinggi juga nilai perusahaan tersebut di mata para investor.”
Pada prinsinya, tujuan investor membeli saham ialah untuk mendapatkan dividen serta dapat menjual saham tersebut pada harga yang lebih tinggi. Laba
merupakan salah satu indikator untuk menarik minat invertor untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Para emiten yang menghasilkan laba yang semakin tinggi
akan meningkatkan tingkat kembalian yang diperoleh para investor yang tercermin melalui harga sahamnya. Oleh karena itu manajemen dapat melakukan
Universitas Sumatera Utara
manipulasi terhadap laba untuk dapat menarik minat investor karena manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan para pemegang saham.
Salah satu praktik manipulasi laba yang dapat dilakukan oleh manajemen yakni dengan melakukan praktik perataan laba. Menurut Yulianto 2007 dalam Arfan
dan Wahyuni 2010 bahwa “ praktik perataan laba meliputi usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual laba yang
direlisasikan lebih besar dari laba normal, dan usaha untuk memperbesar laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba normal.” Dengan begitu
setiap tahun perusahaan tidak akan mengalami penurunan laba melainkan peningkatan laba sehingga harga saham perusahaan tidak akan jatuh melainkan
terus meningkat dan hal itu juga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Pernyataan ini didukung oleh Suranta dan Mediasturi 2004 dalam Noviana dan
Yuyetta 2011 yang mengatakan bahawa “perusahaan yang memiliki nilai pasar yang tinggi cenderung akan melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan
perusahaan akan cenderung menjaga konsistensi labanya agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi sehingga dapat lebih menarik arus sumber daya ke dalam
perusahaannnya”. Menurut Soliha dan Taswan 2002 dalam Kurnia dan Ayuningtias 2013 “hal ini juga yang menjadi keinginan perusahaan, sebab nilai
perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang juga tinggi”.
Price to Book Value PBV dapat digunakan untuk menilai perusahaan. Sudana 2011 menyebutkan bahwa “perusahaan yang dikelola dengan baik dan
beroperasi secara efisien dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan daripada nilai bukunya”. PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya terhadap prospek perusahaan. Rasio PBV sangat membantu untuk
menentukan saham-saham yang mengalami undervalued, saham yang overvalued, dan wajar. Rasio ini akan membandingkan nilai pasar harga saham
dengan nilai bukunya. Nilai buku per saham merupakan antara modal dengan jumlah saham yang beredar. Oleh karena itu Brigham dan Gapenski 2006 dalam
Kurnia dan Ayuningtias 2013 berpendapat bahwa “untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham perusahaan harus dapat meningkatkan harga saham,
karena harga saham yang tinggi atau naik dapat meningkatkan PBV.” H3 : Nilai perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.
2.9.4 Debt to Equity Ratio Terhadap Perataan Laba
Ketika kreditor hendak menginvestasikan uangnya keperusahaan, maka ia akan menganalisis bagaimana kemampuan perusahaan dalam melunasi utang-
utangnya. Menurut Sadalia 2010 hal ini disebabkan karena “semakin banyak utang badan usaha, maka semakin besar kemungkinan badan usaha tidak mampu
memenuhi hak kreditor. Salah satu alat analisis yang dapat dipakai oleh para investor ialah dengan menghitung debt to equity ratio DER. Menurut Sadalia
2010 rasio debt to equity ratio adalah “perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan
untuk memenuhi seluruh kewajibannya”. Masodah 2007 dalam Arfan dan Wahyuni 2010 menjelaskan bahwa
debt to equity ratio berpengaruh terhadap perataan laba karena “ debt to equity ratio yang tinggi mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam
Universitas Sumatera Utara
memperoleh dana tambahan karena minimnya modal yang digunakan untuk perlindungan utang, sehingga perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya pada
saat jatuh tempo.” Ketika perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi maka semakin tinggi pula resiko yang akan dihadapi investor sehingga investor
akam meminta tingkat keuntungan yang tinggi pula. Hal ini dapat memicu perusahaan untuk melakukan tindak perataan laba karena tingkat utang
perusahaan yang tinggi akan menpunyai risiko yang tinggi pula, maka laba perusahaan akan berfuktuasi sehingga perusahaan akan cenderung melakukan
tindakan perataan laba. Hal ini didukung oleh pernyataan Belkaoui 2001 ;110 dalam Arfan dan Wahyuni 2010 mengatakan bahwa “ semakin tinggi rasio utang
ekuitas suatu perusahaan maka semakin dekat perusahan terhadap kendala- kendala dalam perjanjian utang dan semakin besar probabilitas pelanggaran
perjanjian sehingga memungkinkan manajer untuk melakukan metode-metode akuntansi untuk meningkatkan income.” Hal ini didukung pula oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Alfiana 2006 yang mengatakan bahwa “perusahaan yang mempunyai kontrak hutang akan lebih memilih prosedur
akuntansi yang dapat meningkatkan earning dan aktiva untuk mengatasi masalah pelunasan hutang pe
rusahaaan”. H4 : Debt to equity ratio DER mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.
