Uji Homogenitas Uji Normalitas Kelompok Kontrol

beberapa langkah penyelesaian yang pada prinsipnya sama dengan langkah pemecahan masalah menurut Polya. Langkah yang pertama, memahami masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk dapat menemukan sendiri informasi yang diberikan serta hal yang ditanyakan dalam soal, sehingga pada langkah ini siswa semakin terlatih untuk membaca dan memahami sendiri soal yang diberikan serta memahami apa yang mereka tulis. Langkah kedua, merencakan penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk menemukan sendiri kata kunci yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal, membuat model matematika dari soal yang diberikan serta memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya, sehingga siswa tidak harus menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikannya. Langkah ini sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penalarannya. Langkah ketiga, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana. Pada langkah ini siswa dilatih untuk menggunakan kemampuan berhitungnya serta menerapkan konsep dasar yang telah diajarkan sehingga memperoleh solusi dari soal yang diberikan. Langkah terakhir, solusi yang telah diperoleh pada langkah ketiga diperiksa kembali kebenarannya dengan bergerak maju dari hal-hal yang diketahui di awal. Langkah ini melatih ketelitian siswa dalam melakukan perhitungan pada proses penyelesaian soal. Pada langkah ini siswa juga dilatih untuk menerjemahkan kembali hasil perhitungan yang diperoleh ke dalam konteks yang sebenarnya konteks asli. Tiap-tiap langkah dalam strategi working backward tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi atau soal-soal pemecahan masalah, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nur Hidayati 2005 yang menyebutkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode problem solving lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang tidak diajarkan dengan metode problem solving, dimana langkah-langkah pembelajaran dengan metode problem solving yang digunakan juga menggunakan prinsip Polya. Karena penelitian dilakukan di sekolah yang tidak ada pengklasifikasian kelas pembedaan kelas antara siswa pintar dengan siswa kurang pintar, maka hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran, sedangkan siswa yang lain masih merasa tegang dan lebih banyak diam saat pembelajaran dengan strategi working backward, sehingga pada pertemuan pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai secara optimal. Pada diskusi kelompok yang pertama, siswa masih bingung dalam mengerjakan lembar kerja siswa LKS yang diberikan karena mereka tidak terbiasa mencari sendiri informasi yang diberikan dalam soal. Mereka kesulitan dalam menentukan apa saja yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal, serta bagaimana cara menyelesaikannya. Siswa yang pintar pun lebih senang mengerjakan sendiri dan tidak mau bekerja sama dengan anggota lainnya. Pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa terlihat masih malu-malu dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya mengenai hasil diskusi kelompoknya, sehingga siswa lain lebih banyak mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya. Hal ini disebabkan kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis guru di depan kelas, mengerjakan soal yang mirip dengan contoh dan kurang adanya interaksi antar siswa sehingga mereka belum terbiasa untuk menyampaikan pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum di pahami. Dari hasil diskusi siswa belum terlihat peningkatan pada hasil belajar matematika dan dari presentasi kelompok beberapa kelompok masih kurang rasa percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya.