Pengaruh Jenis Kelamin dengan Motivasi Kerja Perawat Pengaruh Status Perkawinan dengan Motivasi Kerja Perawat

62 Hal ini berbeda dengan pendapat Wexley 1997 dalam Kartikasari, 2001 mengemukakan bahwa pekerja dengan usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibanding pekerja yang lebih tua karena pekerja lebih muda belum berpijak pada realitas, sehingga sering mengalami kekecewaan dalam bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya motivasi kerja dan kepuasan kerjanya. Menurut Siagian 1993 dan Handoko 1993 juga mengatakan bahwa ada kecenderungan yang sering terlihat, bahwa semakin lanjut usia pekerja, tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya tinggi, karena : 1 Pekerja agak lanjut usia makin sulit memulai karir baru di tempat lain, 2 sikap dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita, 3 hidup sudah mapan, dan 4 penghasilan relatif terjamin. Sedangkan menurut penelitian Hasil Kartikasari 2001, pekerja golongan usia muda mempunyai motivasi kerja yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja golongan usia tua, karena pekerja yang lebih muda belum berpijak pada realitas sehingga mudah mengalami kekecewaan dalam bekerja. Disamping itu banyak kebutuhankeinginan yang harus terpenuhi sehingga mengakibatkan rasa puas sulit terpenuhi.

5.1.2. Pengaruh Jenis Kelamin dengan Motivasi Kerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan dengan uji regresi linear berganda menunjukkan variabel jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja perawat dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap BPK-RSU Sigli. 63 Namun berdasarkan analisis bivariat dengan uji ci square tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan motivasi kerja perawat dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di RSU Sigli p=0,649. Penelitian ini menunjukkan 87,6 perawat di RSU Sigli pada ruaang rawat inap adalah perempuan, dan proporsi perawat dengan motivasi kerja rendah 84,4 terdapat pada perempuan dibandingkan perempuan. Tampak pada hasil penelitian responden laki-laki lebih memiliki motivasi tinggi dibandingkan dengan responden perempuan, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Umar 2000 yang menunjukkan bahwa karyawan wanita mempunyai tingkat motivasi lebih besar daripada karyawan laki-laki. Wanita diyakini lebih telaten dan sabar dalam menjalani profesinya sebagai perawat, diasumsikan bahwa bukan dari perbedaan jenis kelamin yang menyebabkan perbedaan terhadap motivasi kerja, tetapi berbagai faktor yang berkaitan dengan jenis kelamin misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain.

5.1.3. Pengaruh Status Perkawinan dengan Motivasi Kerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan regresi linear berganda menunjukkan variabel status perkawinan juga tidak mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja perawat dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap BPK-RSU Sigli. Demikian juga dengan hasil analisis bivarat dengan uji chi square menunjukkan bahwa juga tidak terdapat hubungan status perkawinan dengan motivasi kerja perawat p=0,264, dan mayoritas perawat berstatus belum kawin. Sedangkan dilihat dari 64 proporsi perawat dengan motivasi kerja yang rendah 69,6 terdapat pada perawat yang belum kawin dibandingkan yang sudah kawin atau berstatus jandaduda. Hal ini menunjukkan bahwa secara faktual perbedaan status perkawinan tidak mempunyai hubungan dengan motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di ruang rawat inap. Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Kurniasari 2001, bahwa status perkawinan seseorang turut pula memberikan gambaran tentang cara, dan tehnik yang sesuai untuk digunakan bagi perawat yang telah berkeluarga untuk melakukan pekerjaan diluar rumah dibandingkan dengan perawat yang tidak atau belum berkeluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karyawan yang telah berkeluarga memiliki potensi untuk memperlihatkan motivasi yang berbeda daripada yang belum berkeluarga.

5.1.4. Pengaruh Pendidikan dengan Motivasi Kerja Perawat