2.9.5 Leverage Finansial Terhadap Perataan Laba
Leverage merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk meningkatkan
tingkat penghasilan bagi pemilik dan pemegang saham. Leverage dapat diukur
Universitas Sumatera Utara
dengan debt rasio yakni dengan melihat besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang. Rasio ini akan menjukkan berapa bagian aktiva yang dapat digunakan
untuk menjamin utang. Menurut Helfert 2000 dalam Wijaya 2009 “penggunaan utang dengan baik dapat meningkatkan laba untuk pemilik
perusahaan karena dana yang dipinjam pada tingkat bunga tetap dapat digunakan untuk investasi yang menghasilkan return yang lebih tinggi daripada bunga yang
dibayarkan pada dana tersebut”. Ketika finansial leverage suatu perusahaan tinggi maka investor atau kreditor akan enggan untuk berinvestasi sehingga
mempengaruhi kinerja perusahaan dan hal itu dapat menghambat usaha perusahaan untuk mempertahankan reputasinya. Oleh karena itu, perusahaan akan
berusaha menurunkan financial leverage yang memiliki kecenderungan untuk meratakan laba. Menurut Yulia 2013 “perusahaan yang memiliki tingkat
leverage yang tinggi diduga melakukan perataan laba karena perusahaan terancam tidak dapat mengembalikan hutang default sehingga manajemen membuat
kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan.” Pendapat ini didukung Sartono 2004 dalam Noviana dan Yuyetta 2011 yang menyatakan “Semakin besar
utang perusahaan semakin besar pula resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi
tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba”. Begitu juga halnya dengan Algery
2013 yang mengatakan bahwa “financial leverage juga diperkirakan berpengaruh terhadap perataan laba, karena semakin tinggi rasio
leverage maka semakin tinggi resiko yang harus ditanggung oleh investor yang akan berinvestasi pada perusahaan, serta semakin tinggi pula kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
manajer meratakan laba”. Oleh karena itu ketika finansial leverage suatu perusahaan besar, maka perusahaan itu akan berusaha untuk membuat labanya
tinggi atau stabil karena menurut Subramayam 2010 “jika tingkat laba tinggista
bil maka resiko perusahaan akan kecil.” Hal ini lah yang akan mendorong manajemen untuk mengurangi resiko perusahaannnya dengan
berusaha untuk menstabilkan tingkat laba perusahaan dengan berbgai cara,
termasuk dengan melakukan income smoothing.
H5 : Leverage finansial mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.
2.9.6 Ukuran Perusahaan, WinnerLosser Stock, Nilai Perusahaan, Debt to Equity Ratio, Leverage Finansial Terhadap Perataan Laba
Perusahaan besar umumnya akan mendapatkan perhatian lebih dari berbagai pihak seperti analisis, investor, maupun pemerintah. Oleh karena itu
perusahaan ini akan berusaha semaksimal mungkin menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis. Perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih
besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek
pemeriksaan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum. Manajemen perusahaan akan berusaha agar harga sahamnya dapat terus meningkat setiap
tahunnya. Kodisi ini disebut juga dengan winner stock dimana harga saham tahun ini lebih tinggi dibandingkan harga saham tahun sebelumnya. Oleh sebab itu
manajemen perusahaan winner stock akan berusaha mempertahankan posisi perusahaannya pada posisi winner stock dan manajemen perusahaan losser stock
akan berusaha untuk meningkatkan posisi perusahaannya ke posisi winner stock.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu cara yang akan dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempertahankan posisinya pada winner stock ialah dengan melakukan tindak
perataan laba. Harga saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Manajemen perusahaan akan terus berusaha untuk meningkatkan nilai
perusahaannya termasuk dengan melakukan perataan laba. Dengan begitu setiap tahun perusahaan tidak akan mengalami penurunan laba melainkan peningkatan
laba sehingga harga saham perusahaan tidak akan jatuh melainkan terus meningkat dan hal itu juga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut.
