Walaupun demikian dalam menentukan kekerabatan partuturan juga dianut oleh paham keibuan bilibneal discent karena keluarga ibuistri menduduki
posisi yang sangat penting yaitu sebagai tempat untuk meminta berkat tuahpasu- pasu. Maka terdapat hubungan kekerabatan yang erat antara kelompok
ayahsuami dengan kelompok ibuistri dan begitu juga sebaliknya Purba 1997:4 dikutip oleh Kezia Purba.
3
Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba di Desa Tampahan tidak berbeda dengan sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba di daerah lain.
Kekerabatan masyarakat Batak Toba berdasarkan garis keturunan didasarkan pada tarombo silsilah orang Batak itu sendiri. Tarombo ditentukan oleh marga,
dimana marga ditentukan oleh garis keturunan dari pihak laki-laki ayah. Segala Orang Batak Toba mementingkan soal “silsilah”
karena penentu partuturan di Batak Toba adalah “silsilah atau tarombo” marga nenek moyang dan tibalni parhundul kedudukanperan dalam horja-horja adat
acara-acara adat. Hal ini bisa dilihat saat orang Batak Toba bertemu, langsung bertanya
“marga aha hamuna?” apa marga anda dan juga “sian dia huta muna?” dari mana asal-usul anda? Hal ini dipertegas oleh pepatah atau Umpasa Batak Toba
yaitu “ Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan, Jolo sinukun marga asa binoto partuturan” maksudnya yaitu kita tanya apa marganya terlebih dahulu agar
kita tahu hubungan kita dengannya.
2.2.1 Kekerabatan Berdasarkan Keturunan
3
Penelitian terdahulu oleh Kezia Purba ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL MARSIALOPARI KARYA TARALAMSYAH SARAGIH
tata cara kehidupan dimulai dari keluarga sampai pada lingkungan masyarakat diatur dan disusun berdasarkan garis keturunan ayah patrilineal
4
Masyarakat Batak memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan dalihan na tolu. Dalam bahasa Indonesia dalihan na tolu artinya tungku yang
terdiri dari tiga kaki. Sistem ini mengatur pola interaksi sosial dalam masyarakat Batak. Dalihan na tolu ini terjadi karena adanya perkawinan sehingga terjadi
hubungan kekerabatan dengan marga lain Siahaan, 1982. Menurut falsafah . Dari marga
ini akan diketahui tarombo seseorang untuk memanggil sapaan terhadap orang lain. Marga dipergunakan oleh anak laki-laki, sementara untuk perempuan disebut
boru. Dalam masyarakat Batak Toba kaum pria berfungsi sebagai pewaris dan
penerus keturunan marga. Sedangkan wanita apabila berumah tangga secara otomatis akan masuk lingkungan marga suaminya dan tidak menjadi pewaris
marga bagi keturunannya. Dalam masyarakat Batak apabila marganya sama, maka mereka adalah kerabat yang memiliki satu nenek moyang yang sama. Pria dan
wanita yang semarga sangat tidak dibenarkan saling mengawini. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa marga klan pada masyarakat
Batak Toba mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakatnya. Begitu juga jika ditinjau dari hubungan kekerabatan antar
individu, marga klan juga angat berperan dalam kehidupan masyarakat.
2.2.2 Kekerabatan Berdasarkan Hubungan Perkawinan
4
Sumber: http:id.wikipedia.orgwikiPatrilineal
orang Batak dalihan na tolu merupakan tiga buah batu yang dijadikan sebagai penyanggah dalam setiap interaksi satu sama lain dalam kehidupan bersama
diibaratkan sebagai tungku yang menyanggah beban di atasnya Skripsi Nainggolan: 2009. Tiga batu penyanggah tersebut membentuk kerja sama yang
sungguh-sungguh kokoh dalam usaha untuk menciptakan kebaikan bersama. Setiap batu penyanggah itu memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
bersama dan tidak bisa lepas satu sama yang lain. Tiga kedudukan yang dimaksud dalam dalihan na tolu adalah hula-hula,
dongan tubu, dan boru Siahaan, 1982. Hula-hula merupakan pihak keluarga dari istri yaitu orang tua dan semua saudara laki-laki dari wanita yang dinikahi oleh
pria dari marga lain. Hula-hula ini memiliki kedudukan dan fungsi yang paling tinggi dalam sistem kekerabatan orang Batak Toba. Bagi masyarakat Batak Toba
hula-hula dianggap sebagai pemberi kebahagian, pemberi rejeki, dan pemberi berkat tertinggi yang harus dihormati. Orang Batak Toba menyakini bahwa hula-
hula merupakan sarana penyalur berkat dan bahkan disebut sebagai “tuhan yang kelihatan”. Sehingga dengan menghormati hula-hula orang-orang akan
memperoleh berkat dan rejeki dalam kehidupannya. Dongan tubu merupakan hubungan persaudaraan yang berasal dari ayah yang sama atau garis keturunan
yang sama dan golongan yang memiliki marga yang sama. Dalam suatu acara adat kedudukan dongan tubu sama atau sederejat
dengan pihak yang menyelenggarakan pesta suhut. Dongan tubu mempunyai tugas untuk mengawasi berjalannya acara adat. Boru adalah keluarga yang
memperisteri anak perempuan dari suatu marga. Boru adalah orang yang selalu
sibuk dan siap sedia mempersiapkan segala sesuatu dalam setiap acara atau kegiatan adat seperti mempersiapkan hidangan konsumsi, mengatur berbagai
pertemuan atau acara-acara keluarga lainnya. Khususnya, jika acara atau pesta adat adalah perhelatan atau pesta dari pihak hula-hula. Ketiga dalihan na tolu ini
tidak bisa dipisah dalam kehidupan bersosialisasi masyarakat Batak Toba, baik dalam acara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Posisi dalihan na tolu ini
bergantung pada konteksnya. Setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut pada saat yang sama.
Seorang hula-hula akan berposisi sebagai boru jika yang mengadakan pesta adalah pihak keluarga dari istrinya. Begitu juga sebaliknya seorang boru akan menjadi
hula-hula bagi keluarga anak perempuannya yang telah menikah dengan marga lain. Dalam menjaga konsep Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba ada
pepatah yang mengatakan: “somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu” Sumando.
5
5
Sumando Pardede
Somba marhula-hula maksudnya adalah agar pihak boru selalu memberikan sembah kepada hula-hula, elek marboru maksudnya adalah agar
pihak hula-hula selalu bersikap mangelek membujuk dan sayang terhadap pihak boru, manat mardongan tubu maksudnya adalah agar pihak sesama marga selalu
saling memperhatikan dan selalu berhati-hati dalam bersikap agar tidak terjadi sakit hati bagi sesama dongan tubu.
2.2.3 Sistem Perkawinan