udara yang digunakan untuk angkutan udara sipil atau Civiele Luchtverkeer. Pengertian di atas, mengecualikan balon kabel, balon bebas, dan pesawat layang, kapal terbang,
18
Maksud daripada hal di atas di tertuang dalam Konvensi Jenewa 1948 adalah untuk mengatur hak-hak yang melekat maupun diletakkan pada pesawat udara yang dipergunakan untuk
angkutan udara sipil internasional. helikopter dan juga pesawat udara lain yang tujuan penggunaannya adalah untuk usaha yang
bersifat militer, bea cukai, dan polisi. Maka dari itu sudah jelaslah batasan mengenai pesawat udara dalam hal ini, dan dirinci
kembali di dalam ketentuan umum UU No. 1 Tahun 2009 Tentang penerbangan dalam ketentuan umum tertera mengenai Pesawat Udara Sipil yaitu pesawat udara yang digunakan
untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga dan ada juga Pesawat Udara Sipil Asing adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan
bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing.
19
4. Kecelakaan Pesawat Udara
Defenisi daripada kecelakaan pesawat udara adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan operasi suatu pesawat udara yang terjadi setelah orang naik ke pesawat udara dengan
maksud untuk terbang sampai orang tersebut meninggalkan pesawat udara tersebut, dalam kejadian mana ;
1. Seorang tewas atau luka berat sebagai akibat dari beradanya di dalam atau di atas
pesawat udara atau karena kontak langsung dengan pesawat udara atau sesuatu yang melekat pada pesawat udara ;
18
Nederland dengan besluit 22 Mei 1981, menetapkan alat-alat penerbangan yang tidak termasuk ke dalam pengertian pesawat udara menurut Luchtvaart Wet 195.
19
Mieke Komar Kantaatmadja, “Lembaga Jaminan Kebendaan Pesawat Udara Indonesia Ditinjau Dari Hukum Udara” , Penerbit Alumni, Bandung, 1989, hal. 25
2. Pesawat udara yang menderita kerusakan berat ;
3. Suatu tabrakan antara dua atau lebih pesawat udara.
20
Defenisi daripada luka berat disini adalah suatu luka yang memerlukan perawatan dirumah sakit dan pengobatan selama lima hari atau lebih atau mengakibatkan patah
tulang kecuali patah jari tangan, jari kaki, atau hidung tanpa komplikasi, luka-luka yang menyebabkan pendarahan, atau mengenai otot, luka pada bagian dalam, atau
luka bakar taraf 2 dan 3 atau luka bakar pada lebih dari 5 dari kulit.
21
Defenisi ini hanya dapat diterapkan dalam ketentuan umum Konvensi Warsawa, tidak dalam
Ordonansi Pengangkutan Udara, yang mensyaratkan kecelakaan ada hubungannya dengan pengangkutan udara.
22
5. Konvensi Internasional
Menurut Mochtar Kusumaatmadja
23
20
CASR Civil Aviation Safety Regulation Indonesia, Section 39.O.2.a.
21
Suherman, E ; “Hukum Udara Indonesia dan Internasional”, Bandung, Penerbit Alumni, 1983. Hal.77.
22
Keputusan United States District Court , Southern District of New York, dalam perkara Joe del Pillar lawan Eastern Airlines, mengenai “Sakit punggung karena tempat duduk tidak dapat dimiringkan kebelakang”.
Gugatan ditolak.
23
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional,Bandung: Alumni, 2003, hal. 4
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1. negara dengan negara; 2. negara dengan subjek hukum lain bukan negara satu sama lain.
Pada hakekatnya sumber hukum udara internasional bersumber pada hukum internasional dan hukum nasional. Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional mengatakan
“International Custom, as evidence of a general practices accepted as law”. Sumber hukum udara internasional dapat berupa multilateral maupun bilateral diantaranya :
a. Multilateral Bilateral
Sumber hukum udara internasional yang bersifat multilateral adalah berupa konvensi- konvensi internasional yang bersifat multilateral juga bersifat bilateral. Pada saat ini
Indonesia telah mempunyai perjanjian angkutan udara timbal balik bilateral air transport agreement tidak kurang dari 67 negara yang dapat digunakan sebagai
sumber hukum internasional. b.
Hukum Kebiasaan Internasional Dalam pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional, hukum kebiasaan
internasional juga merupakan salah satu sumber hukum internasional. Di dalam hukum udara internasional juga dikenal adanya hukum udara kebiasaan internasional.
c. Ajaran Hukum Doktrin
Ajaran Hukum Doktrin dalam hukum internasional dapat digunakan sebagai salah satu sumber hukum udara. Dalam common law system, atau anglo saxon System
dikenal adanya ajaran hukum mengenai pemindahan resiko dari pelaku kepada korban. Menurut ajaran hukum tersebut, perusahaan penerbangan yang menyediakan
transportasi umum bertanggung jawab terhadap kerugian negara yang diderita korban. Tanggung jawab tersebut berpindah dari korban injured people kepada pelaku
actor. d.
Yurisprudensi Ada beberapa yurisprudensi yang dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber
sumber hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 ayat 1. Banyak kasus sengketa yang berkenaan dengan hukum udara, terutama berkenaan dengan tanggung
jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap penumpang dan atau pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga.
Dari hal di atas disebutkan bahwa konvensi internasional adalah sumber daripada hukum udara internasional. Konvensi adalah kumpulan norma yang diterima secara umum. konvensi
juga dapat dikatakan sebagai pertemuan sekelompok orang yang bersama-sama bertukar pikiran, pengalaman dan informasi melalui pembicaraan terbuka, saling siap untuk didengar
dan mendengar serta mempelajari, mendiskusikan kemudian menyimpulkan topik-topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Adapun konvensi-konvensi internasional yang erat kaitannya dengan hukum udara antara lain :
1. Konvensi Paris Tahun1919 tentang Penerbangan Internasional
2. Konvensi Warsawa Tahun 1929 tentang Hukum Udara.
3. Konvensi Chicago Tahun 1944 tentang penerbangan sipil Internasional.
4. Konvensi Roma tahun 1952 tentang Prinsip yang berlaku di ruang Udara dan ruang
angkasa. 5.
Space Treaty Tahun 1967. 6.
Deklarasi Bogota Tahun 1967. 7.
Conventoin on Internasional Liability cause by space objects tahun 1972 Maka dari itu konvensi-konvensi ini pula yang beberapa diantaranya menjadi rujukan
serta dasar hukum penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
F. Metode Penelitian