Debt to equity ratio merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan
modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Ketika perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi maka semakin tinggi pula
resiko yang akan dihadapi investor sehingga investor akam meminta tingkat keuntungan yang tinggi pula. Hal ini dapat memicu perusahaan untuk melakukan
tindak perataan laba karena tingkat utang perusahaan yang tinggi akan menpunyai risiko yang tinggi pula, maka laba perusahaan akan berfuktuasi sehingga
perusahaan akan cenderung melakukan tindakan perataan laba. Leverage finansial yang tinggi akan membuat investor atau kreditor akan enggan untuk
berinvestasi sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan dan hal itu dapat menghambat usaha perusahaan untuk mempertahankan reputasinya. Oleh karena
itu, perusahaan akan berusaha menurunkan financial leverage yang memiliki kecenderungan untuk meratakan laba.
Universitas Sumatera Utara
Arfan, dan Wahyuni 2010 dalam penelitiannya mengatakan bahwa”firm size, winnerlosser stock, dan debt equity ratio secara simultan berpengaruh
terhadap perataan laba. Hal ini bermakna bahwa perataan laba yang dilakukan diperusahaan manufaktur di BEI dapat ditentukan atau dipengaruhi secara
bersama-sama oleh firm size, winnerlosser stock, dan debt to equity ratio .”
Penelitian Wijaya 2009 menyimpulkan bahwa “Secara simultan ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dan leverage operasional mampu
menjelaskan perubahan indeks perataan laba sebesar 32,1”. H6 : Ukuran perusahaan, winnerlosser stock, nilai perusahaan, debt to equity
ratio, dan leverage finansial berpengaruh terhadap perataan laba.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian asosiatif. Variabel yang diteliti adalah ukuran perusahaan, winnerlosser stock, nilai perusahaan, debt to equity ratio, dan
leverage finansial sebagai variabel independennya. Sedangkan variabel dependennya adalah perataan laba. Data yang digunakan adalah laporan tahunan
annual report perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Data diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia.
3.2 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Dependen
Variabel terikat atau variabel tergantung dependent varible adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain Sanusi : 2011. Begitu juga dengan Erlina 2011
uang mengatakan bahwa “ variabel ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel sebab atau variabel bebas.” Jadi variabel
dependen bisa juga dikatakan sebagai konsekuensi dari variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perataan laba. Status perataan laba
suatu perusahaan diklasifikasikan dengan menggunakan model Eckel 1981. Indeks eckel digunakan untuk membedakan perusahaan keuangan yang
melakukan perataan laba dan yang tidak melakukan perataan laba. Rumus indeks perataan laba eckel
ΔI = perubahan penghasilan bersih laba ΔS = Perubahan pendapatan dalam satu periode
Universitas Sumatera Utara
CV = koefisien variasi deviasi standar expected value CV
ΔS atau CVΔI √
CV ΔS = coefficient variance perubahan pendapatan
CV ΔI = coefficient variance perubahan laba
Δx = perubahan pendapatan atau laba tahun n dengan tahun n-1 πΔx = rata-rata perubahan pendapatan atau perubahan laba
Badan usaha tidak melakukan perataan laba, jika Badan usaha melakukan perataan laba, jika
3.2.2 Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi varriabel lain Sanusi : 2011. Begitu pula dengan Erlina 2011 yang mengatakan bahwa “
variabel ini merupakan variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam varaiabel dependen, atau yang menyebabkan terjadinya variasi bagi variabel tak
bebas variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif maupun negatifbagi variabel dependen lainnya.” Variabel dependen ini sering disebut juga
dengan variabel bebas, stimulus, dan prediktor.
