Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 1. Pengujian Hipotesis
matematika siswa yang tidak diajarkan dengan metode problem solving, dimana langkah-langkah pembelajaran dengan metode problem solving
yang digunakan juga menggunakan prinsip Polya. Karena
penelitian dilakukan
di sekolah
yang tidak
ada pengklasifikasian kelas pembedaan kelas antara siswa pintar dengan
siswa kurang pintar, maka hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran, sedangkan
siswa yang lain masih merasa tegang dan lebih banyak diam saat pembelajaran
dengan strategi
working backward,
sehingga pada
pertemuan pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai secara optimal.
Pada diskusi kelompok yang pertama, siswa masih bingung dalam mengerjakan lembar kerja siswa LKS yang diberikan karena mereka
tidak terbiasa mencari sendiri informasi yang diberikan dalam soal. Mereka kesulitan dalam menentukan apa saja yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dalam soal, serta bagaimana cara menyelesaikannya. Siswa yang pintar pun lebih senang mengerjakan sendiri dan tidak mau bekerja
sama dengan anggota lainnya. Pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas, siswa terlihat masih malu-malu dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya mengenai hasil diskusi
kelompoknya, sehingga siswa lain lebih banyak mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya. Hal ini disebabkan kebiasaan siswa pada
pembelajaran sebelumnya yang berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis guru di depan kelas,
mengerjakan soal yang mirip dengan contoh dan kurang adanya interaksi antar siswa sehingga mereka belum terbiasa untuk menyampaikan
pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum di pahami. Dari hasil diskusi siswa belum terlihat peningkatan pada hasil belajar
matematika dan dari presentasi kelompok beberapa kelompok masih kurang rasa percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya.
Pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit ada perubahan yang baik pada hasil belajar matematika siswa, hal ini dilihat dari hasil
diskusi siswa dan hasil latihan setiap kali pertemuan. Siswa lebih aktif bertanya jika mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah
ataupun kurang
memahami materi.
Siswa pun
lebih berani
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan siswa yang lain pun tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya.
Akhirnya, dari tes hasil belajar dapat dilihat bahwa siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan pemecahan masalah
strategi working backward 63,33 mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan oleh
sekolah dimana dilakukan penelitian 19 orang mendapat nilai ≥ 58. Ini
berarti bahwa lebih dari 60 tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar telah tercapai termasuk dalam
kategori baikminimal. Sedangkan, siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional hanya 43,33 yang mendapatkan
nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 13 orang
mendapat nilai
≥ 58, artinya tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar belum
tercapai termasuk dalam kategori kurang. Selain itu, terbukti pula bahwa nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya
menggunakan pendekatan pemecahan masalah strategi working backward lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang dalam
pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.