BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumatera Utara memiliki wilayah yang luas terbagi dari beberapa daerah yang dipimpin oleh seorang Gubernur dan terdapat beberapa suku, ras,
agama, dan golongan. Diantara semua itu ada beberapa suku yang bertautan dan saling melengkapi menjadi suatu etnik, adapun etnik tersebut terdiri dari
Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak Dairi, Melayu, Pesisir, Sibolga, Nias, inilah sub etnik yang ada di Sumatera Utara.
Setiap etnis yang ada di Sumatera Utara, baik dari kelompok etnis Batak maupun etnis lainnya pastinya memiliki kebudayaan dan adat istiadat
yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan setiap kebudayaan tersebut tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik. Demikian juga
halnya dengan etnis Batak Toba, masyarakat Batak Toba memiliki kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhurnya, baik
secara lisan maupun tulisan. Kesenian pada masyarakat Batak Toba diantaranya terdiri atas seni rupa, seni tari, seni ukir dan seni musik. Dalam
skripsi ini penulis akan mengkaji upacara ritual dari manghirap tondi. Penulis akan membahas kepada studi tekstual dan musikal dari
manghirap tondi yang dilaksanakan dalam tradisi etnis Batak Toba. Teks manghirap tondi adalah teks yang dinyanyikan penyaji dengan spontan yang
menyangkut kepada proses manghirap todi. Teks yang dinyanyikan penyaji
termasuk kenyanyian andung-andung yang dinyanyikan secara mengerutu dengan suasana kesedihan yang mendalam. Secara umum, isi teksnya hanya
bujukan. Teks tersebut disampaikan kepada seseorang yang mau dihirap dipanggil pulang.
Dalam tulisan ini penulis lebih tertarik membahas tentang andung- andung ratapan manghirap tondi. Andung-andung ratapan ini berisi
tentang ungkapan kesedihan sesesorang yang kehilangan keluarganya karena sudah lama tidak pulang dan tidak tau dimana keberadaanya. Secara tekstual
andung-andung manghirap tondi menggunakan bahasa Batak Toba yang mengandung makna-makna tertentu.
Manghirap tondi di kategorikan ke dalam dua bagian yaitu manghirap dan tondi. Manghirap merupakan suatu cara memanggil seseorang yang tidak
tau alamat keberadaanya dan tidak pernah pulang ke kampung halamannya. Manghirap dilaksanakan di rumah seseorang yang mau dipanggil. Sedangkan
tondi adalah roh yang mengikat nafas kehidupan manusia memberikan daya jiwa dan kepribadian, menentukan nasib manusia dengan memberi arah
petunjuk bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain tondi wujudnya roh yang menempati tubuh seseorang sebagai satu kesatuan, membentuk pribadi
seseorang, memberikan daya hidup yang menghubungkan nyawa dengan jiwa, badan dan pikiran serta nurani yang membisiki hati manusia untuk
berbuat. Dari hasil wawancara saya dengan ibu Rotua Pardede mengatakan bahwa tondi dapat sesekali meninggalkan tubuh manusia hidup saat mimpi
bahkan sadar sekalipun. Beliau juga mengatakan tondi dapat juga
terperangkap atau disandera oleh roh-roh halus di tempat angker dan keramat, karena salah melangkah, atau melanggar tabu ketika berada di tempat itu.
Di dalam tradisi Batak Toba, usaha agar tondi seseorang itu kembali harus dengan melaksanakan upacara spritual yang biasanya dilakukan
seorang DukunParanormal dan juga seseorang yang memiliki indra ke-6. Upacara tersebut diantaranya mangalap tondi menjemput tondi atau
manghirap tondi menarik tondi yang pergi di bawah bimbingan seorang datu dukun. Cara lain adalah mangupa tondi memberdayakan tondi yang
lemah dengan menaburkan boras pir ni tondi beras untuk menguatkan tondi ke atas kepala untuk memulihkkan tondi yang terkejut, misalnya oleh
orang tua kepada anaknya yang baru mengalami musibah. Berbagai istilah lain seperti; pahothon tondi mempereratmengokohkan tondi, atau papirhon
tondi memperkuat tondi. Jadi dari penjelasan di atas manghirap tondi dapat diartikan adalah
suatu upacara pemanggilan roh seseorang yang telah lama tak pernah pulang- pulang ke kampung halamannya dan tidak tau keberadaaannya sama sekali.
Biasanya upacara manghirap tondi tidak semua orang yang bisa melaksanakannya melainkan hanya seorang yang mempunyai indra ke-6 dan
seorang DukunParanormal. Dimasa sekarang ini masyarakat Batak Toba sudah jarang melaksanakan tradisi manghirap tondi ini bahkan sulit
ditemukan orang yang bisa melaksanakan tradisi manghirap tondi. Bisa dikatakan tradisi ini dalam Batak Toba hampir punah.
Sebagai bukti yang mempengaruhi tradisi ini lambat laun punah karena pengaruh teknologi dan perkembangan jaman. Pada saat ini teknologi
sudah maju bahkan alat komunikasi juga berkembang pesat yang mempermudah mengetahui letak atau posisi seseorang itu dimana
keberadaannya dan mengajak supaya pulang ke kampung halamannya. Ibu Rotua Pardede mengatakan tradisi ini pada jaman dulu sangat berkembang
pesat karena alat komunikasi sangat minim, ketika seseorang itu bertahun- tahun tidak pulang dan tidak memilki kabar ke kampung halamannya, maka
dengan cara mistis seseorang bisa melakukan tradisi manghirap tondi menarik tondi yang pergi sehingga seseorang itu tersentuh hatinya untuk
pulang ke kampung halamannya. Sebagai bukti lain yang juga mempengaruhi hilangnya tradisi manghirap tondi ini yaitu tidak semua orang bisa
melaksanakan manghirap tondi ini melainkan hanya orang tertentu seperti orang yang memiliki indra ke-6 dan dukunparanormal .
Di dalam praktek manghirap tondi ini sendiri, ibu Rotua Pardede mengatakan gerakan dan kata-kata yang dilaksanakan dan diucapakan tidak
terlalu sulit, hanya saja butuh konsentrasi tinggi dan tetap fokus yang disampaikan dengan bernyanyi serta melakukan gerakan-gerakan tertentu.
Kata-kata yang di ucapkan keluar dengan sendirinya seperti cara mengajak dan membujuk seseorang yang dihirap dipanggil untuk pulang kerumah atau
ke kampung halamannya. Manghirap tondi ini dilaksanakan sekali dalam satu hari dengan memanggil nama seseorang yang hilang tersebut, yang
dilaksanakan pada waktu jam enam sore pada saat matahari mau terbenam.
Tradisi pemanggilan roh orang yang hilang ini dilaksankan tujuh hari tujuh malam. Penyaji juga menyiapkan sesajen atau makanan-makanan yang sering
dimakan seseorang yang mau dihirap dipanggil. Dan makanan tersebut disusun rapi di dalam tampi dan digantungkan di pintu dapur di dalam rumah,
supaya seseorang yang mau dihirap dipanggil tersebut mengingat setiap makanannya sehari-hari waktu tinggal di kampung. Dan terakhir si penyaji
berdoa kepada Debata Jahowa Tuhan Allah dalam Agama Kristen untuk medoakan supaya seseorang yang mau dihirap dipanggil itu pulang ke
kampung halamannya. Dari penuturannya, ibu Rotua Pardede mengatakan beliau sudah 3 kali melaksanakan tradisi upacara manghirap tondi ini, salah
satu contoh yang jelas terbukti yaitu dilakukan manghirap tondi kepada anaknya sendiri.
1
Dari latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk
menuliskannya dalam tulisan ilmiah dengan judul : ” Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam
Dengan demikian penulis tertarik untuk membahas tentang manghirap tondi baik dari prosesi awal dilakukan dengan meneliti studi
tekstual dari kata-kata yang di ucapkan dan studi musikalnya agar tulisan ini bermanfaat bagi peneliti berikutnya sehingga dengan tulisan ini bisa diketahui
dan dikenal upacara manghirap tondi dalam tradisi Batak Toba yang bisa dikatakan sudah jarang dilaksanakan. Alasan inilah yang mendorong penulis
tertarik untuk membahas tentang upacara ritual manghirap tondi.
1
Wawancara dengan Ibu Rotua Pardede
Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede; Kajian Terhadap
Tekstual Dan Musikal.
1.2 Pokok Permasalahan