3.2.2.1 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya suatu perusahaan. Secara umum ukuran perusahaan ada tiga
kategori yakni perusahaan besar large firm, perusahaan sedang medium firm, dan perusahaan kecil small firm. Secara umum ukuran perusahaan diproksikan
dengan total aktiva. Hal ini didukung oleh Rizal 2001 : 41 dalam Hasanah
Universitas Sumatera Utara
2008 yang mengatakan bahwa “ ukuran perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan meliputi aktiva tetap, aktiva tak berwujud dan aktiva
lain- lain yang dimiliki perusahaan sampai dengan tahun pelaporan keuangan”.
Ukuran perusahaan dapat dihitung dengan Logaritma natural Ln dari total aktiva. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio dengan rumus :
Ukuran Perusahaan = Ln Total Aktiva
3.2.2.2 WinnerLosser Stock
Sunarto 2006 dalam Arfan dan Wahyuni 2010 mengatakan bahwa “ winner stock adalah saham yang memiliki return lebih besar daripada return rata-
rata pasar atau disebut juga dengan saham yang memiliki return positif, sedangkan losser stock adalah saham yang memiliki return sama dengan atau
lebih kecil dari return rata-rata pasar atau disebut juga dengan saham yang memiliki return
negatif”. Adapun yang dimaksud dengan return pasar dalam penelitian ini adalah Indeks harga saham Gabungan IHSG Bursa Efek Indonesia.
Winner losser stock merupakan variabel dummy. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala nominal. Perhitungannya dapat dirumuskan sebagai
berikut
–
dan Rmt
–
R
t
= Return Saham pada tahun t P
t
= Rata-rata harga saham penutupan bulanan pada tahun t P
t-1
= Rata-rata harga saham penutupan bulanan pada tahun t-1 R
mt
= Return pasar pada tahun t IHSG
t
= IHSG closing price paa tahun t
Universitas Sumatera Utara
IHSG
t-1
= IHSG closing price pada tahun t-1 Apabila :
R
t
R
mt
, maka perusahaan berstatus sebagai winner stock diberi nilai 1 R
t
R
mt
, maka perusahaan berstatus sebagai loser stock diberi nilai0
3.2.2.3 Nilai Perusahaan
Pada penelitian ini nilai perusahaan akan diukur dengan menggunakan rasio Price to Book Value
PBV. Menurut Syahyunan 2004 ; 86 “rasio ini akan menunjukkan apakah harga saham harga pasarnya diperdagangkan diatas atau
dibawah nilai buku”. Rasio PBV yang dihasilkan merupakan rasio antara nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku. Nilai buku per saham merupakan perbandingan
antara modal dengan jumlah saham yang beredar.
3.2.2.4 Debt To Equity Ratio
Debt to Equity Ratio merupakan “ rasio antara total utang dengan total ekuitas dalam perusahaan yang memberi gambaran perbandingan antara total
utang dengan modal sendiri eqiuity perusahaan Sitanggang :2012. Rasio ini akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban
melalui modal sendirir, dan dihitung dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.5 Leverage Finansial
Harmono 2011 mengatakan bahwa “leverage finansial dapat diartikan sejauh mana strategi pendanaan melalui utang untuk digunakan investasi dalam
meningkatkan produksi, dan menghassilkan kemampuan laba yang mampu menutupi biaya bunga dan pajak
pendapatan.” Leverage finansial umumnya disebut juga dengan rasio utang debt ratio. Menurut Sitanggang 2012 ; 24
“debt ratio merupakan rasio antara total utang dengan total aset yang memberi gambaran seberapa besar persentase total aset dibiayai dari
utang”. Semakin besar rasio ini berarti semakin besar peranan utang dalam membiayai aset
perusahaan dan sebaliknya. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No. Variabel
Defenisi Indikator
Skala 1
Perataan Laba Perataan laba
dapat dipandang
sebagai upaya yang secara
sengaja dimaksudkan
untuk menormalkan
income dalam rangka
mencapai kecenderungan
atau tingkat yang
diinginkan. Perubahan
laba dibagi perubahan
pendapatan. Nominal
2. Ukuran Perusahaan
Skala yang digunakan
untuk Total aset
Rasio
Universitas Sumatera Utara
mengukur besar kecilnya
suatu perusahaan.
