2. Rasio Likuiditas
Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek.
3. Rasio Rentabilitas
Untuk mengetahui kemampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek.
4. Rasio Resiko Usaha
Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyanggah resiko dari aktivitas operasi
5. Rasio Effisisensi Usaha
Untuk mengetahui kinerja manajemen dalam menggunakan semua asset secara efisien.
2.1.6.1. Biaya Operasional Terhdap Pendapatan Operasional BOPO
BOPO adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional.
Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan
operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya Rivai, et al:722. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut
Pandia, 2012:73
:
BOPO =
Biaya beban Operasional Pendapatan Operasiona
�
x 100 Semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja
manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan.
Dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang
diperoleh bank akan semakin besar
Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar 50-70
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, kategori peringkat yang akan diperoleh bank dari besaran nilai BOPO yang
dimiliki adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Peringkat Bank Bedasarkan Rasio BOPO
Peringkat Predikat
Besaran Nilai BOPO 1
Sangat Sehat 50-75
2 Sehat
76-93 3
Cukup Sehat 94-96
4 Kurang Sehat
96-100 5
Tidak Sehat 100
Sumber : SE BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004
Berdasarkan Tabel 2.1, Bank Indonesia menetapkan peringkat BOPO dari yang sangat sehat sampai yang tidak sehat.
2.1.6.2 Non Performing Loan NPL
Menurut peraturan Bank Indonesia No.5 tahun 2003, risiko adalah salah satu potensi terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. NPL adalah
tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPL merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPL diketahui dengan
cara menghitung jumlah kolektabilitas kredit kurang lancar hingga macet. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan,
sebaliknya bila tingkat NPL tinggi bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Peningkatan Non Performing
Loans NPL yang terjadi pada masa krisis secara langsung berpengaruh terhadap menurunnya likuiditas bagi sektor perbankan, karena tidak ada uang masuk baik
yang berupa pembayaran pokok ataupun bunga pinjaman dari kredit-kredit yang macet. Sehingga bila hal ini dibiarkan maka akan berpengaruh terhadap hilangnya
kepercayaan masyarakat. Adapun metode perhitungan NPL sebagai berikut Pandia, 2012:119
: NPL=
Jumlah Kredit Bermasalah Total Kredit
X 100 Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada Tabel 2.2
berikut ini:
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio NPL
Sumber : SE BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004
Berdasarkan Tabel 2.2, Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka bank
tersebut dikatakan tidak sehat.
2.1.6.3 Capital Adequacy Ratio CAR