Uji Normalitas Kelompok Eksperimen

2,00. Dengan demikian, H ditolak dan H 1 diterima, atau dengan kata lain rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol. Secara ringkas, hasil perhitungan uji t tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t t hitung t tabel Kesimpulan 2,65 2,00 Tolak H dan Terima H 1

2. Pembahasan

Perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah strategi working backward lebih baik dari pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara terhadap beberapa orang siswa yang diambil secara acak dan hasil pengamatan selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dari hasil wawancara diperoleh kesimpulan bahwa terdapat respon positif terhadap diterapkannya pendekatan pemecahan masalah strategi working backward dalam pembelajaran matematika. Dari hasil wawancara dengan guru, sebelum dilakukan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah strategi working backward, kegiatan pembelajaran berpusat pada guru teacher centered. Setelah diterapkan pendekatan pemecahan masalah strategi working backward pada kelompok eksperimen, siswa dapat berpikir secara sistematis, siswa dilatih untuk memahami sendiri dan menggunakan penalaran mereka dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan, terutama soal-soal yang berbentuk cerita. Hal ini dikarenakan pendekatan pemecahan masalah strategi working backward memuat beberapa langkah penyelesaian yang pada prinsipnya sama dengan langkah pemecahan masalah menurut Polya. Langkah yang pertama, memahami masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk dapat menemukan sendiri informasi yang diberikan serta hal yang ditanyakan dalam soal, sehingga pada langkah ini siswa semakin terlatih untuk membaca dan memahami sendiri soal yang diberikan serta memahami apa yang mereka tulis. Langkah kedua, merencakan penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk menemukan sendiri kata kunci yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal, membuat model matematika dari soal yang diberikan serta memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya, sehingga siswa tidak harus menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikannya. Langkah ini sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penalarannya. Langkah ketiga, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana. Pada langkah ini siswa dilatih untuk menggunakan kemampuan berhitungnya serta menerapkan konsep dasar yang telah diajarkan sehingga memperoleh solusi dari soal yang diberikan. Langkah terakhir, solusi yang telah diperoleh pada langkah ketiga diperiksa kembali kebenarannya dengan bergerak maju dari hal-hal yang diketahui di awal. Langkah ini melatih ketelitian siswa dalam melakukan perhitungan pada proses penyelesaian soal. Pada langkah ini siswa juga dilatih untuk menerjemahkan kembali hasil perhitungan yang diperoleh ke dalam konteks yang sebenarnya konteks asli. Tiap-tiap langkah dalam strategi working backward tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi atau soal-soal pemecahan masalah, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nur Hidayati 2005 yang menyebutkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode problem solving lebih baik daripada hasil belajar