3. WinnerLosser Stock
Perubahan harga saham
suatu perusahaan
dalam satu periode
perusahaan. Variabel
dummy skor 1 untuk winner
stock dan skor 0 untuk losser
stock. Nominal
4. Nilai Perusahaan
Rasio antara nilai pasar
ekuitas terhadap nilai
buku. Nilai pasar
saham dibagi nilai buku
saham. Rasio
5. Debt to Equity Ratio
Rasio antara total utang
dengan total ekuitas dalam
perusahaan yang memberi
gambaran perbandingan
antara total utang dengan
modal sendiri equity
perusahaan. Total utang
dibagi total ekuitas.
Rasio
6. Leverage Finansial
Rasio antara total utang
dengan total aset yang
memberi gambaran
seberapa besar persentase
total aset dibiayai dari
utang. Total utang
dibagi dengan total aset.
Rasio
Universitas Sumatera Utara
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Daulay 2010 populasi adalah “ keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusi, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-
gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagi sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian”. Erlina 2011 mengartikan
populasi sebagai “ sekelompok entitas yang lengkap yang dapat berupa orang, kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu, yang berada dalam
suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian”. Lalu Sanusi 2011 memberikan pengertian populasi sebagai
“seluruh kumpulan elemenyang menunjukkan ciri-cirir tertentu yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan”. Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun
2011-2013 sebanyak 84 perusahaan.
Sampel adalah sebagian dari populasi Azwar, 2004. Menurut Erlina 2011 sampel adalah “bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan
karakteristik populasi”. Sampel yang diambil harus representatif atau mewakili karena jika sampel kurang representatif akan mengakibatkan nilai yang terhitung
dari sampel tidak cukup tepat untuk menduga nilai populasi sesungguhnya. Metode pengabilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Menerut Erlina 2011 metode ini pengambilan sampel ini menggunakan beberapa kriteria tertentu. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 Perusahaan. Jadi total
sampel pada penelitian ini ialah sebanyak 150 sampel 52 perusahaan x 3 tahun pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
menerbitkan laporan keuangan financial report untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010, 2011,2012,2013
2. Perusahaan tidak didelisting selama periode pengamatan. 3. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama tahun 2010-2013.
4. Perusahaan memiliki data yang lengkap dalam laporan keuangan selama periode pengamatan.
Tabel 3.2 Pengamatan Populasi
No Perusahaan Kode
Perusahaan Kriteria Sampel
Memenuhi Kriteria
1 2
3 4
1 Bank Rakyat Indonesia
Agro Niaga Tbk AGRO
- 2
Bank ICB Bumi Putra Tbk BABP
- -
3 Bank Capital Indonesia
Tbk BACA
1 4
Bank Ekonomi Raharja Tbk
BAEK 2
5 Bank Central Asia Tbk
BBCA 3
6 Bank Bukopin Tbk
BBKP 4
7 Bank Mestika Dharma Tbk BBMD
- -
8 Bank Negara Indonesia
Persero Tbk BBNI
5 9
Bank Nusantara Parahyangan Tbk
BBNP 6
10 Bank Rakyat Indonesia
Tbk BBRI
7 11
Bank Tabungan Negara Persero Tbk
BBTN 8
12 Bank Mutiara Tbk
BCIC -
- 13
Bank Danamon Indonesia Tbk
BDMN 9
14 Bank Pundi Indonesia Tbk
