disertai dengan gondang musik Batak dan dengan sajian yang disebut Tibal- tibal yang ditempatkan di atas Pangumbari. Beberapa golongan begu yang ditakuti
orang Batak Toba adalah: 1.
Sombaon, yaitu sejenis begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau di hutan rimba yang padat, gelap, dan mengerikan
persombaonan. 2.
Solobean, yaitu begu yang dianggap sebagai penguasa dari tempat- tempat tertentu dari Toba.
3. Silan, yaitu begu yang serupa dengan Sombaon menempati pohon
besar, atau batu yang aneh bentuknya, tetapi khususnya dinggap sebagai nenek moyang pendiri Huta dan juga nenek moyang dari
marga. 4.
Begu ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti karena dapat dipelihara oleh orang agar dipergunakan untuk membinasakan orang-orang lain
yang dibenci oleh sipemelihara begu ganjang tersebut. Akhirnya dalam sistem religi aslinya orang Batak Toba juga percaya
kepada kekutan sakti dari Jimat, tongkat wasiat atau tunggal panaluan dan kepada mantra-mantra yang mengandung sakti. Semua kekuatan itu menurut kitab- kitab
ilmu gaib orang Batak Toba pustaha, berasal dari Si Raja Batak.
2.4 Bahasa
Bahasa ialah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tulisan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain Koentjaraningrat, 1986:39.
Kecamatan Tampahan merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tobasa yang penduduknya adalah mayoritas Batak Toba. Bahasa Batak Toba merupakan
bahasa ibu dari masyarakat dari masyarakat Batak yang menetap disana. Selain bahasa Batak Toba.
Masyarakat yang ada di Kecamatan Tampahan menggunakan bahasa Batak sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan
dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan penduduk yang tidak bersuku Batak pun
mengerti dan fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Batak lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional Bahasa Indonesia. Hal ini
bisa dapat dilihat baik dalam upacara adat, acara kebaktian gereja maupun dalam kehidupan sehari-hari.
2.5 Sistem Mata Pencaharian
Kecamatan Tampahan merupakan daerah yang berada di daerah lereng gunung dan tanah yang berbukit-bukit. Dari pengamatan yang penulis lakukan
masyarakat yang tinggal di kecamata ini sebagian besar merupakan petani. Khususnya masyarakat yang tinggal di Desa Lintong Nihuta Bagasan dalam usaha
memenuhi kebutuhan hidupnya, mata pencaharian penduduk adalah bertani seperti sayur-sayuran, padi terutama sebagai penyadap pohon karet sebagai
tumbuhan yang tumbuh secara alami. Selain sebagai petani ada juga beberapa orang yang berprofesi sebagai guru.
Namun sekalipun berprofesi sebagai guru mereka juga melakukan kegiatan bertani sebagai pekerjaan sampingan apabila lagi libur atau setelah
pulang dari mengajar di sekolah. Di desa ini juga dijumpai kegiatan menyadap nira untuk dijadikan tuak. Selain sebagai guru, penyadap bagot merupakan
pekerjaan sampingan yang ditekuni. Dari hasil tani, dan penyadapan pohon bagot inilah bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang perkuliahan. Bertani
dan menyadap nira merupakan pekerjaan yang dilakukan secara turun-temurun dan merupakan mata pencaharian desa ini.
2.6 Kesenian 2.6.1 Seni Musik