BEKS -
- -
15 Bank Ina Perdana Tbk
BINA -
-
Universitas Sumatera Utara
16 Bank Jabar Banten Tbk
BJBR -
- 17
Bank Pembangunan Daerah jawa Timur Tbk
BJTM -
- 18
Bank QNB Kesawan Tbk BKSW
- -
19 Badan Maspion Tbk
BMAS -
- 20
Bank Mandiri Persero Tbk
BMRI 10
21 Bank Bumi Arta Tbk
BNBA 11
22 Bank CIMB Niaga Tbk
BNGA 12
23 Bank Internasional
Indonesia Tbk BNII
13 24
Bank Permata Tbk BNLI
14 25
Bank Sinar Mas Tbk BSIM
- -
26 Bank of India Indonesia
Tbk BSWD
15 27
Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
BTPN 16
28 Bank Victoria International
Tbk BVIC
17 29
Bank Dinar Indonesia tbk DNAR
- -
30 Bank Artha Graha
International Tbk INPC
18 31
Bank Mayapada International Tbk
MAYA 19
32 Bank Windu Kentjana
International MCOR
20 33
Bank Mega Tbk MEGA
21 34
Bank Mitra Niaga Tbk NAGA
- -
35 Bank NISP OCBC Tbk
NISP 22
36 Bank Nationalnobu Tbk
NOBU -
- 37
Bank Pan Indonesia Tbk PNBN
23 38
Bank Pan Indonesia Syariah Tbk
PNBS -
- 39
Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk
SDRA -
- 40
Adira Dinamika Multi Finance Tbk
ADMF 24
41 Buana Finance Tbk
BBLD 25
42 BFI Finance Tbk
BFIN 26
43 Batavia Prosperindo
Finance Tbk BPFI
27 44
Clipan Finance Indonesia Tbk
CFIN 28
45 Danasupra Erapacific Tbk
DEFI 29
Universitas Sumatera Utara
46 HD Finance Tbk
HDFA -
- 47
Indomobil Multi Jasa Tbk IMJS
- -
48 Mandala Multifinance Tbk
MFIN 30
49 Magna Finance Tbk
MNGA -
- 50
Tifa Finance Tbk TIFA
- -
51 Trust Finance Indonesia
Tbk TRUS
31 52
Verena Multi Finance Tbk VRNA
32 53
Wahana Ottomitra Multiartha Tbk
WOMF 33
54 Majapahit Securities Tbk
AKSI -
- 55
HD Capital Tbk HADE
34 56
Kresna Graha Sekurindo Tbk
KREN 35
57 Onix Capital Tbk
OCAP -
- 58
Minna Padi Investama Tbk PADI
- -
59 Panin Sekuritas Tbk
PANS 36
60 Panca Global Securitiest
PEGE 37
61 Reliance Securities Tbk
RELI 38
62 Trimegah Securities Tbk
TRIM -
- 63
Yulie Sekurindo Tbk YULE
- -
64 Asuransi Bina Darta Tbk
ABDA 39
65 Asuransi Harta Aman
Pratama Tbk AHAP
40 66
Asuransi Multi Artha Guna Tbk
AMAG 41
67 Asuransi Bintang Tbk
ASBI -
- 68
Asuransi Dayin Mitra Tbk ASDM
42 69
Asuransi Jasa Tania Tbk ASJT
43 70
Asuransi Mitra Maparya Tbk
ASMI -
- 71
Asuransi Ramayana Tbk ASRM
44 72
Lippo General Insurance Tbk
LPGI -
- 73
Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk
MREI 45
74 Panin Insurance Tbk
PNIN 46
75 Pacific Strategic Financia
Tbk APIC
47 76
Artavest Tbk ARTA
48 77
PT MNC Kapital Indonesia Tbk
BCAP 49
78 Batavia Properindo
International Tbk BPII
- -
Universitas Sumatera Utara
79 Equity Development
Investment Tbk GSMF
- -
80 Lippo Securities Tbk
LPPS -
- 81
Capitalinc Investment Tbk MTFN
- -
82 Panin Financial Tbk
PNLF -
- 83
Sinar Mas Multiarta Tbk SMMA
50 84
Victoria Investama Tbk VICO
- -
Tabel 3.3 Jumlah Sampel Berdasarkan Kriteria Sampel
No Kriteria Sampel
Total Sampel 1.
Perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
84 perusahaan 2.
Tidak menerbitkan laporan keuangan yang lengkap selama periode pengamatan
16 perusahaan 3.
Perusahaan delisting selama periode pengamatan -
4. Perusahaan mengalami kerugian selama periode
pengamatan 11 perusahaan
5. Tidak memiliki data yang lengkap selama periode
pengamatan 7 perusahaan
Total perusahaan yang memenuhi kriteri sampel 50 Perusahaan
3.4 Jenis dan Sumber Data